Inovasi Terbaru Minyak Goreng dari Kelapa dan Ragi Tempe

Inovasi Terbaru Minyak Goreng dari Kelapa dan Ragi Tempe
info gambar utama

Sejak akhir tahun 2021, harga minyak goreng terus mengalami kenaikan secara signifikan. Bahkan, setelah memasuki awal tahun 2022 pun, harganya belum turun juga dan menimbulkan keresahan di masyarakat. Di sejumlah wilayah, bahkan harga minyak goreng mencapai Rp24 ribu per liter.

Meski Kementerian Perdagangan telah menerbitkan aturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng sawit sebesar Rp14 ribu per liter untuk kemasan premium, nyatanya keberadaan minyak goreng tersebut malah menjadi langka di pasaran.

Salah satu alasan mengapa minyak goreng mahal dipengaruhi oleh harga crude palm oil (CPO) dunia yang memang naik menjadi 1.340 dolar AS per ton metrik. Naiknya harga CPO menyebabkan kenaikan signifikan pada minyak goreng.

Selain itu, kondisi pandemi juga memengaruhi harga minyak goreng. Sebab, akibat Covid-19, produksi CPO menurun drastis dan mengganggu arus logistik.

Menurut penjelasan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, menurunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit di Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar. Ditambah lagi dengan rendahnya stok minyak nabati lain, dan adanya krisis energi di Uni Eropa, China, dan India yang menyebabkan negara tersebut beralih ke minyak nabati.

Sebagai salah satu bentuk inovasi terkait minyak goreng, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah mengembangkan pembuatan minyak goreng dari minyak kelapa dan ragi tempe.

Tim ITB Berhasil Kembangkan Bensin dari Minyak Sawit dan Sukses Uji Coba

Inovasi minyak goreng

Minyak goreng | @ Ainul Ghurri Shutterstock
info gambar

Agus Haryono selaku Plt. Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN mengatakan bahwa pihaknya memiliki berbagai kegiatan yang berhubungan dengan alternatif minyak kelapa.

“Minyak kelapa sejak zaman dahulu digunakan sebagai sumber utama minyak goreng. Proses pembuatannya juga lebih mudah, di BRIN kita membuat virgin coconut oil (VCO) dengan menambahkan ragi tempe, sehingga terjadi fermentasi secara alami. Selain VCO, proses tersebut juga menghasilkan minyak goreng,” jelas Agus.

Menurut penuturan Peneliti Pusat Riset Kimia Brin, Teuku Beuna Bardant, proses pembuatan minyak kelapa dengan ragi tempe yang dilakukan di Puspiptek dan menghasilkan minyak goreng serta VCO yang baik untuk kesehatan manusia, membantu meningkatkan metabolisme, dan daya tahan tubuh.

Penggunaan ragi tempe dalam pembuatan minyak dinilai lebih unggul karena jamur Rhizopus oligosporus dinilai lebih lahap memakan protein dibandingkan ragi lain seperti rage roti atau ragi tape.

Pada akhirnya, minyak goreng dan VCO dari ragi rempe bisa bertahan lama karena proses pengolahan tertutup, tidak tercampur dengan air, dan tidak ada kontak dengan udara. Minyak aman dikonsumsi selama tidak terjadi perubahan warna dan aroma.

Kata Beuna, prinsip membuat minyak kelapa dengan ragi tempe adalah proses pembuatan minyak dengan cara basah. Pengerjaannya dimulai dari memarut daging buah kelapa dan diperas menjadi santan kemudian ditambahkan ragi tempe.

“Penambahan ragi tempe pada santan akan membuat protein kelapa dimakan oleh ragi. Saat jumlah proteinnya berkurang, fungsinya untuk menjaga kestabilan campuran minyak dan air menurun, maka tidak ada lagi yang memegang molekul minyak dan air. Sehingga keduanya akan terpisah dengan sendirinya,” jelasnya.

Proses selanjutnya adalah memanaskan minyak pada suhu 700 derajat Celsius untuk membunuh ragi dan spora yang terbawa dalam minyak. Proses pemanasan atau pasteurisasi dapat dilakukan dua-tiga kali.

Produk minyak kelapa, baik itu minyak goreng maupun VCO, sama-sama memiliki manfaat untuk kesehatab. Minyak kelapa juga memiliki rantai lebih pendek dari rantai minyak kelapa sawit sehingga lebih mudah dicerna.

Beuna juga mengatakan bahwa konsusmi minyak kelapa tidak membuat kita lebih cepat gemuk dibanding konsumsi minyak kelapa sawit. Ia berharap bahwa masyarakat akan menggunakan minyak kelapa untuk pangan dan minyak kelapa sawit dapat digunakan untuk bahan baku energi.

Pengembangan riset ini sebenarnya telah dilakukan pada tahun 2002-2012 oleh peneliti Pusat Penelitian Kimia (P2 Kimia) LIPI yang kini menjadi Pusat Riset Kimia BRIN, yaitu mendiang Tami Idiyanti.

Tami mengembangkan jalur produksi ragi khusus untuk memproduksi minyak kelapa yang dikenal dengan nama VCO. Minyak kelapa yang dihasilkan tidak bersentuhan dengan panas tinggi dan kontak panas yang sebenarnya, sehingga molekul kelapa tidak rusak, terutama pada molekul pengikat asam lemak rantai pendek.

Mengenali Bahaya Minyak Jelantah Bagi Lingkungan

Konsumsi minyak goreng di Indonesia

Mengingat kebiasaan memasak dengan minyak dan menggoreng, keberadaan minyak goreng tentu menjadi hal penting bagi masyarakat Indonesia. Pakar Agribisnis dari IPB University Bayu Krisnamurthi mengatakan bahwa konsumsi minyak goreng di Indonesia mencapai 8 juta ton setiap tahun.

Kebutuhan rumah tangga mencapai 2,5 juta ton dan konsumsi minyak jenis premium dan kualitas tinggi sebesar 1,5 juta ton.

Mengutip Katadata.co.id, Indonesia merupakan konsumen minyak goreng terbesar. Berdasarkan data dari Global Agricultural Information Network USDA 2019, konsumsi minyak kelapa sawit paling banyak sebesar 13.110 ribu metrik ton pada tahun 2019.

Jumlah tersebut terpaut jauh jika dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kelapa, minyak biji kacang, minyak biji kopra, dan minyak biji kedelai.

Di Indonesia, umumnya minyak goreng yang digunakan untuk memasak adalah minyak kelapa sawit. Perlu diketahui bahwa minyak kelapa dan minyak kelapa sawit adalah dua produk berbeda. Meskipun keduanya masuh satu famili, tetapi berbeda spesies.

Sederhananya, minyak kelapa kelapa mengandung protein rantai pendek dan sedang, sedangkan minyak dari kelapa sawit mengandung protein rantai panjang.

Bioplasticizer, Inovasi Kemasan Ramah Lingkungan dari Minyak Sawit

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini