Selain llegal, Fashion Thrift dari Pakaian Impor Berdampak Buruk pada Industri Dalam Negeri

Selain llegal, Fashion Thrift dari Pakaian Impor Berdampak Buruk pada Industri Dalam Negeri
info gambar utama

Dikutip dari halaman CNBC, Menteri Perdagangan Zulkifli hasan (12/8) memusnahkan 750 buah pakaian bekas impor yang ditaksir mencapai nilai 8-9 miliar. Pemusnahan itu dilakukan di Pergudangan Gracia, Karawang, Jakarta Barat. Pemusnahan ini didasari oleh peraturan pemerintah yang melarang import pakain bekas dari luar negeri.

Larangan ini mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan nomor 40 tahun 2022 tentang barang dilarang ekspor dan barang dilarang impor. Larangan impor pakaian bekas ini dilatarbelakangi oleh alasan kesehatan. Hal ini dari pengujian yang dilakukan di Balai Pengujian Mutu Barang ditemukan jamur kupang pada sampel pakaian bekas impor meskipun telah dicuci berkali kali.

Pelarangan impor pakaian bekas bukan berarti tidak diperbolehkan jual beli pakaian bekas. Jual beli pakaian bekas tetap diperbolehkan yang dilarang adalah impor pakaian bekas. Meskipun bekas, pakaian-pakaian ini memiliki peminat yang banyak di Indonesia, mulai dari anak sekolah sampai orang tua, dari kalangan masyarakat bawah bahkan golongan mewah.

Hal ini karena pakaian bekas impor adalah barang barang branded, kondisi yang masih layak pakai, harga yang murah dan model yang limited. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya event bazar thrift yang digelar di berbagai kota-kota besar, seperti yang digelar di Jatim Expo Surabaya (1-10/11/22) event ini diikuti lebih dari 100 tenant, dan banyaknya pengunjung yang datang sebagian besar adalah golongan menengah ke atas.

festival thrift ramai dikunjungi penggemar fashion yang ingin berbelanja pakaian murah
info gambar

Kesadaran masyarakat mengenai Sustainable living (gaya hidup ramah lingkungan) merupakan salah satu faktor eksisnya kegiatan jual beli barang bekas dikalangan masyarakat. Bahkan dikalangan anak muda kegiatan ini memiliki sebutan sendiri, istilahnya thrift. Dikutip dari Kompasiana.com, Thrift berasal dari bahasa Inggris yang artinya berhemat. Mungkin maksudnya, kegiatan membeli pakaian bekas impor adalah untuk berhemat, bisa beli pakaian branded, tetapi dengan harga murah.

Baca juga: Sejarah Thrift Shop - Pakaian Bekas yang Kerap Diburu Millennial Indonesia

Namun di pandang dari kacamata yang berbeda, banyaknya permintaan barang bekas dari dalam negeri menyebabkan Indonesia menjadi sasaran pasar barang barang bekas dari luar negeri. Dengan masuknya barang bekas yang di negara asalnya dianggap limbah, timbul anggapan bahwa Indonesia adalah penampungan sampah dan dianggap tidak punya martabat.

Trend Thrifting yang merebak dikalangan masyarakat juga berdampak pada melemahnya industri tekstil dalam negeri sehingga banyak pelaku industri terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sejumlah karyawannya. Kekhawatiran industri tekstil dalam negeri pada impor baju bekas ini memiliki alasan. Mengutip dari katadata.co.id, pada bulan Januari-September 2022, nilai impor baju bekas meroket tajam bahkan melebihi nilai impor pakaian jadi. Adanya pelarangan impor pakaian bekas tidak menunjukkan perkembangan yang baik apabila pemerintah tidak melakukan tindakan yang tegas pada pelaku impor ilegal, diperlukan juga pengawasan yang lebih ketat pada jalur masuknya barang impor karena kegiatan penyelundupan ini kerap kali melibatkan petugas bea cukai.

Selain upaya dari pemerintah, kita sebagai warga negara yang mencintai bangsanya perlu memiliki kesadaran untuk mendukung perkembangan bangsa dengan lebih sadar dan lebih bijak dalam berbelanja pakaian supaya tidak mengikuti trend yang merusak industri dalam negeri. Menjual ataupun membeli pakaian impor bekas adalah hal sepele yang dapat mematikan usaha kecil dan menengah. Harga pasaran pakaian bekas impor tak jauh beda dengan harga pakaian buatan lokal yang baru. Model pakaian lokal dalam negeri juga sudah mampu mengejar keterkinian. Namun, masyarakat terlanjur terprovokasi dan lebih condong pada produk dengan embel-embel brand ternama sebagai ajang unjuk gengsi semata.

Dengan memakai dan membeli produk buatan bangsa sendiri, kita ikut andil dalam memajukan ekonomi dalam negeri, mendorong persaingan pada pelaku usaha agar lebih kreatif dan menciptakan inovasi-inovasi baru. Meskipun produk dalam negeri harganya sedikit mahal bila dibanding produk bekas dari luar. Hal ini dapat menjadi motivasi kita untuk lebih giat dalam bekerja mencari uang. Tidak memilih produk impor bekas adalah langkah kecil kita menjadi warga negara yang taat hukum sekaligus menjaga martabat bangsa indonesia dari anggapan sebagai negara penampung sampah.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SI
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini