Batik Ampas Kopi dari Nagari Pariangan Pecahkan 2 Rekor MURI

Batik Ampas Kopi dari Nagari Pariangan Pecahkan 2 Rekor MURI
info gambar utama

Nagari Pariangan Kabupaten Tanah Datar pecahkan dua rekor MURI dalam rangkaian acara menuju puncak Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022, Minggu pagi (30/10). Rekor yang dimaksud antara lain desa wisata pertama dengan batik beraroma kopi dan desa wisata pertama yang memiliki pewarna batik alami dari limbah ampas kopi. Inovasi ini diduga menjadi yang pertama di dunia.

Peresmian capaian itu dilakukan usai kegiatan 5K-Fun Run, jalan sehat, dan senam aerobik bersama Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno, Komunitas Pelari Jakarta, dan sejumlah kepala daerah beserta rombongan dari perwakilan desa peserta ADWI di Jakarta.

Piagam penghargaan diserahkan langsung oleh pendiri MURI Jaya Suprana kepada Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga Tanah Datar Hendri Agung Indrianto serta Ketua Pokdarwis Pariangan Asrizal Depi, dikutip dari Facebook Prokopim Setda Tanah Datar.

Tak hanya itu, pada malam penganugerahan ADWI, Pariangan juga menjuarai kategori desa berkembang. Menparekraf RI Sandiaga bahkan sempat memuji keberhasilan desa tertua di Minangkabau itu atas raihan 3 prestasi sekaligus.

“Ini (Nagari Pariangan) bisa menjadi rujukan dan contoh bagi desa lainnya di Indonesia," ujar Sandiaga dalam sambutannya.

ADWI adalah malam penentuan bagi 50 besar desa wisata se-Indonesia untuk memperebutkan 5 predikat terbaik dalam 11 kategori di antaranya: desa wisata rintisan, desa wisata berkembang, desa wisata maju, kelembagaan desa wisata, daya tarik pengunjung, suvenir, digital kreatif, homestay, toilet umum, Cleanliness, Health, Safety and Environment Sustainability (CHSE), serta satu desa wisata favorit, dikutip Sekretaris Kabinet.

5 Makanan Unik dari Laut Kota Padang, Ada Langkitang dan Palai Bada

Batik ampas kopi

Melansir Prokabar.com, batik ampas kopi diproduksi oleh UMKM Rumah Batik Pariangan. Terobosan ini bermula dari penelitian yang dilakukan oleh Ketua Kadinda Tanah Datar Rina Aziz bersama Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia Azril Azhari.

Mereka memulai percobaan membatik dari 2 tahun lalu. Kain batik ampas kopi bahkan melewati 25 kali pencucian untuk menguji keawetan warnanya. Di samping itu, ampas kopi diperoleh melalui kerja sama dengan sejumlah warung kopi dan kafe.

Riset itu tak berjalan mulus, beragam kendala menghampiri proses inovasi ini, salah satunya motif batik yang tidak tahan lama. Namun, setelah mencoba banyak cara, permasalahan itu pun akhirnya dapat teratasi. Sudah lebih dari setahun, batik ampas kopi dipasarkan secara daring dan langsung di galeri UMKM Rumah Batik Pariangan.

Sesuai namanya, batik ini mengeluarkan aroma khas kopi dari kainnya yang banyak digemari berbagai kalangan, khususnya para pecinta kopi.

Menariknya, bagi pelancong atau masyarakat setempat yang ingin menyaksikan langsung proses pembuatan batik ampas kopi ini, diperbolehkan datang ke galeri setiap Sabtu dan Minggu karena proses produksi mencanting serta mewarnai dilakukan pada hari tersebut.

10 Motif Batik yang Paling Terkenal dan Terindah di Indonesia

Desa terindah di dunia

Pada penghujung 2012 silam, Budget Travel, situs pariwisata terpopuler di New York, merilis daftar desa terindah di dunia versi mereka. Di situ tertulis, Nagari Pariangan berada pada peringkat satu diikuti Niagara Kanada, Cresky Krumlov Republik Ceko, Wengen Swiss, Shirakawa-Go Jepang, dan Eze Prancis.

Desa nan indah itu terletak di Lereng Gunung Marapi, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Berada di ketinggian 500-700 meter di atas permukaan laut, Pariangan menawarkan alam nan sejuk juga asri.

Daya tarik dari desa ini adalah tempat tinggal penduduk yang berbentuk rumah gadang bertingkat-tingkat mengikuti pola lereng gunung. Rumah-rumah berusia ratusan tahun itu dibangun ala tradisional tanpa bantuan paku. Kemanapun arah mata memandang, akan selalu tampak atap gonjong nan berujung runcing.

Selain rumah gadang, Masjid Ishlah menjadi peninggalan yang menarik juga di Nagari Pariangan. Masjid ini dibangun oleh Syekh Burhanuddin pada abad ke-19. Soal arsitektur, masjid tua ini sama sekali tidak meniru rumah gadang, tapi justru terinspirasi dari kuil-kuil di Tibet. Bangunan ini telah dua kali mengalami renovasi pada 1920 dan 1994.

Di samping itu, hal yang paling menakjubkan dari masjid ini tak lain yaitu pancuran air panasnya yang mengalir langsung dari hulu Gunung Merapi. Dengan air itulah, para muslim yang beribadah di Masjid Ishlah menyucikan diri mereka.

Lompong Sagu, Camilan Legendaris Minang yang Tergerus Zaman

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini