Pembangunan Kawasan Gua Batu Cermin Labuan Bajo, Kini Andalkan Masyarakat Lokal

Pembangunan Kawasan Gua Batu Cermin Labuan Bajo, Kini Andalkan Masyarakat Lokal
info gambar utama

Destinasi wisata di Nusa Tenggara Timur tidak semata-mata hanya terdiri dari Pulau Komodo atau titik utama Labuan Bajo. Nyatanya sekitar enam kilometer dari Labuan Bajo, terdapat salah satu objek alam yang sejak lama telah menyita perhatian wisatawan dan mendatangkan potensi ekonomi meski baru dikelola secara sederhana, yaitu Gua Batu Cermin.

Berlokasi di bukit batu pada kawasan Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, NTT dan memiliki luas sekira 19 hektar dan tinggi 75 meter, penamaan gua batu cermin sendiri merujuk pada lanskap sinar matahari yang masuk ke gua melalui dinding-dindingnya, dan memantulkan cahaya sehingga terefleksi ke areal lain dalam gua sehingga terlihat seperti cermin.

Tak dimungkiri jika dulunya, gua batu cermin masih menjadi destinasi wisata alam dengan sistem pengelolaan yang serba terbatas, bahkan cenderung kurang terawat. Mengutip penggambaran dari Lokadata di tahun 2018 lalu, pada kisaran tahun tersebut para wisatawan yang ingin berkunjung bahkan harus terlebih dulu melakukan tahap semi-trekking untuk bisa sampai ke titik utama destinasi.

Kala itu, baru sebatas harapan baik dari pihak masyarakat sekitar maupun wisatawan yang berkunjung, agar akses maupun pengelolaan di kawasan gua batu cermin dapat dikembangkan dengan lebih baik.

Dua tahun berselang, akhirnya harapan tersebut tumbuh menjadi kenyataan. Seiring dengan semakin digencarkannya program Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), di mana kawasan gua batu cermin masuk ke dalamnya, mulai tahun 2020 proyek pembangunan bukan lagi hanya dilakukan oleh Dinas Pariwisata Manggarai Barat, melainkan langsung oleh pihak Kementerian PUPR.

Puncak Waringin dan Gua Batu Cermin, Dua Destinasi Andalan Labuan Bajo

Pengembangan dengan sistem padat karya tunai

Akses gua batu cermin
info gambar

Tidak semata-mata melakukan pembangunan yang berorientasi pada hasil akhir, dan biasanya memiliki proses yang mengandalkan industri alat berat. Pengembangan kawasan gua batu cermin justru mengedepankan sistem padat karya tunai, beberapa pihak bahkan memandangnya sebagai proyek modern yang dibangun dengan semangat ketukangan dan pengrajin lokal.

Pengembangan kawasan gua batu cermin dilakukan secara menyeluruh dimulai dari area masuk kawasan di bagian bawah, yang memiliki luas sekitar 29 ribu meter persegi. Lokasi yang dulunya hanya berupa pintu masuk sederhana tersebut kini telah dibangun sejumlah fasilitas pendukung berupa auditorium, amfiteater, rumah budaya untuk mendukung kegiatan seni dan budaya lokal, kantor pengelola, loket, kafetaria, pusat informasi, toilet, dan area parkir yang terhubung langsung dengan jalur trekking menuju pusat lokasi gua itu sendiri.

Lebih lanjut, jalur trekking tersebut yang nyatanya melibatkan sebanyak kurang lebih 90 warga lokal dengan sistem padat karya tunai selama proses penggarapannya. Dalam artian, warga yang terlibat dan bekerja langsung mendapatkan upah secara tunai baik dalam kurun waktu harian maupun mingguan, sehingga dapat memperkuat daya beli, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan mereka sendiri.

Adapun pengerjaan yang dilakukan meliputi pembongkaran jalur trekking eksisting atau jalur yang sudah ada sebelumnya, dan digantikan dengan pengerjaan jalur berbahan beton. Sehingga para wisatawan yang dulunya harus berhati-hati karena bentuk lintasan masih berupa anak tangga yang tinggi dan berkelok, kini dapat melalui lintasan secara jauh lebih mudah.

Penataan kawasan gua batu cermin sendiri dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun, tepatnya mulai bulan Maret 2020 hingga Maret 2021, dan diketahui menelan anggaran mencapai Rp29,83 miliar.

Sukuk, Investasi Berbasis Syariah dan Perannya Terhadap Pembangunan Infrastruktur

Pengembangan lanjutan dari Kemenparekraf

gua batu cermin
info gambar

Selesai ‘dipoles’ oleh PUPR menjadi kawasan yang memiliki infrastruktur dan fasilitas memadai, tahap selanjutnya mengenai pengelolaan dan potensi pariwisata sudah pasti menjadi tugas dan tanggung jawab dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Berangkat dari hal tersebut, pihak Kemenparekraf memastikan bahwa mereka akan melanjutkan potensi yang ada di gua batu cermin melalui program pendampingan dan pelatihan. Dalam gambaran rencana yang dipublikasi, dijelaskan bahwa kegiatan pelatihan dipastikan akan bersifat tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu untuk kebutuhan masyarakat.

Output-nya, kawasan gua batu cermin akan memiliki ekosistem ekonomi yang memadai, layaknya tempat kuliner dan berbagai pilihan industri kreatif dan diisi langsung oleh masyarakat sekitar.

Tentu tidak hanya pembangunan semata, tanggung jawab berupa terpeliharanya kawasan hijau dan kelestarian lingkungan juga menjadi perhatian penting yang menjadi sorotan di kawasan gua batu cermin.

Sandiaga Uno selaku Menteri Parekraf sendiri memastikan, jika infrastruktur pariwisata yang terbangun nantinya akan tetap mengikuti alur alam dalam gua batu cermin. Lebih dari itu, rencananya juga akan disertakan kegiatan yang dapat membuat para wisatawan terlibat dalam upaya mengurangi emisi karbon.

“Itu langkah kita untuk mewujudkan pariwisata berkualitas, berkelanjutan, sebagai bagian dari kebangkitan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja,” tutur Sandiaga.

Desa Nusa Aceh Kembangkan Program Wisata Edukasi Bertemakan Kebencanaan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini