Ini Alasan Mengapa Masuk Taman Nasional Komodo Dikenakan Tarif Rp3,7 Juta

Ini Alasan Mengapa Masuk Taman Nasional Komodo Dikenakan Tarif Rp3,7 Juta
info gambar utama

Topik mengenai pembatasan pengunjung ke Taman Nasional Komodo masih ramai diperbincangkan. Sebelumnya, pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama dengan Pemerintah Provinsi NTT mengumumkan bahwa mereka akan melaksanakan Program Penguatan Fungsi dan pembatasan jumlah pengunjung.

Hal ini dilakukan guna mencegah membludaknya jumlah pengunjung dan menjadi wujud dari komitmen pemerintah dalam upaya perlindungan, pengaturan, dan tata kelola kawasan di Taman Nasional Komodo kebanggaan Indonesia.

''Hal ini bertujuan untuk mengajak masyarakat secara kolektif beralih ke pariwisata berkelanjutan yang lebih sadar akan dampak aktivitasnya, dan bahwa daya tarik wisata dan kelestarian konservasi dapat hidup berdampingan," ujar Alue Dohong, Wakil Menteri LHK, Senin (27/6/2022).

Selain soal pembatasan pengunjung, publik juga dibuat bertanya-tanya tentang adanya kompensasi biaya konservasi sebesar Rp3.750.000. Untuk apa biaya tersebut? Berikut alasannya:

Demi Kelestarian Satwa, Taman Nasional Komodo Segera Batasi Kunjungan Wisatawan

Tarif masuk Taman Nasional Komodo

Pulau Komodo | Wikimedia Commons
info gambar

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menjelaskan bahwa tarif masuk Taman Nasional Komodo sebesar Rp3.750.000 tersebut akan digunakan untuk kepentingan biaya konservasi nilai jasa ekosistem lingkungan di kawasan tersebut.

Tarif tersebut juga merupakan total keseluruhan dari biaya konservasi nilai jasa ekosistem selama satu tahun yang diperoleh melalui kajian dari para ahli. Adapun nilai jasa ekosistem adalah sumber daya alam yang menunjang keberlangsungan kehidupan makhluk hidup, seperti air, oksigen, sumber makanan, hingga pengelolaan limbah yang dihasilkan kunjungan wisatawan.

"Ini merupakan suatu keinginan bagi tugas dan tanggung jawab kita masing-masing untuk menjaga kelestarian dari apa yang dititipkan kepada kita untuk nanti jutaan dan puluhan juta tahun ke depan karena Tuhan Yang Maha Kuasa telah memberikan karunia kekayaan alam yang perlu kita jaga bersama," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin (11/7/2022).

Sandiaga juga menyampaikan bahwa kebijakan ini bisa menarik lebih banyak wisatawan yang memang benar-benar menghargai upaya konservasi dan ikut membangun destinasi-destinasi lain di Nusa Tenggara Timur.

Perihal biaya konservasi, Koordinator Pelaksana Program Penguatan Fungsi di Taman Nasional Komodo, Carolina Noge, menerangkan bahwa tarif yang akan dikenakan ke setiap pengunjung ini akan digunakan untuk program-program konsevasi, meliputi penguatan kelembagaan dengan memperbanyak kajian-kajian ilmiah dan pelatihan untuk masyarakat sekitar, pengamanan dan pengawasan di wilayah konservasi, pemberdayaan wisata alam seperti digitalisasi manajemen pariwisata, dan pemberdayaan masyarakat.

“Di dalam biaya konservasi tersebut sudah ada pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat yang kami bungkus bersama. Salah satunya adalah suvenir, jadi setiap pengunjung akan mendapat suvenir dari hasil kerajinan tangan masyarakat setempat. Ini akan kami dampingi dan tambah nilai ekonominya,” kata Caroline.

Menparekraf berharap bahwa biaya konservasi ini mampu menunjang upaya pemerintah dalam menjaga kelestarian alam sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di kawasan Taman Nasional Komodo.

"Jadi menurut saya kita akan fokus kepada pengembangan pariwisata yang berkualitas dan berkelanjutan dan tentunya akan memberikan manfaat bukan hanya dari sisi ekonominya saja, tapi juga dari sisi pelestarian lingkungan dan segala aspek," jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Sandiaga juga mengutarakan apresiasinya untuk Pemerintah Provinsi NTT dan KLHK, terutama Balai Taman Nasional Komodo (BTNK), yang selalu berupaya menjalankan konservasi keberlangsungan lingkungan di taman nasional tersebut.

Lukita Awang Nistyantara selaku Kepala Balai Taman Nasional Komodo, menyampaikan bahwa pihaknya menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi NTT dalam melakukan kajian mengenai betapa pentingnya membatasi jumlah kunjungan wisawatan, khususnya ke Pulau Komodo dan Pulau Padar. Nantinya jumlah kunjungan akan dibatasi maksimal 200 ribu orang per tahun demi kelestarian komodo.

Hal ini juga sesuai dengan kajian Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) berbasis jasa ekosistem di Pulau Komodo dan Pulau Padar yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui BTNK.

Dari hasil kajian DDDTW merekomendasikan jumlah pengunjung ideal per tahun ke Pulau Komodo adalah 219.000 wisatawan dan ke Pulau Padar mencapai 39.420 wisatawan atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan.Wakil Menteri LHK juga menyebutkan jika penerapan kuota pengunjung sudah waktunya dilakukan secara digital untuk memudahkan layanan dan mengakomodasi kebijakan penetapan kuota pengunjung.

"Penerapan kebijakan kuota pengunjung dengan sistem digitalisasi atau elektronik tersebut tentunya tidak akan mengurangi akses maupun peluang pendapatan masyarakat setempat dari berbagai aktifitas wisata alam di dalam Kawasan Taman Nasional Komodo. Dengan pengelolaan tersebut diharapkan kegiatan wisata tetap berjalan dengan baik, sehingga masyarakat akan mendapatkan multiplier effect berupa pendapatan, dan kelestarian satwa dan habitat komodo tetap terjaga," ujar Wakil Menteri LHK.

Sederet Fakta "Nyeleneh" Tentang Komodo, Kanibal Hingga Perampok Bangkai

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini