Arunika Gunung Bromo

Arunika Gunung Bromo
info gambar utama

Pukul tiga pagi di Jawa Timur, rombongan kami berkumpul di depan homestay untuk naik mobil offroad menuju puncak. Suasana diramaikan oleh pedagang syal dan jaket tebal. Setelah setengah perjalanan, kami pun meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki karena jalanan dipenuhi oleh mobil offroad. Berjalan terus tanpa menghiraukan orang-orang berlalu lalang. Kini hanya seorang diri jauh dari hiruk-pikuk kota menahan dinginnya pengunungan, bercampur dengan orang-orang asing dan kenangan yang tetap tinggal.

Keindahan tampak jelas di balik nama Bukit Cinta, tetapi siluet para pendaki yang meremangkannya. Mereka mulai mendaki untuk melihat matahari terbit lebih jelas. Saya dan ibu saya pun tidak ketinggalan dengan menyelinap diantara tubuh orang-orang yang kedinginan. Matahari terbit lebih lama seakan ia lupa harus melakukan perjalanan dua puluh empat jam pulang ke peraduannya.

Saya memang berharap matahari terbit lebih lama di tempat yang sama karena melihat momen seperti ini bukan hanya ingin menghentikan waktu. Akan tetapi, meyakinkan diri saya bahwa hidup memiliki banyak harapan yang harus diperjuangkan. Harapan itu ada pada mimpi lebih dulu saya semayamkan dalam hati ketika masih kecil. Lihatlah jarak bumi dan langit itu begitu dekat berada di garis yang sama, maka tidak ada harapan yang tidak sampai ke langit.

Saya segera mengeluarkan handphone dari tas berharap tidak ada satu momen pun yang tidak terbidik oleh lensa. Memang mata adalah lensa yang merekam keabadian karena ia menyimpan memori dalam kenangan. Namun, saya tidak puas jika hanya menyimpannya dalam ingatan.

Mengabadikan keindahan Gunung Bromo menjadi kenangan yang perlu diulangi kembali. Tidak peduli terkait situasi yang dihadapi karena dinginnya angin di ketinggian. Angin berhembus sangat kencang, membawa pasir menyambar mata siapapun yang ada di ketinggian. Rupanya seperti ini berada di atas gunung. Saya selalu mengagumi para pendaki yang tahan melawan udara dingin.

Bukit Teletubbies Bromo, Nikmati 5 Daya Tarik Indahnya Padang Savana
Gunung Bromo
info gambar

Hari semakin siang dan matahari menampakkan dirinya perlahan. Begitu pun suasana di pegunungan sekitar, tampak lebih jelas daripada pukul empat tadi. Beberapa orang segera mendekati cahaya lalu memotret lagi, termasuk saya. Apa kamu pernah melihat betapa indahnya matahari?

Perlahan ia tersipu tanpa memaksa untuk menunjukkan dirinya. Dimanapun matahari itu terbit entah kau berada di puncak gunung atau pelataran pantai, matahari selalu sama memberi harapan kepada siapapun pengagumnya.

Kepuasan yang saya cari sejak membuat bucket list pada usia sepuluh tahun. Setelah ini, rasanya tidak ingin ada momen yang tergantikan. Waktu 24 jam selalu sama dengan matahari terbit di tempat yang sama. Seperti ini saja, saya sudah lupa akan pedihnya rasa sakit, dan lupa dalamnya kecewa dengan manusia.

Arunika, saya menamainya melebihi bahasa cinta. Memang ia adalah cinta yang tidak bisa di jelaskan lagi dengan kata-kata. Apa yang lebih metafora dari menemukan cinta dalam pandanganmu saat kamu berkelana? Yang menghangati tubuh sunyi setelah kau telusuri lorong-lorong kesendirian, yang menghangati gigilnya rindu setelah kau habiskan banyak waktu untuk menunggu. Arunika adalah cahaya dari ufuk timur di mana keindahannya melebihi keindahan cahaya manapun.

Keindahan Gunung Bromo masih berlanjut di Lautan Pasir Berbisik dan Bukit Teletubbies. Entah kenapa disebut sebagai Pasir Berbisik mungkin karena permukaan pasir menimbulkan suara berdesis jika terkena angin. Untuk tiba di Savana ternyata tidak mudah. Mobil offroad yang kami tumpangi harus menaklukan jalan curam dan terjal.

Berwisata Religi Sembari Menguak Misteri Gunung Lawu

Dari ketinggian jalan ini saya melihat Savana yang sangat luas diisi barisan mobil offroad dan kuda. Ketakutan pun hilang memandang betapa besarnya kekuasan Tuhan pada surga di tanah Jawa. Sepanjang mata memandang hanya hamparan pasir bak Gurun Sahara berwarna abu-abu berbanding terbalik dengan Bukit Teletubbies yang menyegarkan mata.

Hijaunya Bukit Teletubbies ternyata menjadi sasaran selfie para wisatawan termasuk saya. Mereka datang dari jauh demi mengambil latar belakang foto yang memiliki nilai estetika dan tidak keberatan berjalan sejauh perbukitan. Tidak sedikit juga dari mereka memilih duduk menikmati Bukit yang terpampang nyata. Keindahan selalu ada pada panorama yang ada di depan mata apa pun itu tergantung kita memaknainya.

Setelah tiga puluh menit kontemplasi dengan diri dan memotret sana sini, akhirnya saya bertemu rombongan yang lain dan mengabadikan momen bersama. Sungguh, kamu tidak akan menyesal pergi ke tempat ini meskipun entah apa yang kamu cari.

Barangkali kau mencari keindahan, tetapi kau harus menyadari bahwa keindahan akan sulit kau dapatkan. Ada beberapa keindahan yang tidak bisa kau miliki namun masih bisa kau kagumi. Sampai jumpa, Arunika. Berharap bisa bertemu lagi di tempat yang sama dengan kenangan berbeda.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

FR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini