Menelusuri Jejak Warisan Budaya, Tantangan Warisan Budaya di Suroloyo, Kulon Progo

Menelusuri Jejak Warisan Budaya, Tantangan Warisan Budaya di Suroloyo, Kulon Progo
info gambar utama

Warisan budaya tak hanya sekadar warisan masa lalu, tetapi juga bagian yang tak terpisahkan dari identitas suatu bangsa. Warisan budaya membawa cerita sejarah yang kaya serta nilai-nilai yang turut membentuk karakter suatu masyarakat.

Namun, di tengah arus modernisasi dan perubahan gaya hidup, pelestarian cagar budaya sering kali terabaikan, menyisakan sejumlah tantangan yang perlu segera diatasi. Salah satu contohnya terlihat di Suroloyo, Kulon Progo.

Berdasarkan informasi DINPAR Kulon Progo (2017), Suroloyo merupakan sebuah tempat yang terletak di puncak tertinggi Pegunungan Menoreh, berada pada ketinggian 1017 meter di atas permukaan laut (mdpl), tempat ini berada di Yogyakarta dan pada bagian bawahnya Jawa Tengah.

Terletak sekitar 50 kilometer dari pusat Jogja dan terletak di Dusun Keceme, Desa Gerbosari, Kapanewon Samigaluh. Posisinya yang dapat melihat secara jelas Candi Borobudur, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing di utara, serta Kota Jogjakarta dan Samudra Hindia di Selatan.

Suroloyo memperoleh keistimewaannya sebagai tujuan wisata unggulan karena letaknya yang terdapat di puncak tertinggi Pegunungan Menoreh. Tempat ini juga menyediakan cottage yang dikelola oleh kelompok masyarakat dan petani setempat.

Pura Mangkunegaran di Solo Kini Disebut Sebagai Keraton Milenial, Mengapa?

Wilayah Suroloyo juga dikenal memiliki beberapa tempat dengan nilai mitologis yang tak boleh dilewatkan, antara lain:

  1. Puncak Sariloyo
  2. Tegal Kepanasan
  3. Sendang Kadewatan
  4. Sendang Kawidodaren
  5. Pertapaan Kaendran
  6. Pertapaan Mintorogo

Puncak Suroloyo menjadi tuan rumah bagi sebuah upacara bernama jamasan pusaka yang diadakan setiap tanggal 1 Syuro. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk objek pemajuan budaya (OPK). Pada upacara ini, hadir beberapa pusaka yang berasal dari kraton Yogyakarta, termasuk Tombak Kyai Manggolo Murti dan Songsong Kyai Manggolo Dewo.

Perayaan dimulai dari rumah sesepuh Dusun Keceme dengan sebuah prosesi kirab pusaka. Acara kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan yang membawa hasil bumi, diiringi oleh alunan musik tetabuhan tradisional, dan dihiasi dengan kehadiran beberapa kelompok seni tradisional.

Prosesi upacara jamasan di Suroloyo | Sumber: warisanbudaya.kemdikbud.go.id
info gambar

Upacara adat Jamasan Pusaka di Suroloyo awalnya adalah perayaan untuk menyambut bulan Sura di Suroloyo, berkaitan dengan sejarah kerajaan Mataram Islam dan sosok Raden Mas Rangsang. Pada tahun 1949, Raden Mas Rangsang tiba di Suroloyo atas bisikan gaib yang mengarahkannya ke arah barat, di mana ia menerima ramalan menjadi Raja Mataram. Setelah beberapa waktu, ia menjadi Sultan Agung Hanyakrakusuma menggantikan ayahnya.

Masyarakat Dusun Keceme memperingati peristiwa ini dengan upacara pada tanggal 1 Sura setiap tahun, sebagai bentuk rasa syukur dan untuk melestarikan budaya nenek moyang. Hubungan spiritual dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat juga terjalin melalui pemberian pusaka Tombak Kyai Manggala Murti dan Songsong Kyai Manggala Dewa sebagai simbol perlindungan.

Sekolah Tamanan, Ruang Pendidikan Anak-anak Keraton Yogyakarta Sejak 1757

Namun, di balik keindahan dan kekayaan budayanya, Suroloyo juga menghadapi sejumlah permasalahan yang perlu segera ditangani. Salah satu permasalahan utama adalah kondisi lingkungan yang mulai terabaikan. Puncak Suroloyo seringkali dipenuhi dengan sampah berserakan dan coretan-coretan di dinding pendopo dan puncak, menurunkan kualitas estetika tempat tersebut.

Selain itu, kondisi arca Batara Guru yang rusak juga menjadi perhatian tersendiri, menandakan minimnya perhatian terhadap pelestarian Suroloyo. Kondisi fasilitas dan sarana prasarana yang minim juga menjadi kendala dalam pengembangan Puncak Suroloyo sebagai destinasi wisata budaya yang unggul.

Atap pendopo yang rusak, minimnya tempat duduk, serta tidak adanya toilet di puncak Suroloyo menurunkan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Kurangnya standarisasi pengelolaan juga menjadi hambatan dalam upaya meningkatkan kualitas layanan dan pengalaman wisata di tempat ini.

Dalam beberapa tahun terakhir, minat dan perhatian terhadap pelestarian warisan budaya di Suroloyo semakin menurun. Modernisasi dan perubahan gaya hidup turut mengancam keutuhan warisan budaya yang ada, meninggalkan tantangan yang kompleks dalam upaya menjaga kelestarian tempat tersebut.

Oleh karena itu, perlu adanya langkah konkret dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat setempat, dan pihak terkait lainnya, dalam menjaga, memelihara, dan mengembangkan warisan budaya di Suroloyo.

Dengan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa, diharapkan Suroloyo dapat kembali menjadi dikenal oleh Masyarakat luas akan warisan budayanya.

Jelajah Pasar Gede, Suatu Akulturasi Kolonial Belanda dengan Budaya Keraton Jawa Surakarta

Sumber:

  • Mendikbud Buka Pra Kongres kebudayaan Indonesia KE-3. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (n.d.). https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2018/11/mendikbud-buka-pra-kongres- kebudayaan-indonesia-ke3
  • Pencatatan. Warisan Budaya Takbenda | Beranda. (n.d.). https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=197
  • Puncak Suroloyo: Dinas Pariwisata Kulon Progo. Puncak Suroloyo | Dinas Pariwisata Kulon Progo. (n.d.). https://dinpar.kulonprogokab.go.id/puncak-suroloyo.html
  • Samigaluh - Mitos Puncak Suroloyo Merupakan Kahyangan indrakilo Tempat Para Dewa. Kapanewon Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. (n.d.). https://samigaluh.kulonprogokab.go.id/detil/609/mitos-puncak-suroloyo-merupakan- kahyangan-indrakilo-tempat-para-dewa

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NA
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini