Belajar Menjaga Ketersediaan Pangan dari Orang Marapu

Belajar Menjaga Ketersediaan Pangan dari Orang Marapu
info gambar utama

Salah satu ancaman pasca pandemi Covid-19 adalah terjadinya krisis pangan. Hal tersebut sudah diingatkan oleh organisasi pangan dunia (FAO) agar seluruh negara menyiapkan langkah antisipatif.

Di Indonesia, Kementerian Pertanian (Kementan) mengajak masyarakat untuk menanam padi dan jagung secara serentak. Selain itu juga menganjurkan masyarakat untuk membuat lumbung padi berskala lokal, mulai dari provinsi, kota/kabupaten, hingga ketingkat desa. Tujuannya hanya satu, menjaga supaya ketersediaan pangan selalu ada.

Selain mengikuti berbagai anjuran pemerintah terkait langkah antisipatif tersebut. Sepertinya kita juga perlu menengok cara masyarakat adat dalam mengantisipasi adanya kemungkinann kelangkaan pangan.

Melalui kearifan lokal yang mereka punya, masyarakat adat selalu menjaga ketersediaan pangan di tempat tinggal mereka, bahkan tanpa adanya krisis akibat pandemi Covid-19 ini. Dari situ, sepertinya kita bisa belajar berbagai kearifan lokal yang mereka punya agar tetap bisa bertahan walau dalam situasi sulit.

Salah satu masyarakat adat yang memiliki cara bijak dalam menjaga ketersediaan pangan di tempat mereka adalah masyarakat Marapu. Masyarakat Marapu tinggal di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.

Marapu bukan hanya merupakan sebuah kepercayaan lokal. Akan tetapi nafas dari berbagai aspek kehidupan masyarakat Sumba sejak generasi-generasi sebelumnya. Kekuatan utama Marapu sesungguhnya berasal dari keterpaduan unsur kehidupan, yaitu Tuhan, alam, dan manusia.

Dalam Webinar Peduli bertajuk ''Belajar Kemandirian Sosial dari Masyarakat Adat dan Kepercayaan Lokal'' yang diselenggerakan oleh Yayasan Satu Nama pada (30/4/2020) lalu. Salah satu narasumbernya, Pater Mike Keraf dari Yayasan Pengembangan Kemanusiaan Donders, menuturkan kisah tersebut.

Tuhan, Alam, dan Sesama Manusia

Tema yang berkaitan dengan masyarakat adat dan kepercayaan lokal, perlu lebih banyak diangkat. Hal itu merupakan salah satu upaya untuk menginspirasi banyak masyarakat lainnya.

Dengan mengangkat tema-tema tentang bagaimana cara masyarakat lokal menjalani kehidupannya dengan penuh kemandirian, harapannya, langkah tersebut bisa menjadi alternatif bagi masyarakat lain yang tinggal di lingkungan berbeda-beda.

Konsep kemandirian seperti itu, sangat kuat terdapat di masyarakat adat. Mekanisme sosial maupun budaya yang ada di masyarakat adat sangat mendukung konsep tersebut. Perlu adanya dorongan agar konsep-konsep semacam itu dapat selalu terjaga dalam kondisi saat ini.

Dalam webinar itu, Pater Mike memulai penjelasannya dari konsep Umah atau rumah dalam perspektif orang Sumba. Umah yang sejatinya merupakan sebuah bangunan fisik, tidak dibangun secara sembarangan oleh para penganut Marapu.

Rumah adat Sumba | Google Image/Wikipedia
info gambar

Ketika membangun rumah, para penganut Marapu memertimbangkan beberapa unsur yang saling berhubungan yaitu, Tuhan, manusia, serta alam.

Pater menjelaskannya secara lebih detil dengan membagi elemen-elemen ini dalam beberapa bagian, yaitu Wujud Tertinggi, Marapu atau leluhur suci, alam semesta, sesama, dan diri sendiri.

''Untuk berhubungan dengan Wujud Tertinggi, kita membutuhkan perantara-perantara suci. Bagi orang-orang Sumba, perantara suci yang pertama adalah para leluhur yang memahami segala kebutuhan mereka,'' tuturnya.

Karena itu, ketika sebuah umah hendak dibangun, keterlibatan para leluhur menjadi tidak terelakkan. Tujuannya adalah untuk menyampaikan doa dan permohonan agar dalam proses pembangunan umah tersebut dapat berjalan lancar dan sesuai dengan arahan para leluhur.

Bagi orang Sumba, sebuah rumah bukan hanya sekedar bangunan untuk tinggal tetapi merupakan suatu sarana hidup yang fundamental secara jasmaniah juga rohaniah. ''Keselarasan, harmoni, ini menjadi hal-hal yang selalu dihitung dengan cermat ketika orang mau membangun rumah,’’ ujar Pater seperti dikutip dalam Satunama.org.

Sambil menjelaskan tentang tata cara membangun rumah. Ia juga menerangkan beberapa hal filosofis tentang umah orang Sumba. Misalnya, ada pintu yang berhubungan dengan permohonan kepada Yang Maha Kuasa.

Kemudian, ada pintu yang berkaitan dengan kemakmuran. Selain itu, juga ada lumbung suci yang digunakan untuk menyimpan padi sebagai sumber pangan maupun untuk persembahan dalam berbagai ritual.

Sementara di luar rumah, orang Sumba memiliki kebun yang menjadi tempat mereka bekerja. Adat yang berlaku dalam mengelola kebun juga tidak lepas dari berbagai pertimbangan yang terkait dengan Tuhan, alam, dan sesama manusia.

''Orang Sumba sangat menghormati setiap benih yang ditanam. Baik itu padi, jagung atau apapun. Pengelolaannya berdasarkan pada interkorelasi mereka dengan elemen-elemen di seluruh alam, keterkaitan antar subyek,'' jelasnya.

Di saat seseorang ingin membuka lahan kebun baru, misalnya, ia terikat dengan berbagai prinsip yang berlaku dalam kepercayaan Marapu. Mereka tidak bisa sembarangan menebang pohon, membakar hutan, dan sebagainya. ''Ada ritualnya, ada doanya, dan ada caranya,'' kata Pater.

Begitu pula dengan hutan. Di Sumba ada hutan yang disebut sebagai hutan keramat atau hutan suci. Hutan itu merupakan tempat yang disucikan dan kelestariannya dijaga dengan baik. Jika ada tindakan pembalakan liar atau peracunan tanah di hutan itu, warga akan langsung bertindak mencari solusi untuk mensucikan kembali hutan tersebut.

Orang Marapu yang selalu hidup harmonis dengan alam dan bertahan hidup dengan hasil alam, baik dari hutan maupun dari laut | Google Image/bali.bisnis.com
info gambar

Akrab dengan Hutan dan Laut

Hutan-hutan yang dijaga kelestariannya itu menjadi semacam lumbung alam. Jika mereka kehabisan bahan pangan. Mereka bisa ke hutan itu, lalu meminta izin kepada suku yang menjaganya. ''Kemudian bisa mengambil apa yang menjadi kebutuhan mereka secukupnya,’’ ungkap Pater.

Selain hutan, masyarakat Sumba juga akrab dengan laut. Mereka sudah lama memiliki keterikatan dengan laut dan pantai. Hampir seluruh suku di Sumba mempunyai narasi-narasi suci tentang ikan, pantai, muara, serta berbagai hal tentang laut.

Keterikatan mereka dengan laut dan pantai digambarkan dengan banyaknya narasi-narasi suci yang berkembang di kalangan masyarakat mereka. Tujuan dari narasi-narasi suci itu, agar ikan dan binatang laut lainnya tidak ditangkap atau dibunuh sembarangan. ''Hal ini juga berlaku untuk binatang-binatang yang ada di darat,'' ujar pater.

Landasan filosofis dari cara masyarakat Sumba pengeramatan-pengeramatan itu adalah keyakinan akan adanya ikatan setiap elemen bumi dengan Yang Maha Kuasa, sehingga manusia harus merawatnya dengan baik.

Mensucikan Makanan dan Minuman

marapu sumba
info gambar

Karena memperlakukan alamnya dengan cara yang suci, maka orang Sumba juga memandang semua makanan dan minuman adalah hal-hal yang suci dan perlu dihormati.

Menurut Pater, di antara makanan dan minuman yang suci tersebut, ada satu yang paling bernilai, yaitu padi. Bagi masyarakat Sumba, padi merupakan fondasi untuk kemandirian pangan. Karenanya, mereka sangat menjaga padi.

Di sana, padi tidak boleh dibiarkan berceceran juga tidak boleh dibuang sembarangan. Sebagai makanan yang disucikan, padi dipersembahkan kepada Yang Maha Kuasa. Setelah itu, dibagikan kepada anggota keluarga dan masyarakat sekitar.

''Dengan filosofi ini mereka membangun kemandirian pangan. Ini yang kami sebut dengan narasi kemandirian pangan yang harus terus dijaga,'' paparnya.

Pada saat kondisi dunia sedang diancam krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Lewat nilai-nilai yang sudah mengakar dalam adat dan tradisi mereka, masyarakat Sumba sudah terbiasa saling bahu-membahu untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.

“Solidaritas di kampung-kampung sangat kuat. Memanen bersama, berbagi kepada sesama itu sudah sangat kuat dan menjadi kebiasaan mereka sejak lama.” pungkas Pater.

Bila menilik kondisi saat ini, nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat Sumba Marapu. Rasanya bisa dijadikan teladan agar kita tetap bisa bertahan meski dalam kondisi sulit seperti sekarang ini.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini