Hoaks Lebih Kejam dari Pembunuhan

Hoaks Lebih Kejam dari Pembunuhan
info gambar utama

Judulnya terbaca hiperbola namun saya memutuskan tetap menggunakannya, sebab realitasnya begitu. Hoaks itu kejam dan mudah sekali memanipulasi orang.

Sebuah berita dari India tentang seseorang yang terbunuh karena hoaks yang disebarkan melalui aplikasi WhatsApp sebagai contohnya. Saat itu, marak diberitakan akan penculikan anak.

Seorang laki-laki yang baru datang dari kota dan kebetulan sedang membagikan coklat kepada beberapa anak menjadi korban penyerangan warga setempat hingga meninggal.

Dia dicurigai sebagai penculik anak sebab kebetulan saat pembagian coklat ada anak yang menangis. Tanpa bertanya, para warga pun main hakim sendiri sehingga mengakibatkan seseorang meninggal.

Bila kita mencari di mesin pencari dengan kata kunci 'hoaks', muncul berita yang cukup banyak membahas ini. Baik tentang jenis beritanya, para penulis dan penyebar hoaks yang tertangkap, bahkan hukum positif yang dikenakan (UU ITE).

Mengerikan kan melihat hoaks masuk ke setiap sudut kehidupan kita? Bahkan, dalam ruang privat seperti kamar tidur dan kamar mandi, sebab kita membawa serta gawai ke sana.

Hoaks seakan sudah bercampur dalam udara yang kita hirup, sehingga terkadang sulit bagi sebagian kita mengenali. Tetapi kita tidak boleh berputus asa menahbiskan diri melawan hoaks.

Jika hoaks masa lalu menyebar melalui percakapan antarorang alias menggosip, maka hoaks masa kini juga mengalami perkembangan.

Hoaks diciptakan, ditulis dan disebarkan melalui berbagai media, sehingga dampaknya lebih kentara dan cepat daripada melalui tukang sayur yang cakupannya paling luas ibu-ibu komplek perumahan.

“Cepat dibaca, mudah dibagikan, lalu boom!", itulah motto para pencipta hoaks.

Oleh karena berwujud tulisan, maka subyek pembuat hoaks namanya penulis. Nah, kalau mau jujur berarti masuk golongan kita yang mendaku diri sebagai penulis bukan?

Dilarang baper dulu ya. Itu masih golongan besarnya atau istilah matematikanya masuk ke dalam faktor persekutuan besar. Bila kita tidak ingin masuk dalam golongan penulis hoaks ini, maka perlu berstrategi sekaligus melawannya.

Berlaku bagi penulis pemula ataupun yang kampiun. hoaks diciptakan oleh penulis, sekaligus dilawan oleh penulis.

Penulis adalah seseorang yang paling relevan masuk ke dalam golongan pasukan anti-hoaks. Sejak Columbus belum menemukan Amerika, keberadaannya diakui dan penting.

Para penjelajah dulu selalu memasukkan juru tulis sebagai orang yang harus diikutsertakan dalam setiap ekspedisi mereka selain juru gambar dan penerjemah. Dari tangan juru tulislah, sejarah dibuat. Luar biasa, bukan ?

Jurus untuk kita tidak terjebak hoaks yang bisa dipelajari:

Berkepala dingin

Tidak masuk dalam golongan orang-orang baper. Artinya, bila membaca berita atau kabar apapun, jangan langsung bereaksi a.k.a esmossi. Kita harus belajar membedakan membaca berita, semengharukan apapun, dengan menonton drama Korea.

Bila kita akan menulis sesuatu, agar lebih yakin, tulislah pengetahuan atau informasi yang benar-benar kita tahu seluk beluk dan validitasnya.

Saring sebelum sharing

Apabila membaca berita yang menggetarkan namun kita ragu akan kebenaranya, kita bisa konfirmasi kebenarannya melalui cek fakta di sini

Terutama apabila berita itu hasil forward atau bahkan status seseorang di media sosial. Penting sekali ini, apalagi kalau akan menulis tanggapan mengenai berita tersebut dan followers kita banyak. Jangan membuat mereka tersesat dalam rimba hoaks.

Perbanyak sumber informasi

Memperbanyak bacaan terutama buku-buku bermutu apapun jenisnya. Jangan berhenti hanya di komik apalagi novel harlequin. Agar pandangan dan wawasan kita luas dan tidak mudah terpesona atau tertipu dengan berita-berita bombastis yang tersebar, terutama melalui media sosial.

4. Selalu ingat pepatah “jarimu harimaumu”

Era digital dan post-truth ini membawa tantangan tersendiri bagi kita para pengguna media. Dunia dalam genggaman dan hanya dengan satu telunjuk, klik, sebuah berita akan cepat menyebar ke mana-mana, bahkan ke ruang privat kita seperti kamar tidur atau toilet.

Entah itu berita baik, buruk, benar, fakta, bahkan hoaks. Sebelum klik, lebih baik menghela nafas dan jeda dulu. Berhati-hati lebih bijaksana apalagi bila ada tulisan mohon disebarkan atau viralkan sebab besar kemungkinan mengandung hoaks.

Oh iya, yang viral itu juga belum tentu sebuah kebenaran, bisa jadi hanya sensasi belaka.

Demikian jurus yang bisa dipelajari bersama agar kita tidak masuk ke dalam golongan penulis dan penyebar hoaks. Bagaimanapun, mungkin ada saat kita pun harus bertanggungjawab dengan yang ditulis. Demikian terima kasih dan semoga bermanfaat.


Catatan kaki: Liputan6 | Detik

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

EW
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini