Kisah Alun-Alun Blitar yang Pernah Jadi Tempat Rampogan Macan di Zaman Kolonial

Kisah Alun-Alun Blitar yang Pernah Jadi Tempat Rampogan Macan di Zaman Kolonial
info gambar utama

Alun-alun Blitar Jawa Timur menyimpan banyak cerita sejarah yang unik sekaligus mendebarkan di zaman kolonial Belanda. Pada masa itu Alun-alun itu menjadi tempat diselenggarakan tradisi rampogan macan.

Rampogan macan adalah sebuah tradisi yang menampilkan perkelahian antara manusia dengan macan atau harimau. Konon ritual rampogan macan inilah yang membuat populasi harimau jawa menyusut.

Pemerhati sejarah dan situs purbakala asli Blitar, Ferry Riyandi mengatakan tradisi rampogan macan mulai digelar di Blitar pada 1880. Tradisi yang digelar rutin pada hari ke tujuh usai Lebaran atau Lebaran Ketupat ini selalu dinanti-nanti warga.

Menilik Kisah Kesenian Reog Bulkiyo Blitar, Jawa Timur

Pada dokumen gambar memperlihatkan harimau dilepas dari kerangkengnya dan siap dijadikan kurban. Ada yang ditombak beramai-ramai. Bahkan ada manusia yang berani melawan seorang diri.

“Prajurit yang bisa mengalahkan harimau ini selain akan mendapatkan hadiah juga akan naik pangkat dan jabatannya,” jelas Ferry yang dimuat Detik.

Berawal dari keresahan warga

Dikatakan oleh Ferry, tradisi ini berawal dari keresahan warga Blitar Selatan akan serangan harimau yang memangsa ternak. Saat itu habitat harimau mulai terusik karena pembangunan pabrik gula di kawasan Gunung Betet Ladoyo.

“Padahal daerah itu merupakan habitat harimau jawa. Karena habitat harimau terusik, kemudian memangsa ternak warga,” kata Ferry.

Masjid Agung Blitar yang Berdiri Hampir Dua Abad, Saksi Terjangan Lahar Gunung Kelud

Pemerintah kemudian menggelar sayembara untuk mengatasi serangan harimau. Siapa yang bisa membunuh atau menangkap harimau, akan dibayar sebesar 10-50 gulden. Sehingga lambat laun menjadi tradisi rampogan macan.

Pada tahun 1887, sebanyak 8 ekor harimau sekaligus dibantai dalam satu waktu untuk memeriahkan pernikahan putra Bupati Blitar, RM Djojosoeparto. Begitulah, tradisi ini menjadi semacam hiburan warga.

Dilarang oleh Belanda

Tetapi pada 1910, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan bagi hewan mamalia dan burung liar. Sejak saat itu, rampogan macan pun sudah tak pernah lagi dilakukan oleh warga Kota Blitar.

Saat ini, Alun-alun Blitar telah dialihfungsikan menjadi tempat transit para pamong praja atau rakyat yang akan menghadap bupati. Selain itu, alun-alun Blitar juga menjadi tempat diselenggarakannya kegiatan yang diadakan oleh sang bupati.

Blitar Park, Taman Hiburan dengan 28 Wahana Atraksi di Jawa Timur

Tempat yang sarat sejarah tersebut telah mengedepankan sebuah ruang tata hijau yang biasanya digunakan untuk kegiatan masyarakat, seperti upacara, olahraga, area bermain dan lain-lain.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini