Mengenal Novilla Aru, Sosok Penggerak Perempuan dan Penjaga Tanah Adat di Papua

Mengenal Novilla Aru, Sosok Penggerak Perempuan dan Penjaga Tanah Adat di Papua
info gambar utama

Hingga saat ini masih ada banyak sosok local hero di Indonesia yang berperan memberdayakan masyarakat dengan berbagai cara. Tanpa terkecuali, keberadaannya juga tersebar di seluruh penjuru tanah air, termasuk wilayah Papua. Seperti yang dilakukan oleh seorang sosok penggerak perempuan yakni Novilla Aru.

Bernama lengkap Novilla Maria Aru, sosok perempuan yang lahir pada tahun 1989 ini merupakan penggerak perempuan adat di Kampung Sawesuma.

Salah satu gerakan besar yang dilakukan Novilla adalah mendukung perempuan wilayah sekitar dari tekanan yang ada. Tekanan yang dimaksud yaitu berupa bujukan investor untuk menjual tanah menjadi lokasi perkebunan.

Seperti apa upaya Novilla mempertahankan kelestarian alam dan tanah di Kampung Sawesuma?

Penghormatan dan Sakralitas Terhadap Perempuan dalam Budaya Sunda

Awal kepedulian Novilla terhadap isu sosial

Novilla Maria Aru | Dok. Lumeli Jacky Buli/Yayasan WWF Indonesia
info gambar

Novilla selama ini lebih akrab disapa dengan sebutan Amo, yang dalam bahasa Nabire berarti Ibu. Ia saat ini menetap di Kampung Sawesuma, sebuah kampung perbatasan Kabupaten Jayapura. Sebenarnya ia berasal dari Nabire, namun kemudian menetap di Kampung yang dimaksud.

Berstatus sebagai istri kamabi (pemilik ulayat suku Sawe) yang Bernama Bapak Robi Digan, Novilla mengawali kegiatan sosialnya dengan menjadi pengurus sekolah Minggu. Di sekolah Minggu tersebut, ia aktif menjadi pengajar dalam berbagai kesempatan.

Dari situ, ia mulai banyak mengenal anak-anak, pemuda, dan kaum perempuan. Karena memiliki karakter yang supel dan selalu mau belajar, ia berhasil menarik perhatian masyarakat kampung. Novilla pun akhirnya dipilih menjadi wakil BaMusKam (Badan Musyawarah Kampung).

Tapi bukan hanya itu, minatnya dalam pemberdayaan kaum perempuan, pemuda dan anak-anak juga membuat ia dipilih sebagai ketua posyandu. Berangkat dari awal tersebut, Novilla mulai banyak belajar tentang isu dan tantangan yang dihadapi kelompok perempuan.

Akhirnya secara berkala, ia sering mengumpulkan kaum perempuan. Kegiatan awalnya pun cukup sederhana, yakni berbagai cerita persoalan rumah tangga, atau sekadar bertukar mimpi-mimpi dan harapan-harapan.

Sosok Perempuan Pahlawan Literasi Bagi Suku Baduy

Novilla dan pemberdayaan perempuan

Kelompok perempuan adat Ingger Wewal (Dok. Ade Erawati Sangadji/Yayasan WWF Indonesia)
info gambar

Pada akhir tahun 2020, Kepala Kampung Sawesuma mengangkat Novilla menjadi ketua kelompok Ikatan Perempuan Adat Kampung Sawesuma. Di mana kelompok ini menamai diri dengan sebutan Ingger Wewal yang artinya Cenderawasih Betina.

Total anggota terdiri dari 60 orang yang sebenarnya adalah seluruh perempuan di kampung tersebut. Novilla yang kemudian dipanggil sebagai Amo sangat bersemangat karena ada wadah bagi kaum perempuan untuk diakui di kampung.

Anggota kelompok tersebut sebagian besar berperan sebagai petani, mereka menghabiskan waktu banyak di kebun, mengurus anak dan rumah tangga. Tapi di balik itu, mereka adalah orang-orang tangguh. Untuk memastikan pemenuhan kebutuhan rumah tangga sehari-hari, merekalah yang melakukannya.

Di lain sisi, tekanan terhadap hutan di Kampung Sawesuma menjadi isu yang semakin menguat sejak lama. Bujukan investor semakin kencang untuk menjual tanah untuk lokasi perkebunan, apalagi di tengah kondisi sulitnya ekonomi yang tak dimungkiri terjadi.

Meski begitu, Amo dan kelompok perempuan adat Ingger Wewal tidak tinggal diam. Melakukan gerakan pemberdayaan, mereka memulai usaha kerajinan noken atau hon.

Tidak disangka, kegiatan tersebut merupakan titik balik perkembangan kelompok. Kelompok kerajinan yang awalnya hanya diikuti 3 hingga 4 orang saja, sekarang sudah melibatkan seluruh anggota kelompok.

Lebih lanjut, hasil produk yang dimiliki mereka pasarkan melalui komunitas Earth Hour (EH) Jayapura, atau oleh perorangan yang akan turun ke kota. Perlahan namun pasti, kelompok paham bahwa ada sektor lain yang bisa mendatangkan keuntungan ekonomi selain penjualan hasil kebun.

Dan hal tersebut yang jadi modal mereka untuk mempertahankan lahan atau kebun yang disasar oleh investor. Gerakan tersebut yang kemudian menjadi inspirasi yang oleh Amo, pada acara webinar Pekan Asian Pacific Climate Week (APCW).

Amo berbagi keterlibatan perempuan yang berpartisipasi dalam menjaga iklim, dengan memanfaatkan sumber daya alam. Dalam kesempatan tersebut, cerita Amo tidak hanya didengar secara nasional, namun juga dalam cakupan internasional oleh masyarakat adat dari berbagai negara lain.

Adapun beberapa negara asal pegiat masyarakat adat lainnya terdiri dari Belanda, Accra-Ghana, Filipina, India, Kenya, Zimbabwe, Vietnam, Thailand, hingga Jepang.

“Walaupun gugup karena kegiatan ini melibatkan banyak orang luar (asing), tapi saya senang karena bisa sampaikan cerita tentang perempuan di kampung. Bahkan bisa belajar dari perempuan di negara lain” jelas Amo Novilla.

Perempuan Ini Dedikasikan Hidupnya untuk Jaga Kehidupan Bekantan di Kalimantan

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Siti Nur Arifa lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Siti Nur Arifa.

Terima kasih telah membaca sampai di sini