Hutan Donoloyo, Tempat Kayu Jati Penyangga Istana Kerajaan di Tanah Jawa

Hutan Donoloyo, Tempat Kayu Jati Penyangga Istana Kerajaan di Tanah Jawa
info gambar utama

Hutan Donoloyo merupakan cagar alam sekaligus dikenal sebagai salah satu tempat wisata religi yang ada di wilayah Wonogiri, Jawa Tengah. Hutan ini memiliki ratusan pohon yang berukuran besar yang berusia ratusan tahun.

Kawasan hutan jati yang memiliki luas kurang lebih lima hektare ini memang banyak menyimpan cerita sejarah. Di dalamnya terdapat sisa pohon jati tua yang tumbuh pada masa pemerintahan Kerajaan Majapahit.

Kayu jati yang berasal dari tempat ini terkenal paling terbaik hingga kini. Saking terkenalnya, kayu jati dari tempat ini digunakan saat pembangunan Masjid Demak dan Keraton Surakarta.

Wagiyo, salah satu warga yang tinggal di sekitar hutan, menjelaskan sedikit asal usul nama Donoloyo. Nama ini diambil dari nama pendiri desa yakni, Ki Ageng Donoloyo. Sosok ini dipercaya sebagai senopati dari Majapahit.

“Alas (hutan) ini diberi nama sesepuh desa atau pendiri desa Ki Ageng Donoloyo. Menurut cerita yang beredar, dia prajurit Majapahit yang melarikan diri sampai ke sini,” terangnya yang dimuat oleh Okezone.

Ki Ageng Donoloyo merupakan salah satu laskar Kerajaan Majapahit. Begitu setianya kepada raja dan ingin mengabadikan hidup pada Kerajaan Majapahit, Ki Ageng Donoloyo yang tertinggal oleh rombongan raja, memilih untuk menetap di kawasan itu.

Cerita Berseminya Hutan Cogong Pasca Perambahan Selama Dua Dekade

Di kawasan itu, dirinya memutuskan untuk menanam pohon jati agar suatu saat bisa dimanfaatkan oleh Kerajaan Majapahit. Hal inilah yang membuat kayu jati di kawasan ini selalu digunakan oleh kerajaan Jawa.

Kualitas kayu dari hutan Donoloyo khususnya di kawasan Punden memang tak perlu diragukan. Karena itu tidak heran bila bangunan tempo dulu dengan menggunakan kayu jati alas Donoloyo tidak lapuk meski sudah berumur puluhan tahun.

Hingga kini, hutan ini masih terpelihara dengan baik. Bahkan, tanaman jatinya terus meluas hingga ke luar dari areal hutan. Masyarakat sekitar memang mengkeramatkan kawasan hutan Donoloyo.

Selama ini tidak sembarang orang berani menebang pohon atau sekadar mencari kayu di dalam hutan itu. Bahkan menurut juru kunci Hutan Donoloyo, Sunarto, banyak warga yang melakukan wisata religi saat malam Selasa dan Jumat Kliwon, dan bulan Suro.

Jejak penyangga istana

Sekian abad semenjak ditebangnya pohon jati di Hutan Donoloyo, penyangga istana ini masih tegak berdiri di usianya yang sudah mencapai ratusan tahun. Bahkan cerita di tengah masyarakat menyebutkan penyangga istana ini sudah ada sejak zaman Majapahit.

Keberadaan hutan jati di wilayah ujung timur kota Wonogiri ini tidak dapat dipisahkan dengan Keraton Kasunanan Surakarta. Pohon jati dari hutan Donoloyo ini menjadi saksi tentang jejak para penyangga istana peninggalan dinasti Mataram Islam.

Pohon-pohon jati dari hutan Donoloyo ini digunakan sebagai salah satu penyokong Keraton Kasunanan baik pada saat awal pembangunan keraton maupun pembangunan kembali keraton setelah terbakar hebat di tahun 1985.

“Dan akhirnya pada tanggal 11 April 1985 dipilihlah 21 batang pohon jati dari hutan Donoloyo yang diameternya lebih dari dua rangkulan orang dewasa,” tulis Bayu Saputra dalam artikel Hutan Donoloyo: Jejak Penyangga Istana.

Dahulu, di hutan Donoloyo tidaklah tumbuh pohon jati. Pohon-pohon jati mulai tumbuh ketika Ki Ageng Donoloyo berhasil membawa biji pohon jati setelah mendengarkan saran istri Ki Ageng Sukaboyo yang tidak lain adalah kakaknya sendiri.

Apresiasi untuk Penjaga Hutan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Indonesia

Ketika Ki Ageng Donoloyo berkunjung ke tempat Ki Ageng Sukaboyo, dia sangat takjub dengan pohon-pohon jati tumbuh di halaman rumah kakaknya itu. Pohon-pohon jati itu tumbuh besar serta menjulang tinggi.

Walau permintaan itu sempat ditolak, Ki Ageng Donoloyo akhirnya bisa membawa dua biji pohon jati di dalam tongkat bambu. Salah satu dari dua biji ini diyakini masih terdapat di kawasan hutan Donoloyo.

“Salah satu biji jati tertinggal dan kemudian tumbuh besar disertai lilitan pohon bulu. Oleh karena itu, jati di tempat itu dinamakan Jati Cempurung,” paparnya.

Pada masa itu, Kerajaan Demak sedang membangun masjid agung dan Raden Patah memerintahkan Wali Songo untuk mencari bahan tiang utama masjid. Wali Songo mengetahui tentang hutan jati di desa Watusomo dan mengunjunginya.

Sunan Giri, salah satu Wali Songo akhirnya bertemu dengan Ki Ageng Donoloyo dan mengungkapkan ingin mengambil Jati Cempurung. Ki Ageng Donoloyo menyanggupi permintaan itu dengan tiga prasyarat.

Syarat pertama adalah agar dijauhkan dari wabah penyakit, dijauhkan dari ajang perang, dan dicukupkan sandang pangan bagi warga sekitar hutan. Sunan Giri menyanggupi permintaan itu, dan hutan ini dinamakan hutan Donoloyo.

Legenda melestarikan hutan

Semerbak aroma daging langsung menusuk hidung ketika baru saja sampai di pusat hutan jati Donoloyo. Walaupun hawanya cukup mistis, tetapi suasana di kawasan ini sangat tenang dan nyaman.

Pohon jati di hutan Donoloyo memiliki keunikan tersendiri, yaitu ada lubang atau dalam bahasa Jawanya growong pada bagian tengahnya, entah besar maupun kecil. Menurut cerita, hal ini dikarenakan bibit pohon jati Donoloyo merupakan hasil curian.

Masyarakat di sekitar hutan Donoloyo juga mempunyai sebutan unik untuk beberapa pohon jati. Ada Jati Petruk yang merupakan pohon jati paling tinggi. Ada Jati Kembar di mana ada dua pohon jati dengan ukuran, tinggi, bahkan cabang ranting sama.

Selain itu ada juga Jati Gondhel yang merupakan dahan dari Jati Cempurung yang tersangkut di pohon jati lainnya, ketika dahan ini ditebang untuk keperluan pembangunan masjid Demak.

Pohon jati yang paling terkenal adalah Jati Jegod. Pohon ini berasal dari batang jati yang dicemooh oleh abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta, karena terdapat cacat berupa growong dan tak layak untuk keraton.

“Lantas dua batang jati itu berontak dengan kembali lagi ke hutan Donoloyo dan dua pohon jati itu dikenal dengan nama Jati Jegod (Jati yang berontak),” imbuh Bayu.

Kawasan hutan Donoloyo memang masih terkenal dengan aura mistiknya. Bahkan masyarakat yang berkunjung mengaku ingin bertemu dengan Ki Ageng Donoloyo. Hal ini karena adanya kepercayaan sesepuh hutan ini masih hidup.

Asal Tahu Saja, Pohon Pelangi Terindah di Dunia Ada di Indonesia

Masyarakat sekitar cagar alam Donoloyo yang merupakan bagian dari masyarakat Jawa, memiliki kepercayaan terhadap hal mistis. Masyarakat percaya bila mengambil kayu maka akan mendatangkan musibah.

Pantangan dan ajaran dalam legenda Donoloyo yang dipegang teguh oleh masyarakat menyebabkan tempat ini terhindar dari kerusakan. Hal inilah yang terjadi ketika ada penjarahan besar pada zaman Orde Baru.

“Dahulu itu pernah, pas zaman tergulingnya Pak Harto, tahun 1998, hutan di sana banyak yang dijarah oleh warga. Pohon-pohon jati, pinus yang ada di hutan itu ditebangi. Lha kenapa alas Donoloyo itu aman, enggak ada yang mau mengambil kayunya, padahal kalau dilihat kayu jati Donoloyo itu besar-besar dan bagus,” jelas Nuk salah satu warga sekitar.

Masyarakat sekitar hutan merupakan masyarakat desa memiliki bentuk komunal. Salah satunya dilakukan dalam kegiatan nyadran. Kegiatan ini tidak dilakukan di makam Donoloyo, tetapi di tunggak Jati Cempurung.

Jati Cempurung dipercaya sebagai kayu jati kesayangan Ki Ageng Donoloyo yang digunakan untuk membangun Masjid Agung Demak. Sehingga masyarakat menganggap tunggak Jati Cempurung akan menjadi perantara doanya sehingga bisa dikabulkan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini