Menyusuri Gua Pancur: Keindahan Batuan Kapur dari Mata Air Pegunungan Kendeng

Menyusuri Gua Pancur: Keindahan Batuan Kapur dari Mata Air Pegunungan Kendeng
info gambar utama

Pegunungan Kendeng di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tidak hanya menyimpan cadangan air tanah untuk ribuan hektare areal pertanian dan jutaan penduduk sekitar. Di tempat ini juga menyimpan keindahan gua perut bumi.

Keindahan bentang karst yang memiliki stalaktit dan stalagmit serta bebatuan unik di dalamnya, salah satunya adalah Gua Pancur yang terletak di Dukuh Gasong, Desa Jimbaran, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati.

Di sini wisatawan akan dibuat terpukau dengan pemandangan stalaktit dan stalagmit di sepanjang perut Kendeng. Sungai bawah tanah jernih dan tidak pernah kering meskipun saat kemarau, kedalaman air pun bervariasi, mulai dari 1 meter hingga 6 meter.

Kala Singa Barong dan Nagareja Jadi Simbol Masyarakat Kendeng Lindungi Alam

Gua Pancur boleh dibilang tandon besar air dari Pegunungan Kendeng. Meskipun permukaan pegunungan tidak ditumbuhi pepohonan, perut bumi tetap terkandung sumber mata air besar.

“Selama ini, gua menjadi sumber mata air utama pertanian, dan lebih banyak dimanfaatkan warga setempat sebagai lokasi ritual,” jelas Rendra Sanjaya dalam Pelestarian Alam dalam Tradisi Masyarakat Kendeng terbitan Kompas.

Disebut oleh Rendra, air yang bersumber dari mata air bawah tanah itu mendorong orang untuk mendatangi gua. Khasiat air diyakini bisa memberikan kekuatan magis bagi siapa saja yang mencuci muka di beberapa titik sumber mata air.

Batuan unik

Panjang lorong gua di bagian terdalam perut Pegunungan Kendeng Selatan ini mencapai 8,72 kilometer. Gua Pancur pertama kali ditemukan oleh warga setempat, yakni Mbah Sarto, sekitar tahun 1932.

Penemuan itu berawal dari suara gemericik air yang berasal dari dalam gua. Warga lalu membuat mulut gua yang lebar untuk menelusuri alur sungai dalam gua. Semakin ke dalam, suara gemericik air kian keras dan aliran makin deras.

“Itulah kenapa tempat ini dinamai Gua Pancur,” jelas Rendra.

Salah satu kekhasan gua kapur adalah memiliki kekayaan batuan karst di dalam perut bumi. Begitu pula Gua Pancur. Hamparan stalaktit dan stalagmit memiliki makna dan bentuk yang mudah diingat wisatawan.

Makna Ibu Pertiwi dalam Tradisi Masyarakat Kendeng untuk Lestarikan Alam

Bebatuan itu bagai ukiran alam sebagai dampak pelarutan air yang terus-menerus di bebatuan daerah karst Pegunungan Kendeng. Stalaktit dan stalagmit berumur ribuan tahun itu beraneka warna, paling banyak yaitu putih, merah marun, dan abu-abu kehitaman.

Ahmad Najib, pengelola wisata yang sudah puluhan tahun keluar Gua Pancur menuturkan saat musim kemarau, air sedikit surut. Saat itu dari lantai gua, muncul batuan kristal indah menyerupai terasering atau lekukan sawah yang berundak.

“Ada pula batu pualam menyerupai tokoh pewayangan Semar,” aku Ahmad.

Tempat wisata

Suyitno penasihat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Gua Pancur wisata susur gua baru dikembangkan sejak tahun 2013-an. Pokdarwis setempat mengembangkan kawasan wisata seluas 2,9 hektare.

Lokasi gua di atas perbukitan sangat menarik perhatian wisatawan. Dari tepian mulut gua, wisatawan bisa memandang bebas hamparan sawah menghijau. Di beberapa pohon di sekitar mulut gua, terdapat kandang merpati putih.

“Pengunjung dapat memberi makan burung-burung merpati dengan biji jagung,” paparnya.

Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi

Untuk menikmati keindahan perut bumi Gua Pancur, pengelola wisata setempat yang tergabung dalam Gasong Community menawarkan beberapa paket susur gua. Paket itu terdiri dari susur jarak 3 kilometer, 5 kilometer, atau 15 kilometer ke dalam gua.

Bagi yang enggan berbasah-basah, pihak pemandu wisata juga menyiapkan perahu dari ban mobil. Mengingat belum ada jalan setapak, penyusuran harus melalui alur sungai di dalam gua.

Selain itu terkait pemandangan indah, pengunjung tidak perlu khawatir karena sudah tersedia lampu-lampu penerangan. Lampu yang tersedia pun jenis yang lembut agar sinar lampu tidak merusak stalaktit dan stalagmit.

Khabibur Rohman menegaskan terkait keamanan, wisatawan tidak perlu khawatir karena semua pemandu susur gua sudah menjalani pelatihan kelompok pecinta alam dari Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur.

“Untuk keselamatan dan kenyamanan wisatawan saat melakukan susur gua, akan dibatasi jumlah pesertanya,” paparnya.

Nantinya wisatawan akan dipinjami perlengkapan keselamatan, seperti jaket, pelampung, senter, helm, sepatu karet, serta lampu senter besar yang dibawa pemandu. Wisata ini akan ditutup pukul 17.00 dan butuh waktu tiga jam untuk menyusuri Gua Pancur.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini