Ragam Jenis Cecak di Indonesia dan Mitos di Baliknya

Ragam Jenis Cecak di Indonesia dan Mitos di Baliknya
info gambar utama

Ada banyak jenis cecak di Indonesia. Keberadaannya mudah ditemui dan ada di mana-mana. Masyarakat Indonesia di daerah tertentu pun mengenal mitos tentang cecak.

Bagi masyarakat Indonesia, cecak bukanlah hewan yang asing. Reptil berukuran kecil ini biasa ditemui di banyak tempat, bahkan di rumah. Tak mengherankan mengingat jenis-jenis cecak di Indonesia memang beragam dan populasinya pun banyak.

Masyakat Indonesia bahkan sudah dikenalkan dengan keberadaan cecak di sekitarnya sejak dini. Siapa yang tidak tahu lagu anak-anak berjudul cicak-cicak di Dinding? Lewat lagu itu, anak-anak diberi gambaran mengenai seperti apa perilaku cecak yang biasa ada di rumah mereka.

Selain di rumah, jenis-jenis cecak di Indonesia juga tersebar hingga ke wilayah alami seperti hutan dan perkebunan. Sulit untuk menyebut secara pasti ada berapa jenis cecak yang ada di Indonesia. Sebab, dari waktu ke waktu, jenis-jenis cecak di Indonesia semakin bertambah ragamnya. Hal ini terjadi seiring dengan lahirnya temuan-temuan baru para ilmuwan lewat penelitian mereka.

Terbaru, Pusat Penelitian Biologi Badan Riset Nasional dan Inovasi (BRIN) mengidentifikasi cecak jarilengkung jenis baru bernama ilmiah Cyrtodactylus papeda yang berasal dari Kawasi, Pulau Obi, Maluku Utara. Seperti diwartakan Detik.com, cecak ini ditemukan oleh Fata H. Faz dari Institut Pertanian Bogor pada 2016 dan 2018 dan masih berkerabat dekat dengan jenis Cyrtodactylus papuensis dari Pulau Buru, Raja Ampat dan Selatan Papua Nugini.

Sebelumnya, peneliti zoologi dari Museum Zoologicum Bogoriense beserta peneliti dari berbagai negara juga berhasil mengindentifikasi jenis cecak Cyrtodactylus hamidyi atau cecak jarilengkung hamidy pada 2021. Menurut laman resmi LIPI, awalnya cecak dari Kalimantan tersebut adalah bagian dari empat spesimen berlabel C. baluensis yang dikoleksi tahun 2011 dari Kalimantan Timur. Lewat serangkaian analisis, peneliti kemudian menyimpulkan bahwa ada jenis baru yang berhasil diidentifikasi dari spesimen tersebut.

Cecak jenis baru juga sempat ditemukan di Jawa. Pada 2019, LIPI mengumumkan pencatatan Cnemaspis muria sebagai cecak jenis baru setelah keberadannya pertama kali dideteksi lewat survei pendataan keragaman hayati di gunung Muria, Jawa Tengah pada Juli 2018. Berbagai temuan itu menunjukkan bahwa Indonesia merupakan rumah bagi aneka jenis cecak sebagai bagian dari keanekaragaman hayati yang dimiliki negeri ini.

Cecak Rumah yang Tak Kalah Beragam

Tak hanya di wilayah seperti gunung dan hutan, cecak yang ada di rumah dan hidup berdampingan langsung dengan manusia juga beragam jenisnya. Biasanya, cecak di rumah punya ciri-ciri fisik yang umum, utamanya tubuh yang berwarna abu-abu hingga cokelat tua. Namun, sebetulnya ada berapa jenis cecak yang biasa ada di rumah-rumah masyarakat Indonesia?

Peneliti LIPI, Dr. Amir Hamidy, M.Sc, punya jawaban atas pertanyaan tersebut. Ia menjelaskan bahwa terdapat tiga 3 jenis cecak yang lazim hidup di rumah yakni Hemidactylus frenatus, Gehyra infrafrenata, dan Hemidactylus platyurus. Tidak sekadar hidup dan berkembang biak, cecak di rumah memiliki peran ekologis tersendiri dengan memakan serangga seperti nyamuk kecoa, tawon, dan hewan lain.

"Dia predator serangga-serangga itu, kalau rumah Anda di wilayah tropis, sarangnya serangga. Kalau nggak ada pengendali itu ya mungkin Anda justru akan kena penyakit karena serangga, nyamuk, laba-laba, juga dia makan, jadi pengendali," kata Amir seperti dilansir Kumparan.

Uraian lebih detil mengenai jenis-jenis cecak di Indonesia disampaikan oleh Mumpuni dari Balitbang Zoologi, Puslitbang Biologi - LIPI, Bogor. Melalui hasil penelitian berjudul Cecak Rumah dan Makanannya di Desa Rarahan, Taman Nasional Cibodas, Gunung Gede, Jawa Barat yang dipublikasikan Masyarakat Zoologi Indonesia pada 1992, Mumpuni menjelaskan bahwa cecak rumah yang diidentifikasinya berjenis Gehyra mutilata dan Hemiphyllodactylus typus.

Keduanya punya ciri-ciri fisik yang berbeda. Gehyra mutilata disebut bertubuh gemuk, berkulit tipis, dan berwama cerah. Keberadaannya tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Sedangkan Hemiphyllodactylus typus bertubuh lebih langsing, warnanya agak gelap dan ekornya berbentuk silindris serta relatif pendek. Daerah penyebarannya meliputi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Dari segi ukuran, tubuh Gehyra mutilata lebih panjang dibandingkan Hemiphyllodactylus typus.

Laporan penelitian Mumpuni memang belum cukup untuk menjelaskan secara menyeluruh tentang jenis-jenis cecak rumah mengingat lingkup penelitian yang sangat terbatas. Apalagi, wilayah Indonesia yang membentang luas dengan kondisi alam yang berbeda-beda membuka kemungkinan bagi adanya jenis cecak rumah yang berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lain. Namun, publikasi tersebut setidaknya bisa memberikan gambaran mengenai keberadaan cecak di rumah-rumah penduduk di Pulau Jawa.

Mumpuni sendiri dalam laporannya mengakui bahwa kondisi di Desa Rarahan memang berbeda dengan tempat-tempat lain, terutama daerah dataran rendah di Jawa. Rarahan adalah desa yang terletak di dataran tinggi. Ketinggian Rarahan sekitar 1200 m dari permukaan laut dan hawanya sejuk khas pegunungan dengan suhu udara sekitar 20 derajat celcius.

Di Rarahan, populasi Gehyra mutilata sangat melimpah, kemudian disusul oleh Hemiphyllodactylus typus. Sebaliknya, di daerah dataran rendah jenis cecak rumah yang paling banyak ditemui adalah H. frenatus dan C. platyurus.

Cicak Jari Lengkung Tambora, Spesies Baru yang Meyakinkan Indonesia Juara Ragam Hayati

Mitos tentang Cecak

Saking dekatnya dengan kehidupan manusia, masyarakat Indonesia pun mengenal mitos yang berkaitan dengan hewan satu ini. Meski belum tentu masih dipercaya kebanyakan orang, yang jelas mitos tersebut telah dikenal sejak masa lampau secara turun-temurun.

Salah satu mitos tentang cecak yang ada di Indonesia dikenal oleh masyarakat Jawa. Dikutip dari Pikiran Rakyat, Primbon Jawa menganggap jika seseorang kejatuhan cecak, maka itu menandakan akan ada kejadian tertentu yang dialami orang bersangkutan.

Jika seseorang kejatuhan cecak di kepala atau kaki, itu dianggap sebagai pertanda bahwa kesialan akan segera terjadi atau kehilangan orang yang disayangi. Lalu jika seseorang kejatuhan kotoran cecak, maka itu pertanda orang tersebut akan sakit.

Selain mengaitkan cecak dengan hal buruk, ada pula mitos yang menganggap cecak sebagai hal baik. Misalnya, mitos primbon Jawa juga percaya jika cecak jatuh di tangan, maka itu adakah pertanda keberuntungan. Orang yang kejatuhan cecak di tangan diyakini akan mendapat rezeki nomplok berupa pekerjaan baru, uang banyak, atau pujian dari orang lain.

Terlepas dari benar tidaknya mitos tersebut, kejatuhan cecak itu sendiri pada dasarnya memang adalah sebuah kesialan. Kotoran hewan di rumah pun bisa menganggu kesehatan manusia apabila tidak segera dibersihkan. Dr. Amir Hamidy, M.Sc menjelaskan jika cecak memiliki parasit berupa tengu berwarna merah yang bisa masuk ke tubuh apabila manusia memegang cecak lalu memegang makanan tanpa cuci tangan. Namun bukan berarti itu juga adalah penyakit yang diakibatkan cecak secara langsung kepada manusia.

"Itu parasit biasa, tapi bukan levelnya virus, bakteri. Belum ada penelitian penyebab penyakit dari cecak. Kalau COVID-19 itu kan jelas, virus asosiasi kelelewar itu kan jelas, ini (cecak) kan nggak, mana ada (penelitiannya)," katanya.

LIPI Temukan Spesies Baru Cicak Berpola Seperti Batik, Seperti Apa Wujudnya?



Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini