Cerita dari Mesir: Ternyata, Indonesia Lebih Rapi dan Bersih dari Kairo

Cerita dari Mesir: Ternyata, Indonesia Lebih Rapi dan Bersih dari Kairo
info gambar utama

Dari atas udara kelihatan kota Kairo itu terletak di padang pasir dengan bentuk bangunan yang serba kotak atau kubus bentuknya, dengan warna hampir semuanya coklat!

Gedung-gedung Kairo berwarna coklat, karena debu, dust storm, dan kota jarang ada pohon atau taman, Gedung berbalut debu seperti kue putri mandi yang berbalut bubuk gula pasir warna putih, tapi gedung itu berbalut debu coklat.

Kalau gedungnya bercat biru atau kuning ya percuma. Saya tanya apa itu pendapat para ahli bangunan, Iqbal yang menjemput kami mengatakan bahwa itu pendapat umum masyarakat. Jadinya situasi kota kairo seperti di film-film Hollywood yang menggambarkan sebuah kota kacau balau dipenuhi debu akibat perang nuklir atau diserang alien dari luar angkasa.

Saya mencari second opinion dari seorang petugas hotel dengan menanyakan hal yang sama, kenapa warna coklat mendominasi hampir semua gedung-gedung. Orang itu menjawab bahwa sejak zaman dulu, sampai zamannya Salahuddin Al Ayubi, warna coklat itu yang dominan, dan padang pasir mempengaruhi orang Arab memberi warna gedungnya seperti pasir.

BACA JUGA: Cerita dari Mesir: Di Pesawat, Ungkap Sejarah Indonesia yang Hebat

Beberapa gedung–gedung tinggi sebenarnya juga nampak di pusat kota Kairo, seperti hotel-hotel internasional berbintang. Warnanya juga tidak selalu coklat, tapi itu hanya beberapa saja, selebihnya hampir di semua sudut kota ya warna coklat itu yang dominan.

Ada orang Mesir yang memberikan informasi bahwa Presiden Mesir, Abdel Fattah El Sissi, meminta masyarakat untuk mengecat gedung nya dengan warna yang beragam, dan cat nya di siapkan gratis oleh pemerintah.

Mungkin karena pernah dijajah Prancis, maka struktur lokasi gedung-gedung yang ada di pusat kota, contohnya di sekitar Tahrir Square seperti yang ada di kota Paris, mirip yang ada di sekitar Arc de Triumph. Hanya saja di Kairo terkesan kotor, karena di trotoar terlihat sampah dan botol-botol plastik berserakan.

Lagian pedestrian atau trotoar lantainya sudah tua sepertinya tahun 1950-an, sampai–sampai dalam hati saya bergumam “Kalau Bu Risma Wali Kota Surabaya menjadi Gubernur di Kairo, mungkin lantai trotoarnya sudah diganti dengan tegel baru yang berwarna-warni.”

BACA JUGA: Cerita dari Mesir: Bicara Keras Tanpa Dendam

Jarang terlihat pepohonan atau taman yang hijau, badan jalan juga tidak ditanami tanaman. Hanya saja daerah di sekitar sungai Nil yang nampak hijau dengan rerumputan dan pohon-pohon besar. Di kawasan elite banyak kantor Kedutaan Besar juga banyak pohon yang asri.

Di lapangan Tahrir (Tahrir Square) juga ada rerumputan hijau, seperti rumput padang golf, tapi dik Hudi – mahasiswa Al-Azhar University dari Riau yang mengantar saya mengatakan, “Itu rumut sintetis, Pak”, dan betul setelah saya pegang, memang dari plastik! Saya jadinya ingat beberapa kota besar di Indonesia kebersihannya masih lebih baik.

Ahmad Cholis Hamzah (kanan) di KBRI Kairo | Foto: Dok. Penulis
info gambar

Hal yang menarik lainnya adalah cara mengemudi mobil di Kairo persis seperti video atau film kejar-kejaran antara anggota polisi LAPD (Los Angeles Police Department) dengan bajingan. Mobil berjalan kencang seperti dalam balapan, lalu tiba-tiba mengerem karena ada mobil di depannya, lalu menghindar dan tancap gas lagi, tiba-tiba ada mobil lain menghadang dengan memasukan hidung mobilnya terlebih dahulu, sehingga terjadi gridlock.

Itu tidak dilakukan satu mobil tapi semua kendaraan termasuk truk besar! “Ya begitu pak cara orang berkendaraan di Kairo” kata Iqbal alumni Al-Azhar yang menemani kami ke mana-mana yang juga nyetirnya seperti itu.

Saya yang duduk di kursi depan mobil rasanya seperti anak kecil yang lagi main game balapan mobil/racing di sebuah PlayStation! Tegang. Iqbal pernah bercerita dimarahi banyak orang di Tanah Air, karena waktu pulang dia mengemudi mobil seperti di Kairo.

BACA JUGA: Maafkan Penjajahan, Tapi Jangan Dilupakan

Yang membuat tegang lagi adalah melihat cara orang-orang Kairo menyeberang jalan. Orang-orang yang dimaksud tidak hanya rakyat jelata, tapi juga orang-orang middle class, berjas dan berdasi, ibu-ibu dan wanita-wanita cantik.

Mereka menyeberang dengan enaknya kadang tanpa menoleh kanan kiri, bahkan sambil menggunakan ponsel di tengah jalan yang penuh dengan mobil–mobil mewah, angkot, sepeda motor, dan bemo berkecepatan tinggi.

Memang tidak nampak jalan-jalan penyeberangan. Jadinya saya bisa menyaksikan mobil kami mengerem mendadak, karena ada satu atau tiga orang menyeberang. Nggak sampai 20 meter ada lagi kejadian serupa, berikutnya ada lagi. Uh... saya yang duduk di kursi depan mobil sering berteriak.

Astaghfirullah…..!

”Waduuuh….!!”

Bagaimana tidak? Hidung mobil hanya berjarak satu kepalan tangan dengan penyeberang. Belum lagi semua, semuuaaaa pengendara sepeda motor tidak ada yang mengenakan helm, tak terkecuali polisinya.

Pemandangan yang tak kalah menariknya di suasana Kairo adalah cara orang memanggil temannya dari jauh. Tidak memanggil misalnya, “Hey Ahmad…!” tapi mulutnya hanya mengeluarkan suara desis seperti suara ular. "Ssssst... ssssst!"

Saya tanya Iqbal, apa memang seperti itu? Dia jawab, iya tapi kalau yang dipanggil dengan suara desis tidak menoleh, baru mereka berteriak “Ahmaaaaaad..!!!”

Memang lain tempat lain budayanya.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Terima kasih telah membaca sampai di sini