Soal Penghapusan BBM Pertalite dan Premium, Ini Tahapannya

Soal Penghapusan BBM Pertalite dan Premium, Ini Tahapannya
info gambar utama

Kawan GNFI, PT Pertamina (Persero) dikabarkan akan bersiap menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) berjenis research octane number (RON) 88 atau bensin Premium dan RON 90 (Pertalite).

Dalam paparan untuk DPR RI, muncul tiga tahap yang mulai disiapkan, meski belum merincikan soal kapan waktunya. Yang pasti, tahapan-tahapan itu akan berupa ajakan atau edukasi untuk menggunakan bahan bakar yang lebih berkualitas.

Misalnya, bagi pengguna BBM Premium akan diedukasi untuk menggunakan BBM Ron 90 ke atas. Kemudian akan dilanjutkan dengan mengurangi stok bensin Premium dan Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Hingga pada tahapan akhir, Pertamina hanya akan menjual bensin dengan RON 91/92 (Pertamax), dan RON 95 (Pertamax Turbo).

Soal tahapan-tahapan tadi, semuanya merujuk pada Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih.

Dalam beleid itu, pemerintah menetapkan BBM tipe euro-4 atau setara BBM oktan 91 ke atas mulai tahun 2019 secara bertahap hingga 2021. Sementara upaya untuk menggerus BBM euro-2 (oktan 91 ke bawah) seperti Premium dan Pertalite bakal terus dilakukan.

Pengguna yang semakin meningkat

Merujuk data Pertamina, penggunaan BBM jenis Premium dan Pertalite menunjukkan peningkatan saban tahunnya ketimbang BBM beroktan tinggi (Pertamax/Pertamax Turbo).

Pada dua tahun terakhir misalnya.

Penggunaan BBM kategori bensin

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan mengenai filosofi penyederhanaan produk yang disesuaikan dengan regulasi pemerintah dan kesepakatan dunia tentang lingkungan.

Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa seluruh negara harus berupaya menjaga ambang batas emisi karbon dan polusi udara dengan standar BBM minimal RON 91.

''Jadi sesuai ketentuan itu, Pertamina akan memprioritaskan produk-produk yang ramah lingkungan. Apalagi tentu juga kita telah merasakan di masa PSBB langit lebih biru dan udara lebih baik. Untuk itu, kita akan teruskan program yang mendorong masyarakat untuk menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan mendorong produk yang lebih bagus,'' katanya, dalam Koran BUMN.

Meski begitu, hingga saat ini Pertamina masih menyediakan dan menyalurkan bensin Premium dan Pertalite sebagaimana penugasan Pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

''Saat ini, sesuai ketentuan yang ada, Pertamina masih menyalurkan Premium di SPBU,'' terang Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina.

Biang kerok polusi

Tak bisa dimungkiri jika tingginya penggunaan BBM yang tidak ramah lingkungan dan tidak memenuhi standar Euro-4 menjadi pemicu utama polusi di Jakarta dan kota-kota besar lainnya.

Di DKI saja, saat ini tak kurang dari 13 juta unit sepeda motor dan lebih dari enam juta unit roda empat yang dimiliki warga Jakarta. Saban harinya, tak kurang 25 juta perjalanan melintasi kota Jakarta.

Atas hal itulah polusi di Jakarta dan kota besar lain akan tetap buruk jika mayoritas kendaraan itu masih menggunakan jenis BBM berkualitas rendah.

Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai langkah pemerintah dengan mendorong program langit biru, yakni mendorong BBM ramah lingkungan, mesti mendapat dukungan dari semua pihak.

Caranya, dengan dengan mengurangi distribusi dan penjualan jenis BBM yang tidak ramah lingkungan, terutama BBM Premium.

Peniadaan BBM premium atau jenis BBM lain yang tidak ramah lingkungan, bukan saja sangat penting untuk mengurangi tingginya polusi di kota-kota besar di Indonsia, tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat.

“Selain kebijakan pemerintah pusat, saya kira pemerintah daerah pun bisa meminta kepada Pertamina untuk tidak menyalurkan Premium ke wilayah mereka, jika memang masyarakatnya siap untuk tidak menggunakan Premium,'' jelas dia dalam Indopos, Rabu (1/7/2020).

Meski begitu, ia tetap mengingatkan bahwa ada beban yang harus ditanggung oleh pemerintah soal dana kompensasi yang saat ini diperuntukkan untuk BBM jenis Premium.

Menunggu komitmen pemerintah dan masyarakat

Sementara Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, sependapat dengan Mamit yang menilai penggunaan BBM beroktan rendah berkontribusi terhadap polusi di Jakarta.

''Pengurangan emisi karbon antara 29-40 persen akan sulit tercapai jika masyarakat masih dominan menggunakan BBM yang tidak ramah lingkungan,'' tandasnya, menukil JPNN.

Ia menyebut, pemerintah pusat sebenarnya telah menetapkan BBM jenis Premium hanya berlaku di luar Pulau Jawa. Namun kenyataannya di lapangan tak sejalan dengan penetapan tersebut.

''Tinggal komitmen saja pelaksanaannya bagaimana,'' tegasnya.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Mustafa Iman lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Mustafa Iman.

Terima kasih telah membaca sampai di sini