Pro dan Kontra Job Hopper, Kutu Loncat dalam Perjalanan Karier

Pro dan Kontra Job Hopper, Kutu Loncat dalam Perjalanan Karier
info gambar utama

Dalam perjalanan karier, tidak sedikit orang yang dengan sengaja menggonta-ganti pekerjaan. Fenomena ini umumnya ditemukan di kalangan karyawan muda, seperti milenial. Orang yang sering berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain tersebut dikenal dengan istilah job hopper.

Beberapa pandangan muncul terkait apa yang dilakukan oleh job hopper tersebut. Sebagian pendapat mengatakan bahwa job hopper mendatangkan hal positif. Namun, sebagian yang lain menyarankan untuk tidak melakukannya karena bisa berdampak kepada reputasi citra pribadi di mata perekrut (recruiter).

Lantas, bagaimana sebetulnya pro dan kontra job hopper dalam perjalanan karier seseorang? Berikut ulasannya.

Baca Juga: CV ATS Friendly vs CV Kreatif: Lebih Baik Pakai yang Mana?

Mengenal Apa Itu Job Hopping dan Job Hopper

Mengutip NBC News, job hopping didefinisikan sebagai kecenderungan pekerja untuk menghabiskan waktu kurang dari dua tahun dalam satu posisi pekerjaan. Mereka berpindah-pindah dalam jarak waktu yang singkat, sehingga sering pula dikenal dengan istilah “kutu loncat”.

Hasil survei oleh perusahaan konsultan sumber daya manusia global, Robert Half, kegiatan berpindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain ini sering ditemukan di kalangan pekerja milenial. Dalam survei tersebut dikatakan, 75 persen milenial menilai bahwa berpindah pekerjaan dapat menguntungkan karier mereka.

Berbagai alasan muncul terkait mengapa seseorang menjadi job hopper. Salah satu alasannya ialah persoalan ekonomi. Job hopper merasa tidak cocok dengan upah atau gaji yang ia terima dari pekerjaan lama, lalu mengambil keputusan untuk pindah ke pekerjaan yang baru. 

Alasan lainnya, job hopper ingin melarikan diri dari tekanan pekerjaan yang ia alami. Alih-alih menanyakan kepada diri sendiri “Apa yang saya pedulikan?” dan “Apa yang saya inginkan?” dari pekerjaannya, job hopper justru memutuskan keluar dari pekerjaan tersebut.

Selain dua alasan tersebut, ada beberapa alasan lain. Mengutip Kompas, alasan tersebut, antara lain, pekerja merasa tidak puas dengan pekerjaan saat ini, tidak tahu tujuan pekerjaan, perusahaan memiliki manajemen yang buruk, dan tidak ada apresiasi kinerja dari internal perusahaan.

Terlepas dari sederet alasan di atas, job hopper memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dikutip dari berbagai sumber, berikut pro dan kontra job hopper yang perlu GoodMates pertimbangkan.

Baca Juga: Pentingnya Work Life Balance dan Beragam Manfaatnya! Penasaran?

Sisi Pro Job Hopper

1. Menaikkan Gaji

Job hopper bisa menjadi pilihan yang tepat apabila kamu terkendala dengan nominal gaji. Bertahan di suatu perusahaan dengan gaji yang tidak sesuai, terkadang tidak menyelesaikan masalah. Terlebih lagi saat ini banyak perusahaan yang mengurangi biaya (cost-of-living) mereka.

Jika kamu merasa yakin bahwa skil yang kamu punya tidak sebanding dengan gaji yang kamu dapatkan, tidak ada salahnya untuk pindah ke perusahaan lain dengan kompensasi yang lebih baik. Setelah puas dengan nominal gaji yang ditawarkan, menetaplah di perusahaan tersebut untuk sementara waktu.

2. Memperluas Jaringan

Berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain pasti akan menambah jaringan profesionalmu. Namun, dengan catatan bahwa kamu memiliki hubungan yang baik dengan perusahaan tersebut. Tidak terkecuali perusahaan yang kamu tinggalkan.

Maka dari itu, sebelum menjadi job hopper, pastikan kamu meninggalkan perusahaan dengan cara baik-baik. Pamit kepada orang-orang di perusahaan lamamu dengan hormat, jelaskan kepada mereka alasanmu pindah, dan tetap saling menjaga hubungan.

3. Memajukan Karier

Kelebihan job hopper selanjutnya ialah menciptakan kemajuan karier (career advancement). Pindah ke pekerjaan lain bisa menjadi cara yang efektif untuk menaiki jenjang karier. Dengan cara ini, kamu bisa menemukan posisi pekerjaan yang lebih tinggi dan tidak kamu temukan di kantor lama.

Berganti pekerjaan mungkin merupakan pilihan terbaik daripada bertahan di perusahaan lama. Lebih lagi ketika kamu tidak kunjung mendapat promosi jabatan. Namun, kamu perlu memastikan bahwa resumemu sudah cukup bagus untuk meyakinkan recruiter di perusahaan baru yang akan kamu lamar.

4. Mendapatkan Beragam Pengalaman

Bekerja di beberapa perusahaan berbeda memungkinkan kamu untuk mendapatkan pengalaman yang beragam. Kamu bisa belajar hal baru dan memperluas pengetahuan karena setiap perusahaan memiliki keunikan tersendiri. Untuk mendapatkan hal tersebut, kamu tentunya perlu bertahan beberapa waktu di perusahaan tersebut.

Mengutip Forbes, setidaknya dibutuhkan waktu tiga hingga enam bulan untuk benar-benar larut dalam posisi atau perusahaan baru. Jadi, kamu perlu menghabiskan cukup waktu di setiap perusahaan untuk mempelajari seluk-beluk perusahan tersebut.

5. Mengajarkan Penyesuaian Diri

Pindah pekerjaan berarti membawa kamu bertemu perusahaan baru dengan orang-orang berbeda dan lingkungan kerja yang berbeda pula. Dari sana, kamu akan kembali belajar menyesuaikan diri atau dikenal dengan istilah cultural fit. Kemampuan untuk beradaptasi ini bisa mendatangkan keuntungan bagimu di masa mendatang.

Saat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja yang berbeda, kamu juga bisa menilai diri sendiri dan menentukan perusahaan atau posisi apa yang sesuai denganmu. Dalam arti lain, job hopper juga memungkinkan kamu untuk berkembang menjadi pribadi yang lebih wawas diri. 

Sisi Kontra Job Hopper

1. Diragukan oleh Perekrut (Recruiter)

Ketika recruiter memeriksa resumemu dan menemukan adanya lompatan kerja dalam waktu yang berdekatan, sang recruiter mungkin ragu kepada dirimu. Recruiter akan mempertanyakan daya tahan dan keloyalitasanmu, apabila kamu benar-benar lolos dan bekerja untuk perusahaan tersebut.

Sebagai job hopper, bersiaplah untuk menjelaskan mengapa kamu sering berpindah-pindah pekerjaan. Selain itu, siapkan pula alasan yang jelas dan dapat dipercaya mengapa kamu berhak mendapatkan posisi baru yang kamu lamar. Stigma terhadap job hopper masih ada karena perusahaan pada dasarnya mementingkan kesetiaan.

2. Kehilangan Manfaat dari Pekerjaan Lama

Setiap kali berhenti dari suatu pekerjaan, artinya kamu kehilangan manfaat yang diperoleh dengan susah payah. Meskipun ada kesempatan untuk mendapat manfaat yang lebih besar di tempat baru, tetapi itu mungkin akan membutuhkan waktu yang lama—mengingat kamu akan memulai semuanya dari awal lagi.

Contoh paling sederhana dari kehilangan manfaat ini ialah hilangnya kesempatan cuti. Jika masuk ke perusahaan baru, kamu harus menjalani status percobaan terlebih dahulu sebelum kamu mendapat manfaat secara penuh. Kamu kemungkinan tidak bisa cuti untuk beberapa waktu sampai masa percobaanmu berakhir.

3. Ketidakpastian Pekerjaan

Menjadi job hopper mungkin terdengar mudah untuk dilakukan. Padahal, kenyataannya bisa jadi sulit. Melihat kondisi saat ini ketika semua pekerja berlomba-lomba mencari pekerjaan baru yang lebih bagus dan berhenti dari perusahaan lama mereka, maka sainganmu akan semakin berat.

Untuk berjaga-jaga, kamu perlu memeriksa sumber pemasukanmu sebelum menjadi job hopper. Pastikan kondisi keuanganmu cukup selama kamu melewati masa-masa mencari pekerjaan baru. Perlu diingat, kamu tidak pernah tahu kapan kamu akan mendapat pekerjaan lagi.

4. Tidak Memiliki Kedalaman Skill

Job hopper memang menawarkan pengalaman kerja yang beragam, tetapi hal ini bisa jadi bumerang karena kamu bisa dinilai tidak memiliki kedalaman skill. Waktu yang kamu habiskan di perusahaan sebelumnya mungkin saja belum cukup untuk menjadikan kamu seorang ahli di bidang pekerjaan tersebut.

Di balik pengalaman kerja yang banyak, ada bahaya yang mengancam seorang job hopper. Mereka dinilai belum menguasai kemampuan industri tertentu dengan baik atau disebut sebagai Master of None. Hal tersebut justru membuat value-mu di mata recruiter tetap rendah.

Baca Juga: Tipe-tipe Gaya Kerja di Kantor, Kamu Tipe yang Mana?

GoodMates, coba pikirkan kembali sebelum kamu memutuskan menjadi job hopper. Persiapkan segalanya dengan matang agar kamu tidak menyesal di kemudian hari.

Referensi: NBC News | Forbes | People Matters

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini