Cara Tumbuhkan Pola Pikir Anak Muda untuk Berbahasa Indonesia

Cara Tumbuhkan Pola Pikir Anak Muda untuk Berbahasa Indonesia
info gambar utama

Berkomunikasi adalah cara manusia untuk menjalin relasi sosial dengan manusia lainnya, menggunakan ragam bahasa yang dapat dipahami satu sama lain agar komunikasi dapat terjalin dengan baik.

Di Indonesia sendiri, ada beragam bahasa untuk berkomunikasi mengingat banyaknya suku di Indonesia yang memiliki bahasa daerahnya sendiri. Meskipun bahasa persatuan Indonesia adalah bahasa Indonesia, namun Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki bahasa daerah terbanyak di dunia dan tersebar dari sabang sampai Merauke. Setidaknya ada kurang lebih 718 bahasa daerah di Indonesia.

Ada fakta mencengangkan yang terjadi terkait bahasa. Pada 21 Februari 2009, UNESCO merilis sekitar 2.500 bahasa di dunia, termasuk lebih dari 100 bahasa daerah di Indonesia saat ini terancam punah. Hal tersebut tentunya membuat kita bertanya apa penyebabnya? Jika bahasa daerah di Indonesia ini punah, itu berarti mematikan kekayaan batin kelompok etnis pengguna bahasa dan lenyapnya aset budaya.

Kita sebagai anak bangsa, khususnya anak muda tentunya perlu untuk ikut serta dalam melestarikannya. Sayangnya, banyak yang tidak paham akan makna berbahasa Indonesia maupun daerah. Kebanyakan dari mereka justru mencampurkan berbagai bahasa dalam komunikasi, seperti memadukan bahasa Indonesia dengan bahasa asing yang mungkin akan dianggap “keren” di kalangannya.

Menurut Ganjar Harimansyah selaku Peneliti Kepala Bidang Perlindungan Bahasa dan Sastra, memahami bahasa adalah memahami kekayaan batin manusia dan merajut hasil komunikasi. Baginya, bahasa tidak sekadar alat komunikasi atau kumpulan kata. Bahasa adalah hasil refleksi pemikiran dan pengetahuan.

“Bahasa dalam masyarakat Indonesia itu mencerminkan keberagaman pola pikir, pola hidup, dan pola nilai etnisitas masyarakat Indonesia,” ujar Ganjar Harimansyah saat sesi pertamanya dalam acara Good Talk Offline Session bertajuk “Bahasa, Kita Jaga atau Hilang” pada Rabu (28/02) lalu di Uptown Serviced Offline, Mega Kuningan, Jakarta Selatan.

Sesi Tanya Jawab Good Talk Offline Session | Foto: GNFI
info gambar

Selain itu, Ganjar juga menuturkan bahwa setidaknya ada 90 bahasa yang dipetakan vitalitasnya oleh statistik kegiatan pelindungan bahasa dan sastra yang dilaksanakan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tahun 2011—2019 terdiri atas pemetaan, kajian vitalitas, konservasi, revitalisasi, hingga registrasi bahasa dan sastra.

Seperti yang sudah dikatakan di atas, dari 718 bahasa daerah yang telah didokumentasikan dan dipetakan, baru 90 bahasa yang telah dipetakan vitalitasnya, yakni dengan data bahwa 23 bahasa aman, 20 bahasa rentan, 7 bahasa mengalami kemunduran, 24 bahasa terancam punah, 5 bahasa kritis, dan 11 bahasa punah.

Lantas, bagaimana sikap kita khususnya anak muda untuk dapat ikut serta melestarikan, dan menumbuhkan pola pikir agar terus menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah dalam setiap kegiatan?

Pola pikir yang ada susah untuk diubah, tapi jika mau, pola pikir dapat ditumbuhkan dengan ketekunan dan tujuan yang tepat. Seperti halnya dalam berbahasa.

Masih dengan narasumber yang sama, Ganjar Harimansyah berpendapat bahwa mengubah pola pikir anak muda adalah tantangan yang berat. Hal tersebut lantaran Indonesia terdiri dari ribuan suku bangsa yang ditanggung satu negara yaitu Indonesia.

“Kita harusnya bangga, bahasa Indonesia itu bisa menyatukan ratusan bahasa tanpa pernah ada konflik. Dalam sejarah tidak ada bahasa Indonesia menjadi konflik karena sebagai bahasa nasional,” tutur Ganjar.

Ganjar juga menambahkan bahwa untuk menumbuhkan pola pikir menggunakan bahasa Indonesia maupun daerah ialah dengan membiasakan diri dan tidak ragu untuk selalu menggunakan bahasa dari daerah masing-masing.

Berbeda dengan Ganjar, Ivan Lanin yang dikenal sebagai Wikipediawan Pencinta Bahasa Indonesia memberanikan diri bercerita bagaimana Ivan dapat menjadi seperti sekarang, mencintai bahasa Indonesia.

Berangkat dari pengalaman, pada tahun 2006, Ivan menguasai bahasa asing dan justru sebaliknya dalam hal berbahasa Indonesia. Sampai akhirnya Ivan tersadar bahwa sebagai anak bangsa, Ivan sendiri tidak memahami bahasa negaranya.

Ivan Lanin saat memberikan materi di Good Talk (28/02/2020) | Foto: GNFI
info gambar

Akhirnya, Ivan pun berjuang untuk dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar dengan melakukan lebih banyak komunikasi secara lisan daripada tulisan dengan lingkungan sekitarnya. Meskipun masih mencampur bahasa yang digunakan, Ivan menganggap itu suatu hal yang wajar dalam proses belajar.

“Yang dibutuhkan itu ada tiga hal, yakni kesadaran, pengetahuan agar tahu istilah yang ada di bahasa Indonesia, dan tentunya kedisiplinan,” jelas Ivan.

Senada dengan Ivan yang menganggap bahwa mencampur bahasa adalah hal yang wajar, bagi Mira Zakaria selaku Direktur Eksekutif Komunitas Polyglot Indonesia mengatakan bahwa mencampur bahasa karena kebiasaan bukanlah untuk “gaya”. Hal tersebut merupakan hal yang wajar tergantung pula bagaimana lingkungan yang ada.

“Anak muda sekarang mencampur bahasanya bisa jadi karena memang kemampuan bahasa yang kurang. Jadi yang harus ditanamkan adalah memiliki motivasi untuk selalu menggunakan bahasa Indonesia, dan konsistenlah. Mulai dari diri sendiri,” ujar Mira.

Kini, hal yang harus kita upayakan untuk tumbuhkan pola pikir berbahasa menurut Ivan ialah utamakan bahasa Indonesia karena itu adalah bahasa utama kita, lestarikan bahasa daerah dengan cara dipakai, kuasai bahasa asing karena jika tidak yang terjadi adalah mereka menerjemahkan indonesia.

“Semangat bahwa kita punya identitas nasional bahasa Indonesia. Karena itu mencerminkan kebinekaan bahasa Indonesia. Indonesia dapat menyatukan banyaknya daerah menjadi satu bahasa,” imbuhnya sebagai penutup Good Talk Offline Session.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini