Mohammad Yamin: Gagasan Indonesia Ala Pemikirannya yang Picu Kontroversi

Mohammad Yamin: Gagasan Indonesia Ala Pemikirannya yang Picu Kontroversi
info gambar utama

Mohammad Yamin lahir di sebuah desa yang damai di Malawi, Sawahlunto pada 24 Agustus 1903 dari pasangan Oesman Bagindo Chatib (mantra kopi) dan Siti Saudah. Sosok ini merupakan salah satu pendiri bangsa yang kontroversial.

Banyak gagasannya yang memberikan sumbangan terhadap bangsa, tetapi karena itu juga yang membuatnya dihujat sana-sini, termasuk masyarakat desanya sendiri ketika pada penghujung 1958, dia terang-terangan mengutuk pemberontakan PRRI/Permesta.

Yamin adalah sedikit dari tokoh-tokoh nasional saat itu yang mempelajari secara intens Kerajaan Majapahit. Bahkan dirinya memang telah tergila-gila pada kebesaran dan kejayaan Kerajaan Majapahit.

Sejarah Hari Ini (30 April 1926) - Kongres Pemuda Pertama

Kekagumannya pada Kerajaan Majapahit itu pula yang membuatnya ketika menjadi Menteri Pengajaran, menulis buku tujuh jilid berjudul Sapta Parwa, sebuah buku tentang tata pemerintahan Majapahit.

“Yamin menyerap segala ihwal ketatanegaraan pada Republik Indonesia yang masih berusia belia.” yang dimuat di Koran Sulindo.

Yamin memang penggila sejarah dan pendamba kesatuan dan kemegahan Indonesia layaknya Kerajaan Majapahit. Dia menginginkan Indonesia besar, atau minimal setara, dengan Kerajaan Sriwijaya atau Majapahit.

Indonesia ala Yamin

Yamin sudah memikirkan gagasan ini sejak muda, tahun 1940 an dirinya sengaja datang ke Trowulan. Dia menemukan pecahan celengan yang ada di atas terukir samar-samar wajah seorang pria: bermata sipit, berpipi gembil.

Lalu muncullah keyakinan Yamin: itulah kurang lebih wajah Gajah Mada, patih Majapahit yang termasyur. Pulang dari Trowulan Yamin meminta seniman Henk Ngantung melukis wajah Gajah Mada berdasar wajah pada celengan yang dia temukan.

Lukisan Gajah Mada karya Henk Ngantung tersebut kemudian menjadi sampul buku Yamin berjudul Gajah Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara yang diterbitkan Balai Pustaka untuk pertama kalinya pada 1945.

“Gajah Mada dipercaya sebagai orang yang menyatukan Nusantara atau Indonesia pada hari ini,” tulis Nirwan Yasin dan Lagut Bakaruddin dalam Sumbangan Pemikiran Muhammad Yamin dalam Sejarah Indonesia.

M. Yamin, Sang Perintis Puisi Modern Indonesia

Selain menulis tentang Gajah Mada, Yamin juga memetakan bahwa persatuan nasionalisme Indonesia sudah ada semenjak 6000 tahun yang lalu, Yamin berpendapat setidaknya sudah ada semenjak Sriwijaya dan Majapahit.

Itu sebabnya ketika BPUPKI membahas wilayah Indonesia kelak jika merdeka, Yamin menujuk wilayahnya meliputi seluruh bekas Hindia Belanda, Semenanjung Malaya, Kalimantan Utara, Timor Portugis, Irian dan Papua Nugini.

Tetapi karena konsep negara dengan latar belakang sejarah ini, Yamin banyak diserang oleh beragam kalangan. Di kemudian hari dikritik bahwa Yamin dalam penerimaan tentang sejarah diterimanya secara mentah tanpa dimatangkan terlebih dahulu.

Pemicu Kontroversi

Mohammad Hatta begitu berang bahkan menuduh Yamin telah memutarbalikkan fakta sejarah. Pemicunya adalah bukunya yang berjudul Naskah Persiapan UUD 1945 yang diterbitkan pada 1956.

Dalam buku itu Yamin menyebut tiga tokoh yang memenuhi permintaan Ketua BPUPKI, KRT Radjiman Wedyodiningrat memaparkan dasar negara Indonesia merdeka, yaitu Yamin sendiri, Soekarno, serta Soepomo.

Bagi Hatta, Yamin jelas memanipulasi sejarah. Presiden Soeharto kemudian membentuk Panitia Lima yang kemudian menyimpulkan Yamin melakukan kebohongan. Hatta bahkan sampai tiga kali menyebut Yamin “licik”.

Pada 1981, terbit buku karangan Nugroho Notosusanto berjudul Proses Perumusan Pancasila Dasar Negara. Menurut buku ini 1 Juni hanyalah hari kelahiran Pancasilanya Bung Karno, sedangkan Pancasila dasar negara baru dilahirkan pada 18 Agustus 1945.

Nugroho membangun kesimpulannya itu berdasar buku Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I. Menurut Hatta, Bung Karno pernah meminta persetujuan supaya Yamin membuat keterangan tentang Pancasila.

Menelisik Siapa Pemilik Rumah Proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No 56?

Keterangan itu terlalu panjang sehingga ditolak Panitia Sembilan dan sebagai gantinya diambilah Preambule UUD yang sudah ada. Naskah keterangan buatan Yamin itu dimasukkan ke dalam bukunya, seolah-olah pernah dibacakan pada sidang BPUPKI.

“Di sinilah letak liciknya Yamin,” ujar Hatta.

Tetapi Restu Gunawan, penulis biografi Muhammad Yamin dan Cita-Cita Persatuan Bangsa menulis bahwa ada peran Yamin dalam kata “sila”, sedangkan “panca” dari Soekarno. Bung Karno menyebut nama Pancasila berasal dari bisikan temanya yang ahli bahasa.

Yamin juga diduga sebagai pengarang syair lagu Indonesia Raya. Menurut Restu, bila ditelisik dari dua frasa yang menjadi pembuka syair lagu tersebut. Di luar hal itu, Yamin juga berjasa bersama Sultan Hamid II menemukan simbol negara, burung garuda.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini