Menikmati Santapan Bacang Merawat Pesan Antikorupsi dari Leluhur

Menikmati Santapan Bacang Merawat Pesan Antikorupsi dari Leluhur
info gambar utama

Bagi masyarakat Tionghoa, bacang bukan hanya sekadar teman sarapan pagi. Tetapi di balik kelezatannya terdapat sebuah kisah perjuangan melawan korupsi. Lemparkan sebutir bacang ke tengah kali dan Anda sudah terlibat dalam gerakan anti-korupsi.

Dimuat dari Kompas, Aji Bromokusumo alias Joseph Chen seorang penulis peranakan menjelaskan bahwa bacang (rou zong) awalnya dibuat untuk festival Peh Cun yang selalu digelar setiap tanggal 5 bulan lima dalam kalender China.

Ketika hari itu, masyarakat Tionghoa akan melemparkan bacang ke kali untuk menghormati tokoh bernama Qu Yuan yang dalam dialek Hokkian disebut Kut Goan. Sosok Qu Yuan merupakan pejabat China yang hidup sekitar tahun 339-227 SM.

Dirinya merupakan pejabat yang muak terhadap perilaku koruptif penguasa China saat itu. Karena tidak sudi melayani penguasa lancung, dirinya memilih mati dengan menceburkan diri ke sungai.

“Jadi bacang itu adalah simbol perjuangan orang Tionghoa melawan korupsi,” ujar Aji.

Sejarah Kota Singkawang yang Mayoritas Penduduknya Keturunan Tionghoa

Terus dipertahankan

Iwan Santosa dan Budi Suwarna dalam Kuliner Peranakan: Pesan Antikorupsi menjelaskan bahwa tradisi itu masih tetap dipertahankan oleh masyarakat keturunan Tionghoa, termasuk mereka yang dikenal sebagai China Benteng di Tangerang.

Biasanya sejumlah warga China Benteng berperahu menyusuri Kali Cisadane. Dari atas perahu seorang rohaniawan dari Klenteng Boen Tek Bio memimpin upacara. Ketika siang, dirinya melempar bacang dan aneka bunga ke kali yang segera diikuti oleh umatnya.

“Perahu-perahu naga dari kertas dibakar dan doa-doa dihantarkan,” ucapnya.

Disebutkan oleh Iwan, bacang, bunga, dan aneka keperluan ritual yang dilempar ke kali langsung dipermainkan arus Cisadane. Bersamaan dengan itu, orang-orang China Benteng itu berharap setiap bacang yang dilempar ke kali akan menarik perhatian ikan-ikan.

Dengan begitu, mereka tidak akan mengganggu jasad Qu Yuan yang budiman. Setelah ritual itu, hari berikutnya lomba perahu naga dan aneka hiburan peranakannya, seperti gambang kromong digelar,” paparnya.

Mengenal Suku-suku Tionghoa yang Ada di Indonesia

Serasa lidah lokal

Bacang memang telah menjadi santapan masyarakat keturunan Indonesia. Di sejumlah kompleks di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, hingga Ciputat, Tangerang Selatan, setiap pagi akan mudah ditemukan tukang bacang.

Layaknya makanan-makanan Tionghoa peranakan lainnya, bacang pun akhirnya menjadi milik bangsa Indonesia. Apalagi kini cita rasa bacang yang beredar kini telah berevolusi mengikuti kehendak lidah orang Indonesia kebanyakan.

Karena itulah bacang Indonesia, dalam beberapa hal berbeda dengan bacang di negeri asalnya, Tiongkok. Misalnya daging cincang yang menjadi isi bacang diberi saus sambal dan kecap manis, bumbunya adalah kombinasi bawang merah dan bawang putih.

Udaya Halim, pendiri Museum Benteng Heritage Tangerang menyebutkan bahwa kombinasi bumbu bawang merah dan bawang putih sebagai bumbu cin. Kombinasi bumbu itulah yang lazim dipakai Tionghoa di peranakan di Indonesia.

“Bumbu dasar China itu bawang putih. Orang-orang China yang berimigrasi ke India dan Nusantara kemudian mengenal bawang merah. Dari situlah kombinasi ciri dibuat,” kata Udata.

Identitas bacang menjadi lebih mengindonesia setelah ditambah cabai rawit. Sementara persentuhan orang Tionghoa dengan masyarakat Muslim membuat dagingnya yang awalnya menggunakan daging babi diganti jadi sapi, ayam atau ebi.

Menu Wajib Imlek, Lapis Legit Lahir dari Tangan Orang Belanda

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini