Pasar Buku Bekas yang Pernah Berjaya dan Masih Ada Hingga Saat Ini

Pasar Buku Bekas yang Pernah Berjaya dan Masih Ada Hingga Saat Ini
info gambar utama

Setiap tanggal 17 Mei diperingati sebagai Hari Buku Nasional (Harbuknas), yang ditetapkan sejak tahun 2002, setelah digagas oleh Menteri Pendidikan kala itu yakni Abdul Mailk Fadjar. Mengutip Tirto, penetapan Harbuknas bertujuan untuk meningkatkan minat baca dan fasilitas, berupa peningkatan pencetakan dan penjualan buku di Indonesia.

Bukan tanpa alasan, saat itu jumlah rata-rata buku yang dicetak setiap tahun di Indonesia hanya mencapai 18 ribu judul. Jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya jumlah tersebut sangat rendah, seperti misalnya Jepang dan China yang mencapai 40 ribu hingga 140 ribu judul buku yang dicetak per tahun.

Tanggal 17 Mei sendiri dipilih karena bertepatan dengan berdirinya salah satu fasilitas nasional yang lazimnya menjadi ‘rumah’ bagi ragam buku yang ada, yakni diresmikannya Perpustakaan Nasional RI yang juga diperingati setiap tahun pada tanggal yang sama.

Bicara lebih jauh soal buku, kenyataannya akses untuk dapat meningkatkan literasi dan wawasan sebenarnya tidak harus selalu mengandalkan buku baru. Di berbagai negara termasuk Indonesia sendiri, umum ditemui penjualan ragam macam buku bekas dari berbagai bidang.

Peminatnya pun tidak bisa dianggap remeh, keberadaan buku bekas bagi sebagian besar orang memiliki sisi keunggulan yang cukup berarti. Beberapa di antaranya dari segi harga yang jauh lebih murah dibanding harga buku baru, dan yang paling penting adalah jawaban dari kebutuhan akan buku-buku ‘tua’ atau langka yang tak lagi dicetak di masa kini.

Karenanya tak heran, jika pedagang buku bekas sudah ada sejak lama. Bahkan di beberapa wilayah, terdapat sejumlah lokasi pusat perdagangan buku bekas yang cukup populer bagi berbagai kalangan, dan masih terus ada hingga saat ini.

Di mana saja lokasi pusat perdagangan buku bekas yang dimaksud? Berikut beberapa di antaranya:

Indonesia Curi Perhatian di Ajang Pasar Buku Internasional Terbesar di Dunia

Pasar buku bekas Kwitang

Bagi masyarakat wilayah Ibu Kota atau Jabodetabek pasti sudah tidak asing dengan lokasi pasar buku bekas yang berada di kawasan Senen, Jakarta Pusat ini.

Menukil penjelasan Kompasiana, sebenarnya pusat perdagangan buku bekas Kwitang sendiri sudah ada sejak tahun 1980-an, bersamaan dengan hadirnya toko buku populer pertama kala itu yakni Gunung Agung.

Menjadi pusat perkulakan buku tak hanya yang bekas, ada juga yang menjual buku-buku baru di lokasi tersebut. Diketahui jika awalnya hanya ada sekitar dua sampai tiga pedagang buku di Kwitang, namun ketika tahun 1990-an jumlahnya sudah bertambah drastis menjadi ratusan.

Pada masa kejayaannya, pasar yang menawarkan buku dengan harga relaitf jauh lebih murah ini dikunjungi oleh berbagai kalangan mulai dari mahasiswa, pelajar, hingga orang-orang yang memang memiliki hobi atau minat membaca.

Ragam jenis buku yang dijajakan pun tak perlu dipertanyakan lagi, mulai dari buku pelajaran sekolah, mata kuliah, novel, sains, semuanya tersedia. Kepopuleran toko buku ini meningkat di awal tahun 2000-an setelah kehadiran film Ada Apa dengan Cinta, yang menggunakan Kwitang sebagai salah satu latar lokasi adegan dalam film.

Sayangnya, di tahun 2007-2008, pemerintah setempat mulai melakukan penertiban kawasan. Hal tersebut lantaran sekitar 300 pedagang buku yang tumpah di jalan membuat kawasan Senen kerap didatangi oleh ribuan orang setiap harinya, dan memicu kemacetan parah.

Akhirnya Gubernur yang menjabat kala itu yakni Fauzi Bowo, merelokasi sejumlah pedagang buku yang memang tidak memiliki kios dan hanya membuka lapak di jalan. Pemindahannya pun tersebar di beberapa lokasi berbeda, mulai dari Blok M Square hingga Jakarta City Centre.

Pemindahan itu yang membuat pasar buku Kwitang tak lagi sama seperti dulu, kini hanya tersisa sekitar 30 pedagang yang memang sudah memiliki kios dan bertahan di lokasi tersebut. Meski begitu, hingga kini Kwitang masih menjadi lokasi referensi bagi beberapa kalangan yang hendak berburu buku dengan harga miring, atau mencari buku cetakan lama yang tak lagi ditemui di toko buku modern.

Melihat Industri Buku di Indonesia dari Masa ke Masa

Pasar buku Titi Gantung Medan

Tidak hanya di Ibu Kota, keberadaan pusat pedagang buku bekas juga dapat dijumpai di wilayah lain, salah satunya Medan, Sumatra Utara, yakni di pasar buku bekas Titi Gantung. Nama itu sendiri merujuk pada nama sebuah jembatan di kota Medan yang memiliki nilai historis tinggi.

Mengutip Merdeka.com, keberadaan pedagang buku bekas di kawasan tersebut bahkan sudah ada sejak tahun 1960. Sebenarnya, para pedagang buku bekas Titi Gantung kerap mengalami beberapa kali pemindahan lokasi mulai dari ke samping Tanah Lapang Merdeka Medan pada tahun 2003, dan ke Jalan Penggadaian pada tahun 2013.

Namun pada tahun 2017, mereka akhirnya kembali ke tempat semula setelah dibuatkan toko bertingkat yang sudah permanen. Penggunaan nama Titi Gantung untuk pusat penjual buku bekas juga tetap digunakan hingga saat ini.

Sama seperti pusat penjualan buku bekas lainnya, koleksi buku di pasar buku bekas satu ini juga tak kalah lengkap. Titi Gantung bahkan sudah mendapat julukan sebagai toko buku bekas terlengkap di Kota Medan. Pengunjung yang datang hanya perlu menyebutkan jenis buku apa yang dicari, maka para pedagang akan langsung mengeluarkan semua koleksi yang ada.

Jenis Buku Apa yang Paling Laris di Indonesia?

Pasar buku Wilis

Ke sisi lain Pulau Jawa tepatnya di wilayah Malang, Jawa Timur, terdapat pusat pedagang buku yang tak kalah terkenal, yakni pasar buku Wilis. Meski tak setua dua pasar sebelumnya karena baru dibangun pada tahun 2003, namun pasar buku ini sebenarnya merupakan pusat relokasi yang diisi oleh sejumlah pedagang buku yang berjualan di sepanjang jalan Mojopahit, dan sudah ada sejak tahun 1990-an.

Dulunya para pedagang disebut lebih banyak menjual buku bekas yang diorientasikan untuk kalangan mahasiswa, dan jarang menjual buku baru terlebih untuk tingkat pelajar sekolah. Bukan tanpa alasan, hal tersebut lantaran buku baru untuk pelajar sekolah sudah diambil pangsa pasarnya oleh toko buku modern kala itu, seperti Karisma, Gunung Agung, dan Toga Mas.

Namun sejak dipindahkan ke pusat Pasar Buku Wilis, para pedagang mulai ikut menjajakan buku baru untuk kalangan pelajar, yang biasanya mereka dapatkan langsung dari penerbit.

Menurut Mojok.co, karena masih lekat akan citranya yang menyediakan berbagai buku bekas perkuliahan, Pasar Buku Wilis bahkan dikenal sebagai surganya toko buku kalangan mahasiswa di Malang.

Bukan hanya dari segi harga yang terbilang murah, beberapa hal yang membuat pasar buku ini begitu diandalkan di antaranya karena koleksi buku yang terbilang lengkap, dan para penjual sangat paham referensi buku yang biasanya dibutuhkan mahasiswa.

Menanamkan Kiat Gemar Baca Buku, Simak 5 Komunitas Buku Ini!

Referensi :

https://tirto.id/apa-itu-hari-buku-nasional-yang-jatuh-pada-17-mei-dan-sejarahnya-gr3N
https://www.kompasiana.com/khairulid/620ddcd477cadb616904c702/kwitang-pasar-buku-masa-lalu
https://www.merdeka.com/sumut/3-fakta-menarik-pedagang-buku-bekas-titi-gantung-medan-ada-sejak-puluhan-tahun.html
https://www.kompasiana.com/primata/5a12ea8563b2483eb362b492/rebranding-pasar-buku-wilis-sebagai-destinasi-wisata-buku
https://mojok.co/terminal/pasar-buku-wilis-surga-buku-murah-mahasiswa-malang/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini