Mengenal Keranda Erong dan Sistem Penguburan Bangsawan Tana Toraja

Mengenal Keranda Erong dan Sistem Penguburan Bangsawan Tana Toraja
info gambar utama

Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan, terkenal memiliki upacara kematian yang tidak biasa. Mayat yang baru meninggal, diperlakukan seperti orang hidup. Di samping itu, penguburan masyarakat daerah ini disesuaikan dengan status sosial mereka.

Sebelum beragama Islam dan Kristen seperti sekarang, masyarakat Toraja dulu hidup dengan kepercayaan terhadap arwah leluhur yang disebut Aluk Todolo atau Alukta.

Orang yang telah mati memiliki pengaruh kuat bagi kesuksesan serta kesejahteraan orang yang masih hidup. Begitu pula sebaliknya. Keselamatan arwah sangat bergantung pada perlakuan sanak saudara yang ditingalkannya sesuai aturan adat. Lambat laun, kepercayaan ini pun melahirkan berbagai norma dalam sistem sosial, termasuk sejumlah pantangan dan ritual.

Untuk memperoleh keselamatan menuju alam puya (kekal) dan menjadi Tomembali Puang (arwah yang sempurna) atau Deata, para kerabat harus memenuhi syarat, seperti perlengkapan bekal kubur beserta ritus-ritus dengan persembahan kurban. Bekal dan jenis ritus pun disesuaikan dengan status sosial mayat semasa hidupnya.

Merinding, Wisata Makam Para Leluhur Toraja

Penguburan kalangan bangsawan melalui dua tahap

Setiap masyarakat Toraja mengalami penguburan yang berbeda tergantung kepercayaan dan status sosial. Menurut Alukta, mayat kelas bangsawan tinggi (tanak bulaan) dan keluarga bangsawan (tanak bassi), umumnya melalui dua tahap penguburan.

Pertama, penguburan primer, yakni penguburan sementara bagi keluarga yang belum siap mengadakan upacara pengorbanan (pesta kematian). Mayat dibalut kain, lalu dimasukkan ke dalam keranda yang terbuat dari kayu dan ditempatkan di dalam Tongkonan (rumah adat Toraja).

Selama masa penguburan pertama, mayat diperlakukan seperti orang yang masih hidup sebab keluarga menganggapnya sakit untuk sementara waktu. Seseorang dianggap benar-benar telah mati jika seluruh prosesi upacara pengorbanan telah selesai dilaksanakan. Untuk itu, keluarga yang ditinggalkan harus mengadakan Aluk Rambo Solo’ atau Aluk Rampe Matampu, upacara memberikan persembahan puluhan kerbau dan ratusan babi. Semua itu dianggap sebagai bekal keselamatan arwah leluhur menuju alam puya.

Tahap kedua, penguburan sekunder: penguburan permanen yang dilakukan para keluarga setelah seluruh upacara kematian selesai. Mayat yang tersisa kerangka dibalut ulang dan dimasukkan ke dalam erong (keranda) bersama barang berharga (bekal kubur) yang dimiliki mayat selama hidupnya, seperti perhiasan, uang, dan lainnya. Setelah itu, ia ditempatkan di kompleks pekuburan keluarga (liang) yang dianggap sebagai tempat bersemayamnya arwah para leluhur.

Kuburan orang Toraja selalu diletakkan di tempat yang tinggi dan tidak jauh dari pemukiman mereka. Hal ini dimaksudkan agar para arwah leluhur senantiasa bisa mengawasi keluarga yang masih hidup dalam kehidupan sehari-hari.

Tau-tau, Patung Ukiran Berbentuk Manusia dari Toraja

Erong dianggap kendaraan menuju alam puya

Dulu, penguburan orang Tana Toraja menggunakan sebuah wadah peti kayu bernama erong. Bentuknya berbeda-beda sesuai status sosialnya, misalnya babi, kerbau, dan perahu. Umumnya, erong terletak di ceruk, gua kaki bukit batu, atau digantung pada tebing batu.

Tak semua orang Tana Toraja yang meninggal diletakkan di wadah erong, hanya kalangan menengah ke atas saja yang biasa menggunakannya. Sementara orang yang kurang mampu, biasanya tidak menggunakan wadah. Selain menunjukkan strata sosial, erong juga bermakna sebagai kendaraan bagi orang tanak bulaan menuju alam puya.

Erong tergolong tinggalan erkeologi yang bergungsi menampung kerangka jenazah yang hendak dibawa ke liang dengan berbagai upacara keagamaan. Wadah ini memuat sepuluh hingga dua puluh mayat yang berasal dari satu marga atau keluarga.

Erong berbentuk perahu besar dengan banyak hiasan digunakan oleh kaum bangsawan tinggi yang kaya, pemberani, dan pernah menjadi pemimpin. Erong ini selalu berada di tempat paling tinggi. Kemudian, kalau bentuknya kerbau, babi, atau perahu kecil yang tidak dihias, digunakan oleh para keluarga tanak bassi dan orang biasa yang berekonomi mampu (tanak karurung). Letak erong kalangan ini lebih rendah daripada erong tanak bulaan.

Di depan liang para tanak bulaan biasanya diletakkan patung-patung kayu atau tau-tau. Patung ini melambangkan perwujudan dari orang yang sudah meninggal, dirawat, diperlakukan bak manusia yang masih hidup, diberikan benda-benda persembahan, dan pakaiannya diganti dengan yang baru.

Selain barang-barang berharga sang mayat, di dalam erong juga diletakkan wadah makan berupa kandean dulan, peralatan dapur berbahan kayu atau tanah liat.

Keranda erong dapat ditemukan di berbagai situs Tana Toraja, seperti Marente Tondon (Rante Bolu), Lombok Bori, Palak Tokkek, dan Ke’Tek Kesu’.

Passiliran, Tradisi Suku Toraja Memakamkan Bayi di Batang Pohon

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini