Kedaulatan Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan, ASEAN, China, dan Amerika Serikat

Kedaulatan Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan, ASEAN, China, dan Amerika Serikat
info gambar utama

Laut China Selatan (LCS) merupakan perairan strategis di Kawasan Asia Pasifik yang membentang antara daratan dan kepulauan Asia Timur-Selatan menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik. LCS dikelilingi oleh China Selatan, Taiwan, Filipina, Pulau Kalimantan, dan daratan Asia Tenggara.

Secara keseluruhan, negara-negara di Kawasan regional mengakui bahwa Laut China Selatan memiliki kepentingan strategis, baik dari segi geopolitik maupun geoekonomi. Sebab, Laut China Selatan menyimpan berbagai keuntungan sebagai berikut:

  1. Kawasan ini dikenal kaya dengan sumber daya alam yang sangat melimpah seperti minyak bumi dan gas bumi.
  2. Laut China Selatan adalah penghubung maritim utama antara samudra pasifik dan hindia, sehingga memiliki nilai perdagangan militer yang sangat besar.
  3. Laut China Selatan merupakan jalur perlintasan pelyaran kapal internasional, terutama kapal perdagangan.
  4. Cadangan minyak dan gas dalam jumlah besar yang belum dieksploitasi diyakini ada di dasar Laut China Selatan.
  5. Perairan ini dihuni terumbu karang terbesar di dunia, yang tentunya menjadi sumber ikan untuk bahan makanan populasi manusia yang terus bertambah.
Strategi Hedging dan Politik Bebas-Aktif Indonesia dalam Ketegangan Laut China Selatan

Akan tetapi, Laut China Selatan beberapa tahun terakhir menjadi sumber ketegangan antara China dan sejumlah negara lain yang sama-sama mengklaim hak kedaulatan atas wilayah ini. Di dalam UNCLOS 1982 sudah diatur bahwa setiap negara pantai berhak untuk melakukan klaim terhadap wilayah laut teritorial sejauh 12 mil laut, 24 mil laut zona tambahan dan juga 200 mil laut ZEE.

Sedangkan, China mengklaim wilayah Laut China Selatan berdasarkan nine dash line yang tentunya bertentangan dengan UNCLOS 1982 terkait hukum perairan.

China mengklaim lebih dari 95 persen laut china selatan dan mengandalkan Kawasan tersebut sebagai pemasok 85 persen impor minyak mentah. Klaim China sering kali bertentangan dengan klaim negara-negara tetangga seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Taiwan. Beberapa cara China dalam mengklaim Laut China Selatan, yaitu:

  1. China menempatkan pesawat pengebom di Kawasan LCS untuk ikut bagian dalam latihan militer.
  2. China mengklaim pulau-pulau kecil di Laut China Selatan dengan membangun sekitar 1.300 hektar lahan untuk menopang sebagian besar infrastruktur militer.
  3. Program reklamasi lahan China yang sangat agresif. Dalam satu dekade terakhir, China menghancurkan ribuan hektar terumbu karang di kepulauan untuk menciptakan pulau-pulau yang dimiliterasi dengan landasan pacu, pelabuhan, dan sistem radar.
  4. China mengerahkan ratusan penjaga pantai dan kapal-kapal lainnya di bagian penting laut ini.
  5. Mahkamah Agung Rakyat China mengeluarkan peraturan, yakni mereka bersumpah akan mengadili semua pihak asing yang ditemukan menangkap ikan di perairan yang disengketakan.
  6. China mengklaim Laut China Selatan dengan membangun terumbu karang dan pulau-pulau kecil untuk memperkuat klaim kepemilikan mereka.
Ancaman Konflik di Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia

Sedangkan claim states atas Laut China Selatan yang dilakukan oleh beberapa negara dilandasi dengan beberapa alasan sebagai berikut:

  1. China mengklaim Laut China Selatan berdasarkan histori dan dokumen yang tercatat pada Dinasti Han abad ke-2 SM.
  2. Vietnam menyatakan klaimnya atas kepulauan Spartly berdasarkan catatan sejarah, bahwa kepulauan ini ditemukan oleh awak kapal Vietnam pada tahun 1830.
  3. Filipina mengklaim kepulauan Sparty dengan pendaratan Ankatan Lautnya pada tahun 1950-an di pulau ini.
  4. Taiwan mengklaim kepulauan Sparty juga berdasarkan sejarah, di mana pada masa lalu mereka sudah menduduki kepulauan ini yang dikenal dengan Pulau Katab.
  5. Brunei Darussalam menuntut klaimnya berdasarkan sejarah kesultanan, di mana mereka menuntut suatu wilayah di Kepulauan Spartly, yaitu Louse Reef.
  6. Malaysia menuntut dua pulau dalam Kepulauan Spartly, yakni pulau Terumbu Layang-Layang dan Pulau Kecil Amboyina yang didasarkan kedua pulau tersebut yang sangat dekat dengan Malaysia.

Kepulauan Natuna yang merupakan kepulauan terluar Indonesia dan termasuk dalam ZEE merupakan wilayah kedaulatan Indonesia yang terkena dampak dari konflik Laut China Selatan. Indonesia terseret kasus ini dikarenakan pada tahun 2009, China mengklaim sebagian wilayah Laut Natuna Utara dalam nine dash line pada Laut Natuna Utara yang merupakan ZEE Indonesia.

Nelayan asing cukup sering mengambil ikan di Zona ekonomi eksklusif Indonesia di Laut Natuna Utara. Nelayan Indonesia merasa “Terusik dan terasing di laut sendiri” dikarenakan keterusiran dan keterasingan tersebut akibat kurangnya perlindungan dari aparat keamanan laut Indonesia terhadap nelayan di Laut Natuna Utara.

Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir Nelayan di kepulauan Natuna merasa lebih aman sejak kapal perang Indonesia ditambah dan melakukan patrol di wilayah tersebut. Untuk mengatasi permasalahan ini Indonesia melakukan upaya untuk mempertahankan wilayah Laut Natuna Utara, yaitu:

  1. Pada peta NKRI versi terbaru Indonesia mengubah Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara.
  2. Melakukan patrol maritime di Kawasan Laut Natuna Utara dengan kapal perang dan pesawat militer.
  3. Memberlakukan peraturan dan dasar hukum secara tegas dengan memberlakukan beberapa peraturan tentang illegal fishing.
  4. Kepulauan Natuna dikembangkan dengan melakukan pembagunana ekonomi dan sumber dayan manusia dengan mengajak nelayan dari luar pulau untuk berimigrasi ke pulau ini.
  5. Mengirim nota protes kepada Kedutaan Besar Cina dan PBB. Pada tahun 2016, 2019, dan 2020, Indonesia mengirimkan nota protes kepada Kedutaan Besar Cina yang ada di Indonesia terkait praktik Illegal, Unreported, and Unregulated (IUU) Fishing yang dilakukan oleh kapal nelayan China di Laut Natuna Utara.
Menlu: Kini ASEAN-China Miliki Teks Negosiasi Laut Cina Selatan

Konflik di Laut China Selatan ini tentunya memberikan dampak terhadap kedaulatan bangsa indonesia baik secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung berupa ketidaknyamanan nelayan Indonesia khususnya di sekitar Laut Natuna Utara untuk melakukan kegiatan sehari-hari sebagai nelayan.

Sedangkan secara tidak langsung adalah hubungan diplomatik antara negara indonesia dengan negara tetangga serta China akan mengalami hubungan yang tidak stabil. Sebab, beberapa faktor seperti China dapat lebih kuat untuk memenangkan konflik ini. Ada juga campur tangan dari negara lain seperti Amerika serikat akan menyebabkan konflik yang lebih kompleks lagi.

Referensi:

Amer, N., Ginting, G., Muhtar, M. H., Putri, V. S., Utama, L., Putu, N., & Meinarni, S. (2024). Diplomacy and International Law ASEAN’s Role in the South China Sea Conflict. INNOVATIVE: Journal Of Social Science Research, 4, 4343–4357.

Anwar, S., & Risdhianto, A. (2024). Agung Risdhianto INNOVATIVE. Journal Of Social Science Research, 4, 615–624.

Hizkia, J., Senewe, E. V. T., & Lengkong, N. L. (2024). KAJIAN HUKUM SENGKETA LAUT CHINA SELATAN BAGI INDONESIA PASCA KEPUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL TAHUN 2016 MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 1 (Vol. 13).

Rachmawati, D. P. (2024). Melampaui Garis Batas: Mengeksplorasi Kompleksitas Sengketa Maritim Antara Indonesia dan Cina di Laut Natuna. Pubmedia Social Sciences and Humanities, 2(1), 14. https://doi.org/10.47134/pssh.v2i1.225

REPRESENTASI UNCLOS DALAM SENGKETA LAUT CHINA SELATAN (DIFFA PRABANDANA/20180610114). (n.d.). https://www.researchgate.net/publication/357538795

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini