Upaya Pengendalian Rokok dan Bebas Asap Tembakau di Kota Bogor

Upaya Pengendalian Rokok dan Bebas Asap Tembakau di Kota Bogor
info gambar utama

Penelitian yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada tahun 2018 membuktikan, bahwa kebanyakan pria Indonesia mulai merokok di usia yang sangat muda. Prevalensi atau tingkat kelaziman merokok bahkan sudah dilakukan oleh masyarakat kalangan remaja di usia 10-18 tahun.

Lain itu survei yang dilakukan Asosiasi Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) pada tahun yang sama, juga menunjukkan fakta bahwa 52 persen remaja usia 13-15 tahun terpapar asap rokok karena tinggal seatap dengan ayah perokok.

Hal di atas hanya sebagian kecil dari banyaknya persoalan terkait di Indonesia, yang melatarbelakangi perlunya meningkatkan kesadaran akan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, yang diperingati tepat setiap tanggal 31 Mei.

Meski harus diakui belum berhasil berlaku dengan ketat dan dipatuhi secara tertib oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, berbagai upaya untuk menciptakan kawasan umum dan lingkungan yang bebas dari asap rokok sendiri sudah dilakukan sejak lama oleh berbagai pihak.

Setiap wilayah, mulai dari kabupaten, kota, hingga provinsi biasanya memiliki kebijakan tersendiri mengenai aturan menciptakan kawasan bebas asap rokok. Namun ada satu wilayah yang sejak beberapa tahun ke belakang cukup menyita perhatian, karena kebijakan pengendalian rokok yang dilakukan dinilai terlewat ketat, yakni Kota Bogor.

Merokok Menyengsarakan Kesehatan dan Mencemari Lingkungan

Tolak dan cabut promosi rokok

Kawasan tanpa rokok di KOta Bogor
info gambar

Kota Bogor sempat menjadi bahan pembicaraan, setelah diketahui menjadi kota pertama yang menetapkan kebijakan larangan kegiatan promosi, iklan, dan sponsor rokok di berbagai media, baik berupa papan reklame atau billboard, terutama videotron yang ada di seluruh kota.

Bukan tanpa alasan, pasalnya di tengah masyarakat Indonesia sendiri terdapat anggapan yang menjadi rahasia umum, jika selama ini besar kecilnya pendapatan daerah dipengaruhi oleh masuknya pembayaran pajak iklan rokok.

Namun hingga saat ini, Pemkot Bogor mengeklaim jika kebijakan larangan tersebut terbukti tidak memengaruhi keuangan/pendapatan daerah seperti yang dibicarakan. Jika dilihat berdasarkan publikasi BPS, memang di tahun-tahun sebelumnya misal dari tahun 2011-2016 Kota Bogor selalu mengalami peningkatan baik dari segi pajak dan pendapatan asli daerah.

Ditegaskan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya, kondisi di atas menjadi bukti bahwa hal tersebut bukan menjadi alasan untuk tidak menggencarkan upaya penciptaan lingkungan yang sehat tanpa asap rokok.

“Contoh negara lain yang lebih ketat dan terbukti berhasil mengenai pengendalian rokok, kalau kita mau lebih ekstrem katakanlah seperti Singapura, itu buktinya berhasil sampai saat ini dan bisa-bisa saja,” ujar Bima, dalam acara Smoke-Free Picnic, di Alun-Alun Kota Bogor, Selasa (31/05/2022).

Dalam kesempatan yang sama, Bima juga menyampaikan komitmen kota Bogor untuk menjadi kota yang aman dan nyaman bagi keluarga, dengan memperketat adanya peraturan daerah (Perda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR).

Memanjakan Mata dengan Wisata Kampung Penas Tanggul, Kampung Bebas Rokok Pertama di Jakarta

Sektor pariwisata dan lingkungan bebas rokok

Lingkungan bebas rokok di Kota Bogor | Siti Nur Arifa/GNFI
info gambar

Di saat bersamaan, upaya untuk mencipatakan kota dengan lingkungan yang bebas dari asap rokok juga dijajal Pemkot Bogor, dengan menggandeng para pelaku usaha di bidang pariwisata terutama pemilik hotel dan restoran di Kota Bogor.

Hal tersebut dilakukan lantaran masih tingginya prevalensi perokok di lingkungan umum seperti hotel dan restoran, yang tidak memerhatikan kondisi sekitar. Berdasarkan hasil pantaian Dinas Kesehatan Kota Bogor, disebutkan bahwa 77 persen masyarakat masih menemukan perokok di dalam tempat makan atau restoran.

Lebih detail, tingkat prevalensi perokok di Kota Bogor masih ada di kisaran lebih dari 44,5 persen atau sekitar 446.325 jiwa. Karena itu, Pemkot Bogor dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mematuhi peraturan KTR di Kota Bogor.

Yuno Abeta Lahay, selaku Ketua PHRI cabang Bogor mengakui jika aktivitas merokok yang dilakukan oleh setiap orang memang merupakan hak pribadi dan tidak bisa dibatasi. Karena itu, upaya yang dilakuan oleh para pelaku usaha dalam menciptakan kawasan bebas rokok adalah dengan menyediakan ruang khusus dan tempat yang nyaman bagi semua pihak.

“Itu kan haknya mereka (perokok), penjualan dan produksinya (rokok) masih ada ya kita bisa apa? Paling tidak dalam hal melayani kita pisahkan, meski sejak awal adanya peraturan ini sempat dapat protes dari mereka yang merokok, tapi lama kelamaan karena adanya konsistensi mau tidak mau sekarang masyarakat sudah mulai paham,” terangnya kepada awak media.

Dalam kesempatan yang sama, Pemkot Bogor juga meluncurkan sebuah platform dan aplikasi terintegrasi, yang menjadi sarana pemantauan kawasan bebas rokok di Kota Bogor. Lewat aplikasi tersebut, masyarakat dapat mengetahui hotel, restoran, atau wilayah mana saja yang sudah memenuhi standar KTR, atau bahkan melaporkan jika ada pelanggaran kawasan bebas rokok yang dimaksud.

“Keterlibatan masyarakat juga sangat diperlukan demi menyukseskan KTR di berbagai area, termasuk restoran. Jangan segan-segan melaporkan jika ada pelanggaran KTR seperti tempat makan atau yang lainnya,” pungkas Bima.

Desa Tanpa Asap Rokok di Sulawesi Selatan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

SA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini