Tradisi Ngalak Air, Cara Masyarakat Kutai tak Lupakan Kampung Halaman

Tradisi Ngalak Air, Cara Masyarakat Kutai tak Lupakan Kampung Halaman
info gambar utama

Sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tidak dapat dipisahkan dari suatu daerah di hulu Sungai Mahakam, yaitu Jahitan Layar atau Tepian Batu. Meski kejayaan Kesultanan Kutai didapat setelah mereka berpindah ibu kota ke Tenggarong.

Dinukil dari Indonesia Kaya, meski sudah berpindah ibu kota, keluarga Kesultanan Kutai tetap menganggap Kutai Lama sebagai kampung halaman. Karena itulah, setiap kali sebelum pelaksanaan Erau, terdapat ritual yang disebut ngalak air.

Menengok Sejarah Kerajaan Kutai, Kerajaan Hindu Tertua di Indonesia

Dalam ritual ini, air dari Kutai Lama dibawa ke Keraton Kutai untuk digunakan dalam berbagai ritual sepanjang pelaksanaan Erau. Ritual ini juga mengandung pesan filosofis agar selalu mengingat asal muasal nenek moyang.

“Hal ini mempertahankan kearifan leluhur yang telah diwariskan,”

Menyusuri Sungai Mahakam

Ngalak air di Kutai Lama dilakukan satu atau dua tahun sebelum diselenggarakannya upacara mendirikan tiang ayu yang menandai dimulainya Erau. Masing-masing utusan dewa (wanita pengadi ritual) dan belian (pria pengabdi ritual) diberangkatkan ke Kutai Lama.

“Rombongan berangkat melalui jalur air menyusuri Sungai Mahakam, menggunakan speedboat.”

Bersama rombongan ini, disertakan kelengkapan ritual antara lain beras wija kuning, wijen hitam yang dicampur dupa, air tepung tawar, orang yang membara, kembang, dan beberapa butir telur.

Uniknya Muara Enggelam, Desa yang Berdiri di Atas Air

Berbagai kelengkapan tersebut digunakan untuk pelaksanaan ritual bersawai dan melaboh tigu (mempersembahkan telur) yang dimaksudkan sebagai permohonan izin/tuah serta pemberitahuan kepada penghuni alam gaib tentang pelaksanaan erau.

Ritual besawai dan melaboh tigu dilakukan di beberapa titik, yaitu di ujung utara Pulau Kumala, Loa Gagak (Loa Kulu), Pamerangan (Jembayan), Tepian Aji (Samarinda Seberang), dan Tepian Batu.

“Pada titik terakhir (Tepian Batu), kapal akan berputar sebanyak tiga kali sebelum dilakukannya bersawai dan melaboh Tigu.”

Dibawa ke Tenggarong

Setelah ritual selesai, perwakilan Kesultanan mengambil air dengan guci khusus. Air Kutai Lama ini dibawa kembali Tenggarong dan ditempatkan di dekat Tiang Ayu yang berada di Ruang Sitinggil, Keraton Kutai.

Setiap hari, isi dari guci ini akan ditambahkan dengan air Sungai Mahakam yang diambil dari dermaga di depan Museum Keraton melalui ritual mengundang air dan Ngalak Air tuli untuk selanjutnya digunakan dalam ritual-ritual Erau.

Museum Kayu Tuah Himba Tenggarong, Wisata Edukasi Alternatif di Kutai Kartanegara

“Bersama dengan ritual mengulur naga pada hari ke-6 pelaksanaan Erau, air dalam guci ini dikembalikan ke sumber asalnya di Kutai Lama.”

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini