Jejak Bunga Abadi yang Keindahannya Menyelimuti Gunung Burni Telong

Jejak Bunga Abadi yang Keindahannya Menyelimuti Gunung Burni Telong
info gambar utama

Gunung Burni Telong yang terletak di Kabupaten Bener Meriah, Provinsi Aceh merupakan gunung aktif yang berketinggian sekitar 2.646 meter dari permukaan laut (mdpl). Saat ini tempat ini menjadi salah satu primadona untuk didaki pecinta alam.

Bukit hijau yang diselimuti kabut abu-abu menjadi pemandangan eksotis yang menyambut pendaki sebelum masuk dalam rimba. Daerah ini memiliki iklim yang sejuk dengan suhu rata-rata 15-25 derajat celcius.

Bahkan di sekitar Burni Telong, suhu bisa mencapai 5-10 derajat celcius. Untuk itu, pendaki harus menyiapkan pakaian atau jaket dan kantong tidur tebal, serta tenda sesuai standar. Ketika memasuki rimba, pendaki akan diteduhi pepohonan rimbun.

Puncak Gurute, Wisata Alam nan Cocok di Akhir Pekan

Sesungguhnya, jalur pendakian ke puncak Burni Telong cukup berat karena terus menanjak. Tempat istirahat pun hanya ada dua di sepanjang jalur. Kendati demikian, hal itu tidak menyurutkan semangat para pendaki untuk menggapai puncak gunung tersebut.

Sebab, di puncak telah menanti harta karun keindahan yang dicari para pendaki, yakni bunga edelweis atau si bunga abadi. Bagi para pendaki, edelweis yang terdapat di Burni Telong sangat istimewa.

Pendaki asal Banda Aceh, Syahrol Rizal mengatakan, di Aceh, edelweis hanya ada di Burni Telong. Selain itu, edelweis di Burni Telong mudah dijangkau. Bunga abadi ini tampak di kanan-kiri sepanjang 1 kilometer jalur menuju puncak.

“Kalau di gunung lain, kita harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk melihat edelweis. Misal di Gunung Kerinci (Jambi), kita harus jalan sekitar 30 menit dari jalur pendakian berbelok ke arah dalam sebelum puncak,” ujarnya yang dimuat Kompas.

Burung abadi yang tersisa

Akan tetapi, jelas Syahro, edelweis di Burni Telong hanya tinggal sisa-sisa. Jumlahnya terus berkurang 10 tahun terakhir. Dikatakannya, dahulu edelweis itu merata di sepanjang 1 kilometer jalur menuju puncak, kini hanya beberapa di jalur tersebut.

“Dulu, luas ladang edelweis di samping jalur pendakian itu pun 2-3 kali lipat dari yang ada sekarang,” ucapnya.

Diungkapkan olehnya hal ini dikarenakan ulah tangan-tangan jahil yang memetik tumbuhan tersebut. Terbukti, banyak batang yang cacat kehilangan separuh bagian, dari tengah hingga pucuknya dan ada juga edelweis yang mati diinjak pendaki yang melalui jalur pintas.

Keberkahan Gas Alam yang Pernah Bawa Lhokseumawe Digelari Kota Petro Dolar

Pada edelweis mempunyai manfaat ekologis yang tinggi, bunganya merupakan sumber makanan bagi serangga-serangga tertentu. Keadaan kering bunganya tahan lama dan menimbulkan bau yang khas.

Tumbuhan ini pun hidup pada ketinggian 1600 sampai 3000 meter dari permukaan laut. Bersifat intoleran, dan dapat hidup pada tanah yang miskin unsur hara. Akarnya muncul di permukaan tanah, merupakan tempat hidup cendawan tertentu yang membentuk mikoriza.

Mikoriza secara efektif dapat memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akar dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Karena itu mengingat banyaknya manfaat edelweis, maka keberadaannya perlu diperhitungkan.

“Sebab, jika edelweiss punah maka ada dampak ekologi yang terjadi, terutama di daerah pegunungan. Salah satunya dampak terjadinya erosi dan tanah longsor,” tulis Milda Gemasih, Djufri, Supriatno dalam Kerapatan Edelweis di gunung Burni Telong Bener Meriah.

Pengawasan ketat

Pendaki asal Medan, Sumatra Utara, Deni Kurniawan berharap pengelola gunung itu lebih ketat lagi dalam mengawasi dan menindak para pendaki nakal serta rutin merawat kebersihan dari gunung tersebut.

“Pendaki sudah bayar biaya pemandu ke sini, jadi pengelolanya harus lebih optimal memberikan pelayanan,” katanya.

Ketua Pemuda Gampong Rembune, sekaligus penjaga Burni Telong, Eri Dwi Sulistyo menyebutkan sekitar 50 orang mendaki Burni Telong di tengah pekan dan 100-150 orang di akhir pekan atau hari libur.

Legenda Nenek Limbong: Hubungan Manusia dan Buaya yang Pernah Hangat di Singkil

Sebelumnya mereka bisa mendaki gratis tanpa pengawasan. Aktivitas mereka tidak terkontrol, antara lain memetik edelweis dan membuang sampah sembarangan. Bahkan jumlah mencapai 200-3000 kilogram setiap dikumpulkan.

“Kami pun menerapkan denda, yakni pemetik edelweis Rp5 juta per orang, pembuang sampah plastik Rp10.000 per sampah per orang, dan sampah kaleng Rp50.000 per sampah per orang,” tuturnya.

Tetapi menurutnya, sistem pemanduan dan denda hanya bagian kecil untuk menjaga Burni Telong dan seisinya. Baginya hal yang paling penting adalah kesadaran dari para pendaki. Sehingga keindahan Burni Telong tidak hancur dan edelweis akan tetap ada di masa depan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini