Mistisme Ritual Ngubat: Cara Orang Kerinci Berhubungan dengan Roh Leluhur

Mistisme Ritual Ngubat: Cara Orang Kerinci Berhubungan dengan Roh Leluhur
info gambar utama

Orang Kerinci di Provinsi Jambi masih menjalankan tradisi ngubat. Tradisi ini merupakan ritual untuk mengundang roh leluhur yang tak lepas dari masih kuatnya hubungan mereka dengan nenek moyang dan alam sekitar.

Dimuat Kompas, proses ngubat ditandai dengan dimulainya komunikasi antara dukun dan arwah nenek moyang. Dukun menyiapkan sesaji di atas piring berisi gambir, tanah dan kemenyan. Di sebelahnya, sebuah bakul dilingkari tali benang tenun.

Pada tali dikaitkan dua buah cincin. Salah satu cincin berwarna perak. Cincin satunya perunggu berbentuk segi enam. Benda-benda itu diyakini menjadi pengantar komunikasi dan penguat ikatan.

Dukun bernama Rustam lantas mengucapkan mantra. Proses memanggil itu disebut nyerau. Itulah saat-saat menjelang masuknya roh ke tubuh dukun. Tangan Rustam mengarah pada bagian tubuh pasien yang sakit, selama prosesi, tak satupun warga berbicara.

Kisah Dukun Serampas: Orang Sakti yang Dipercaya Pernah Sembuhkan Bung Karno

Sofian, seorang pasien duduk menghadap Rustam. Dirinya kemudian merapal mantra dengan cepat sehingga sulit dipahami. Matanya kemudian terpejam. Beberapa saat kemudian dia mengambil segenggam kapur, tiga jeruk nipis, dan dua lembar daun kalisap.

Jeruk nipis dibelah dua, lalu diolesi kapur. Daun kalisap dibakar, lalu diremas sampai layu. Semua bahan dicampur dan dioleskan ke bagian tubuh Sofian yang sakit. Sofian mengaku meminta pertolongan karena merasa nyeri terus-menerus di bagian kiri tubuh.

Dia baru menjalani operasi batu ginjal dua bulan lalu. Meski sudah menjalani pengobatan modern bagi penyakitnya, sebagian warga masih percaya bantuan dukun tradisional untuk menyelaraskan fisik dengan alam sekitar.

Hubungan kuat

Ritual ngubat tak lepas dari masih kuatnya hubungan orang Kerinci dengan nenek moyang dan alam sekitar. Masyarakat yang hidup di sekeliling Danau Kerinci, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi adalah para penerus peradaban Melayu tua.

Meskipun ajaran Islam sangat kuat memengaruhi peradaban setempat pada awal abad ke 18, ikatan pada nenek moyang tidak lepas. Tahun 1707, Sultan Jambi pernah menulis surat kepada Depati Sanggaran Agung, Kerinci.

Pada surat tersebut, Sultan memerintahkan kepada Depati antara lain agar tidak lagi mengorganisasi penyelenggaraan pesta tari-tarian dan menyembah patung-patung dewa serta semua perbuatan yang dilarang ajaran Islam.

Hobi Mendaki? Ini Dia 7 Puncak Tertinggi di Indonesia

“Surat itu menunjukkan bahwa setelah masuknya Islam di Kerinci, sisa-sisa kepercayaan lama masih hidup,” papar Irma Tambunan dalam Tanah Air: Ikatan Orang Kerinci pada Alam.

Penelitian arkeologi yang dilakukan Balai Arkeologi Sumatra bagian Selatan mendapatkan sejumlah peninggalan yang mengungkap kepercayaan komunitas itu akan kekuatan adikodrati yang bersemayam di gunung-gunung.

Hasil penelitian di sekitar Danau Kerinci ditemukan sejumlah peninggalan purbakala berupa tempayan kubur. Bekal kubur dalam tempayan menunjukkan kepercayaan masyarakat akan adanya kehidupan lain setelah kematian.

Untuk menjaga hubungan dengan nenek moyang, orang Kerinci punya sejumlah ritual. Komunikasi dengan alam dibuka pula dalam sejumlah ritual, seperti dalam tradisi kenduri sko atau pesta pusaka, dan juga dalam tari-tarian lokal pada upacara asyeik.

Berasimilasi

Pamong budaya Kerinci, Ali Surakhman mengatakan bahwa baik ngubat maupun asyeik merupakan bentuk primitif masyarakat Kerinci dalam menjaga hubungan dengan alam, salah satunya adalah upacara asyeik.

Pada acara ini masyarakat memberi persembahan atau sesajian berupa hasil bumi. Sejumlah dukun mengucapkan mantra dan menari tarian magis dalam alunan musik sederhana dan berulang-ulang.

“Selama prosesi, para dukun menyampaikan persembahan dan memohon keselamatan untuk hasil panen yang melimpah,” kata Ali.

Makhluk Mitologi Cindaku, Manusia Harimau Penjaga Hutan Kerinci Jambi

Dirinya menjelaskan bahwa sejalan dengan perkembangan zaman dan masuknya Islam ke daerah Kerinci, seluruh ritual adat pun berasimilasi dengan tradisi Islam. Para dukun, misalnya memulai mantra dengan mengucap bismillah.

Di sisi lain, prosesi adat ini menandai masih kuatnya kesadaran masyarakat untuk menjaga keselarasan hidup dengan alam. Mereka percaya dengan tetap menjaga keseimbangan dan keselarasan, kehidupan masyarakat akan terjaga dari kesialan.

Pada masa kini, sejumlah tradisi lisan yang melibatkan komunikasi dengan alam gaib dimanfaatkan untuk meningkatkan gairah pariwisata. Dalam Festival Danau Kerinci yang digelar setiap tahun, hampir selalu diselipkan tari-tarian magis yang membuat penasaran.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini