Berkah Panas Bumi untuk Hasilkan Gula Aren bagi Masyarakat Tomohon

Berkah Panas Bumi untuk Hasilkan Gula Aren bagi Masyarakat Tomohon
info gambar utama

Gunung Soputan dan Lakon yang menjulang tinggi dari Kota Tomohon sepertinya tak pernah tidur. Karena itulah memberikan berkah bagi warga Kelurahan Lahendong, Kecamatan Tomohon Selatan.

Dinukil dari Kompas, dua gunung api ini telah menghasilkan listrik 60 megawatt (MW) dan memasok sekitar 60 persen kebutuhan listrik untuk Sulawesi Utara. Bahkan sejak 2007, sisa energi panas bumi telah dimanfaatkan untuk mengolah air nira menjadi gula.

Pemanfaatan panas bumi untuk pabrik gula aren terbilang sederhana. Biasanya pabrik gula aren ini hanya memanfaatkan uap yang tersisa setelah dipakai untuk menggerakan turbin pembangkit listrik.

Gula Jawa dan Gula Aren, Si Manis yang Ternyata Berbeda

Di pembangkit listrik tenaga panas bumi lainnya, sisa uap itu biasanya dialirkan ke kolam pendingin, lalu setelah jadi air, diinjeksikan lagi ke dalam tanah. Tetapi di Lahendong, sebagian uap sisa itu juga dialirkan menuju pabrik gula.

“Kami hanya membeli dan memasang pipa. Uap sisa ini diberikan gratis oleh PT Pertamina sebagai bagian dari Corporate social responsibility (CSR) mereka karena yang menikmati adalah para petani,” kata Willie Smits, Ketua Yayasan Masarang.

Menggerakkan ekonomi

Disebutkan oleh Smits, sebanyak 6.285 petani yang ikut menerima berkah limbah geothermal tersebut. Energi panas bumi ini juga menyelamatkan 200.000 pohon per tahun jika dibandingkan dengan banyaknya kayu bakar untuk mengolah nira.

Sementara itu keuntungan yang dinikmati petani juga meningkat dan kerja menjadi efisien. Jika dengan cara tradisional bisa memakan waktu setengah hari untuk memanen nira dan mengolahnya menjadi gula dengan dukungan limbah panas bumi.

Armi Mende, setiap hari memanen air nira dari hutan sekunder di pinggiran Kota Tomohon. Empat jerigen ukuran 20 liter hampir terisi penuh nira yang disadapnya sore sebelumnya. Dirinya memasak nira dengan kayu bakar.

Melimpah Ruah Energi Panas Bumi Indonesia, Nomor 2 Terbesar di Dunia

Dengan rata-rata 75 liter nira per hari. Armi mampu memproduksi 15 batok gula aren per hari. Gula aren dibeli pengepul dengan harga Rp8.000 per batok, artinya dia mendapatkan omzet kotor Rp120.000 per hari.

Tetapi bila dijual langsung ke PT Gula Aren Masarang, nila dihargai Rp1.500 per liter. Jadi dari hasil panen 75 liter per hari, Armi Mande bisa menghasilkan omzet bersih Rp112.000 per harinya.

“Saya lebih memilih menjual air nira langsung ke pabrik karena tidak perlu memasak seharian sehingga bisa melakukan pekerjaan lain, saya juga tidak perlu membeli kayu,” katanya.

Memanfaatkan panas bumi

Melihat tingginya minat petani membuat Smith berancang-ancang mengganti pipa pemasok gas panas bumi menjadi berdiameter 10 inci (25,4 sentimeter) agar bisa memproduksi 9 ton gula aren per hari.

“Ke depan, kami harap bisa menyerap 100.000 liter nira per hari,” katanya.

Dirinya juga menyiapkan industri aren berbasis koperasi desa. Setiap desa diharapkan mendirikan koperasi untuk mengelola pabrik mini di desa masing-masing. Nantinya anggota koperasi berhak menjadi pemegang saham pabrik mini itu minimal 49 persen.

Tujuh Tahun Lagi, Indonesia Akan Berada di Atas Amerika Serikat, di Sektor ini

Smith mengklaim bahwa pabrik gula aren Masarang yang memanfaatkan panas bumi tersebut merupakan pertama di dunia. Ini merupakan upaya pengoptimalan potensi panas bumi yang berlimpah di negeri ini.

Indonesia memiliki potensi panas bumi 40 persen dari cadangan dunia atau mencapai 29.038 MW. Lokasnya tersebar di 276 titik, mulai dari Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku sampai Papua.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini