Semangat #Kopdarbaik untuk Memerangi Stunting

Semangat #Kopdarbaik untuk Memerangi Stunting
info gambar utama

“Ada tiga alasan orang tidak mengkonsumsi makanan sehat. Pertama, memang tidak mampu membelinya. Kedua, tidak tahu dan ketiga tidak peduli. “

Demikian salah satu informasi penting yang disampaikan oleh Prof, Dr. Merryana Adrian, SKM, MKes. Dalam kesempatan #KopdarBaik, minggu 3 November di Orilla café and Resto di Bondowoso. Penjelasan prof. Merry di atas terkait 3 upaya untuk mencegah stunting yakni melalui perbaikan pola makan, pola asuh dan sanitasi.

Pada kesempatan itu pula aku baru ngeh, bahwa stunting bukan sekadar ditunjukkan oleh ukuran tubuh (tinggi badan) yang lebih mini daripada anak-anak lainnya. Profesor dari Universitas Airlangga Surabaya ini juga menjelaskan bahwa banyak gejala yang berupa tidak optimalnya pertumbuhan yang mengikuti. Misalnya saja perkembangan sel otak yang tak optimal sehingga mengurangi kemampuan untuk berfikir secara konseptual, kelak saat si anak makin besar. Penderita stunting juga memiliki mukosa sel epitel yang berbeda. Ini berhubungan dengan fungsinya untuk memakan kuman, sehingga penderita stunting biasanya menjadi rentan terhadap penyakit.

Perbaikan pola makan untuk pencegahan stunting salah satu hal pentingnya adalah pemberian ASI. Sedihnya aku saat Tim Penggerak PKK Kabupaten Bondowoso dalam kesempatan itu juga menyampaikan bahwa salah satu faktor tingginya prevalensi stunting di Bondowoso adalah karena rendahnya angka pemberian ASI eksklusif. Ini miris banget.

Kemarin aku membaca postingan seorang kawan yang dosen UNAIR. Di sana dia membeberkan data bahwa sekitar 30 persen dari penghasilan keluarga (keluarga muda) digunakan untuk membeli susu formula. See? Kita rugi secara ekonomi, rugi pula secara kesehatan. Kerugian terbesar bahkan adalah terancamnya kualitas generasi mendatang. Haduh….

Bagaimana dengan pola asuh ? Apa pula hubungannya dengan stunting. Kalau mengikuti pemamparan Prof. Merry juga Adhitya Putri seorang mom influencer dari Jakarta, pola asuh ini penting banget.

Pengetahuan orang tua akan bagaimana merawat mulai dari kehamilan, melahirkan dan punya bayi hingga 1000 hari pertama kehidupan itu ngefek banget. Bayangkan jika ketika menjadi orang tua, ternyata belum ngeh bagaimana merawat kehamilan, bagaimana pentingnya ng-ASI, bagaimana memberikan makanan pendamping ASI yang sehat, dll.

Padahal, lagi-lagi kondisi Bondowoso nih, angka pernikahan dini di Bondowoso termasuk tinggi lo. Jadi ini pe er banget bagi banyak pihak tampaknya.

Satu hal yang juga baru aku tahu dari acara tersebut. Prof Merry mengatakan, “anak-anak diupayakan jangan sampai sakit”.

Ini kontras….kontras banget sama pandangan awam termasuk aku selama ini bahwa namanya bayi, namanya balita, kalau dikit-dikit sakit, ya wajar. Ternyata menurut beliau justru diupayakan jangan. Kenapa? Saat sakit semua energi tubuh digunakan untuk berkonsentrasi pada penyembuhan. Akhirnya, aktivitas hormone pertumbuhan lah yang dikorbankan. Nah, jika kejadian sakit ini berlangsung terus berulang-ulang, bisa dibayangin kan akibatnya?

Itu juga sebabnya mengapa pencegahan stunting sangat erat kaitannya dengan perbaikan kondisi lingkungan dalam hal ini sanitasi. Banyak sekali penyakit terutama penyakit menular yang dapat mengancam kesehatan bayi dan balita dalam kondisi lingkungan yang kurang sehat seperti diare, Demam Berdarah, infeksi saluran pernafasan, dan masih banyak lainnya.

Maka, kualitas sanitasi dan ketersediaan air bersih menjadi faktor penting pula dalam pencegahan stunting. Lagi-lagi ini pekerjaan rumah besar bagi Bondowoso. Pekerjaan bersama bukan hanya pemerintah daerah, tetapi juga masyarakatnya, termasuk pers dan para blogger.

Aspek masyarakat tidak tahu, maka beritahulah dengan berbagai informasi, baik melalui media cetak, elektronik maupun digital, seperti blog ini.

Semoga kehadiran Good News From Indonesia (GNFI) di Bondowoso bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat untuk memerangi stunting.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini