Menteri Pembangunan Denmark: Indonesia Mampu Jadi Pemimpin Energi Hijau di Asia Tenggara

Menteri Pembangunan Denmark: Indonesia Mampu Jadi Pemimpin Energi Hijau di Asia Tenggara
info gambar utama

Transisi energi hijau menjadi salah satu gerakan perubahan yang banyak dilakukan sejumlah negara untuk menekan laju krisis iklim. Bukan secara mandiri, upayanya dilakukan secara bersama-sama di antara sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Menariknya, kemampuan dan potensi Indonesia untuk menjadi negara yang melancarkan gerakan energi hijau rupanya diakui negara lain, salah satunya negara maju Denmark.

Secara terang-terangan, Denmark menilai jika Indonesia sebenarnya mampu untuk memimpin gerakan dan perubahan energi hijau di kawasan Asia Tenggara. Apa yang membuat Denmark menilai demikian?

Apa Itu REC, Instrumen EBT yang Buat Istana Kepresidenan Dipasok Energi Hijau

Denmark akui SDA Indonesia

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa dan Menteri Pembangunan dan Kerja Sama Denmark Flemming Moller Mortensen, dalam acara The Development of Indonesia's Blue Economy Roadmap | Muhammad Adimaja/Antara Foto
info gambar

Pengakuan Denmark akan kemampuan Indonesia terungkap dalam salah satu side event G20, yakni dalam pertemuan G20 Development Ministerial Meeting (DMM) 2022 Side Event. Acara tersebut bertajuk The Development of Indonesia's Blue Economy Roadmap yang berlangsung di Belitung, pada Rabu (7/9/2022).

Ungkapan tersebut disampaikan oleh Flemming Moller Mortensen, selaku Menteri Pembangunan dan Kerja Sama Denmark. Bukan tanpa alasan, ucapan Flemming rupanya berdasar pada pandangannya mengenai sumber daya alam (SDA) melimpah, yang dimiliki Indonesia.

"Ketika kita melihat ke Indonesia, kita melihat sumber daya alam yang melimpah untuk transisi energi. Indonesia bisa menjadi pemimpin hijau untuk kawasan Asia Tenggara," ujarnya.

Flemming mengungkap, bermodalkan kekayaan SDA yang ada, jika Indonesia ingin mewujudkan target tersebut, negara ini harus mampu menarik investasi dari pihak swasta. Dalam kesempatan yang sama, Flemming juga menyampaikan tiga poin utama yang perlu diterapkan untuk melakukan percepatan transisi energi.

Lebih lanjut, tiga poin yang dimaksud adalah transisi hijau yang adil dan merata, kemitraan antara publik dan swasta yang kuat, dan terakhir kolaborasi regional dan multilateral yang kuat.

RUPTL Resmi Dirilis, Porsi Pembangkit EBT Diperbesar Demi Dukung Transisi Energi Hijau

Partner bilateral Indonesia dalam gerakan energi hijau

Kerja sama bilateral energi hijau Denmark dan Indonesia | Dok. Kementerian ESDM
info gambar

Tak terlalu baru, sebenarnya Denmark selama ini memang menjadi negara yang dikenal getol mendekati Indonesia dalam program energi hijau.

Denmark tercatat sudah menjadi partner bilateral Indonesia dalam hal energi bersih/hijau lewat beberapa program. Dua program yang dimaksud di antaranya Indonesia-Denmark Partnership Program (INDODEPP) dan Sustainable Island Initiatives (SII).

Lebih dari itu, beberapa perusahaan energi Denmark juga banyak yang melakukan penjajakan investasi di Indonesia. Sejumlah investasi energi hijau yag dimaksud di antaranya dilakukan oleh Copenhagen Infrasrukture Partners dengan nilai 700 juta dolar AS, Vestas dengan nilai 400 juta dolar AS, dan Howden sebesar 40 juta dolar AS.

Ketiga perusahaan di atas adalah perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur pembangkit listrik tenaga angin/bayu. (PLTB). Lebih lanjut, kerja sama yang dilakukan antara Denmark dan Indonesia secara garis besar terbagi menjadi 3 program.

Pertama, Denmark mengevaluasi mengenai kelayakan "Indonesia's Renewable Energy Pipeline", yang menjadi target 23 persen EBT Indonesia di tahun 2025. Berdasarkan hasil riset pihak Denmark, target tersebut kemungkinan bisa terealisasi dan dijangkau oleh sektor ketenagalistrikan.

Kedua, riset mengenai studi pra-kelayakan EBT atau pre-feasibility studies for Renewable Energy di dua provinsi yakni Sulawesi Utara dan Riau. Hasilnya, disimpulkan bahwa terdapat peluang bisnis dan kerja sama antara Indonesia dan Denmark untuk pengembangan EBT di kedua provinsi tersebut.

Terakhir, adalah kerja sama antara Denmark dengan Pemerintah Provinsi NTB berupa dukungan dana, untuk mengejar target net-zero emisi pada tahun 2050. Yang mana target tersebut akan dicapai dengan skema 60 persen pangsa EBT di Lombok Grid pada tahun 2030, dan baru mencapai 100 persen share EBT di NTB Grid pada tahun 2040.

Menilik Riwayat Pembangunan dan Potensi PLTB di Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini