Kisah Burung Garuda yang Beristirahat di Gunung Emansiri Papua

Kisah Burung Garuda yang Beristirahat di Gunung Emansiri Papua
info gambar utama

Kaimana merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat, Indonesia. Kabupaten Kaimana berlokasi di “leher burung” Papua. Kaimana berada di Teluk Triton yang juga menyimpan keindahan layaknya Raja Ampat.

Namun, tidak hanya menyimpan keindahan, tempat ini juga memiliki kisah legenda. Tepatnya di Gunung Emansiri yang terletak di Kampung Lobo, Kabupaten Kaimana yang terkenal dengan kisah legendaris naga dan garuda.

“Kampung Lobo menyimpan cerita tentang burung garuda. Bagi masyarakat setempat, itu menjadi kebanggaan karena garuda juga menjadi lambang negara Indonesia,” kata Bupati Kaimana Matias Mairuma yang dimuat di Antaranews, Selasa (5/7/2022).

Bahkan masyarakat setempat, kata Matias, sangat meyakini bahwa lambang Garuda Pancasila yang menjadi simbol Indonesia diambil dari legenda burung garuda yang ada di Kampung Lobo.

Selain kisah burung garuda, di puncak Gunung Emansari juga dipercaya hidup seekor ular besar atau naga. Bagian kiri dan kanan gunung itu sangat terjal, sehingga naga itu tidak bisa kemana-mana. Sehingga hanya mengandalkan sisa makanan burung garuda.

Burung ini dapat terbang ke mana-mana, mencari makanan sampai ke daerah Fakfak, ke seluruh wilayah Papua, bahkan dia pun dapat mencari ke daerah lain di wilayah Indonesia. Kemanapun burung ini terbang, pasti dia akan kembali ke Gunung Emansari.

Mengenal 3 Ibu Kota Provinsi Baru di Papua

Tokoh adat Kampung Lobo, Beni Santos Wariensi mengungkapkan bahwa burung garuda ini menetas dari telur yang dilahirkan seorang perempuan dari Gunung Warinau. Perempuan ini melahirkan dua buah telur.

Beni menuturkan bahwa masing-masing dari telur itu menetaskan burung garuda berwarna hitam dan putih. Tetapi yang berwarna putih, jelas Beni hingga kini tidak diketahui keberadaannya.

Sementara itu, burung garuda yang berwarna hitam lantas tumbuh dewasa dan tetap tinggal di Gunung Warinau. Suatu hari terjadi banjir besar di Sungai Urera yang menyebabkan banyak manusia tewas.

“Bangkai manusia yang terbawa banjir itu menjadi makanan burung garuda. Dia mengikuti Sungai Urera sampai kemudian sampai ke Kampung Lobo,” paparnya.

Setelah bangkai manusia yang terbawa banjir habis, burung garuda itu kemudian tinggal di Gunung Emansiri. Sosok burung garuda ini diyakini sering menampakkan dirinya, terutama ketika ingin mencari mangsa.

Menyerang manusia

Karena tidak adanya bangkai manusia yang bisa dimakan, lanjut Beni, burung garuda itu kemudian mulai memangsa penduduk Kampung Lobo. Beni mengisahkan penduduk kampung tersebut menjadi resah dan takut dimangsa burung tersebut.

Pernah suatu hari, masyarakat Kampung Lobo melihat sang garuda membawa sebuah kapal kole-kole -kapal tradisional yang terbuat dari satu batang pohon besar- yang masih mengangkut seorang penumpang.

Karena melihat kejadian itu,masyarakat ketakutan dan resah bukan main. Rasa takut yang kian menghantui membuat mereka bahkan tidak berani untuk keluar rumah sepanjang siang hari saat sang garuda sedang mencari mangsa.

Bagi mereka yang bertani atau berkebun, acapkali langsung lari tunggang langgang ketika melihat bayangan burung garuda yang melintas di ladang. Begitulah kehidupan masyarakat Kampung Lobo yang selalu diliputi kecemasan.

Jengah dengan situasi tersebut, masyarakat kemudian memikirkan cara untuk mengusir hewan itu, Lalu pada suatu hari, ada sebuah kapal besar dengan tiga tiang penyangga layar mendekati Kampung Lobo.

Ternyata itu merupakan kapal milik gerombolan petualang Portugis yang sedang bersandar di Kampung Lobo. Meski awalnya takut dengan orang asing, akhirnya warga Lobo menceritakan keresahannya kepada orang asing tersebut.

Mereka menuturkan kisah burung garuda raksasa yang kerap berkeliaran mencari mangsa, serta seekor ular naga di Gunung Emansiri yang memiliki mustika indah mempesona. Mendengar kisah itu, sang petualang pun menjawab permintaan warga Lobo.

Lantas orang asing itu memasang jebakan untuk garuda raksasa. Mereka meletakkan rakit di tengah laut dengan seekor anjing di atasnya. Benar saja, sang garuda mengambil umpan itu untuk memangsanya.

Festival Lembah Baliem yang Bawa Jayawijaya Dikenal Dunia

Ketika burung raksasa itu muncul, orang asing ini langsung melepaskan tembakan melalui senapannya. Setelah perlawanan sengit, burung garuda itu kemudian terkapar tak berdaya karena kedua sayapnya patah.

“Orang Portugis itu kemudian menembak jatuh burung garuda. Bangkainya jatuh di bukit yang berbatasan langsung dengan tebing di pantai,” kisahnya.

Penduduk Kampung Lobo pun bersuka ria dengan tewasnya burung garuda. Di tempat burung garuda itu jatuh, kemudian dibangun tugu dengan patung garuda di puncaknya sebagai momen peringatan.

Beni mengisahkan pada waktu kecil, dirinya sering melihat tulang belulang garuda. Tetapi kemudian diambil oleh orang asing, hingga sekarang tidak tersisa sama sekali. Kisah burung ini pun masih terjaga hingga kini.

Kisah tentang burung garuda ini tidak hanya dipercaya di Kampung Lobo, tetapi juga di wilayah Kabupaten Kaimana lainnya. Bahkan karena itu, burung garuda kemudian juga diambil sebagai lambang Kabupaten Kaimana.

“Kami di Kaimana, sangat bangga memiliki lambang yang sama dengan lambang negara Indonesia, yaitu burung garuda,” kata Matias.

Potensi wisata

Selain terdapat kisah legenda, di Kampung Lobo juga tersimpan kisah pendaratan bangsa Belanda di tanah Papua. Bahkan di kampung tersebut terdapat tugu dan puing-puing bekas benteng Belanda.

Pada tugu tersebut terdapat sebuah prasati berangka tahun 1828 hingga 1835 bertuliskan Ter Herinnering Aan de Overleden Militairen van de Bezetting van Fort du Bus yang memilki arti mengenang para tentara yang meninggal di Benteng du Bus.

“Bila melihat angka tahunnya, itu lebih dahulu daripada pendaratan orang Belanda di Timika. Jadi kami menyakini Belanda mendarat pertama kali di Papua di Kampung Lobo,” ucapnya.

Bagi Matias dengan adanya cerita mengenai garuda dan peninggalan sejarah pendaratan orang Belanda, Kampung Lobo sebenarnya menyimpan potensi wisata sejarah. Apalagi dengan adanya Teluk Triton yang keindahannya dianggap melebihi Raja Ampat.

Mengenal 5 Wilayah Adat yang Jadi Dasar Pemekaran Provinsi Papua

Matias menyebutkan Teluk Triton memang masih kalah populer dengan Raja Ampat. Karena itulah, Pemerintah Kabupaten Kaimana bersama masyarakat setempat sedang mengembangkan kawasan tersebut agar menjadi tujuan wisata.

“Kaimana memiliki beberapa potensi pariwisata dan perikanan. Dari kurang lebih 61.000 penduduk, 70 persen tinggal di kawasan pantai,” jelasnya.

Dirinya mengungkapkan saat ini pihaknya terus mendorong agar masyarakat bisa hidup dari pariwisata dan perikanan. Salah satunya adalah agar masyarakat tidak menolak bila potensi-potensi di Kaimana sudah berkembang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini