Menyingkap Asal Usul Desa Kurungan Nyawa, Benarkah Orang yang Masuk Tak Bisa Keluar?

Menyingkap Asal Usul Desa Kurungan Nyawa, Benarkah Orang yang Masuk Tak Bisa Keluar?
info gambar utama

Daerah di Indonesia tak hanya terdiri dari kota atau kabupaten, tapi juga desa, distrik, dan perdukuhan. Penamaan suatu daerah biasanya diringi berbagai peristiwa bersejarah. Kadang kala, ketika arti nama itu tidak banyak yang tahu, menimbulkan berbagai spekulasi yang keliru.

Di Provinsi Lampung, ada sebuah desa bernama Kurungan Nyawa. Desa ini terletak di Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.

Apa yang terlintas di pikiran Anda setelah membaca nama itu? Sebagian orang merasa Desa Kurungan Nyawa terdengar mencekam, bahkan banyak orang yang tidak tahu dan mengaitkannya dengan hal-hal gaib. Siapapun yang masuk ke sini akan hilang, tidak bisa kleluar, dan nyawanya akan dikurung selamanya. Begitulah kira-kira pandangan orang awam mengenai Desa Kurungan Nyawa.

Namun, benarkah demikian?

Negeri Katon, Desa Perajin Kemewahan Kain Tapis Khas Lampung

Asal muasal Desa Kurungan Nyawa

Ramli KS, seorang tokoh adat dari Dusun Gedong Dalaom, Desa Kurungan Nyawa, menyatakan anggapan itu salah. Dalam kanal YouTube Imam Bagus Hadiwijaya, dia menceritakan asal muasal desa yang katanya terdengar seram ini dimulai ketika kerajaan Selagai mengalami perpecahan. Para warga suku Pubian melarikan diri dan terpencar. Sebagian dari mereka lari ke Kecamatan Pugung, Kabupaten Tanggamus, sebagian lagi pergi ke daerah lain, termasuk Kurungan Nyawa.

Salah satu orang yang kabur ke Kurungan Nyawa adalah Raja Bengo’ I. Di masa lalu, sesungguhnya banyak kerajaan yang berdiri di Lampung bahkan jauh sebelum masa penjajahan. Namun, sejarah mereka tidak tercatat seperti kerajaan Jawa, Kalimantan, dan lainnya.

Bersama anak buahnya, beliau mendirikan kerajaan di pinggir kali rate yang sekarang berada di belakang Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Di sana, Raja Bengo’ I dan anak buahnya menanam pering (pagar bambu) yang sangat rapat, sehingga orang dari luar tidak bisa masuk.

Tak berselang lama setelah kerajaan itu berdiri, Raja Bengo’ I pun rutin melakukan pertapaan di dekat Way (sungai) Linti. Konon, air sungai itu dulu sempat berubah dari tawar menjadi agak asin karena keluarbiasaan Raja Bengo’I. Bekas tapak kakinya hingga kini masih dapat ditemukan di hulu Sungai Linti. Lokasinya berada di Desa Wiyono, belakang Polres Pesawaran.

Singkat cerita, para penjajah pun masuk ke wilayah Lampung, termasuk Kerajaan Bengo’. Para warga tidak bisa bepergian kemanapun untuk menyelamatkan diri. Sampai pada suatu hari, siapa saja yang sedang dikejar tentara Belanda, lalu lewat di depan istana Kerajaan Bengo’, akan dipanggil masuk ke dalam istana supaya selamat. Perlindungan itu berjalan terus sampai Raja Bengo’ III. Nah, dari situlah muncul nama Kurungan Nyawa yang artinya penyelamatan nyawa, bukan penghilangan nyawa atau semacamnya.

Hikayat Sihir Lada Hitam yang Antar Petani Lampung Berangkat ke Tanah Suci

Pernah dilanda wabah kolera

Menurut cerita Ramli, sebelum Indonesia merdeka, Kerajaan Bengo’ dilanda wabah kolera atau ta’un dalam bahasa Lampung. Penyakit ini diduga muncul akibat kepadatan penghuni istana. Penumpukan orang sudah terlalu banyak di sana, barangkali pembersihan tubuh juga cukup sulit mengingat mereka dalam situasi tidak bisa keluar karena ada penjajah yang menunggu untuk memperbudak atau menghabisi mereka.

Lambat laun wabah kolera semakin parah. Para warga yang sudah tidak tahan pun berbubaran kabur ke daerah yang berbeda-beda. Ada yang ke Marga Pugung, Marga Kaya Lampung Selatan, dan Dusun Gedong Dalam Kabupaten Pesawaran.

Para warga yang tinggal di Dusun Gedong Dalam mulai ngebanton tiuh (menegakkan kampung). Mereka pun mengadakan selamatan dengan memotong kerbau dan memberi nama tempat itu sebagai Pedukuhan Gedong Dalam, Desa Kurungan Nyawa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Afdal Hasan lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Afdal Hasan.

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini