Mau Jadi ‘Raja Baterai EV’, Begini Sekelumit Drama Nikel Indonesia di Mata Dunia

Mau Jadi ‘Raja Baterai EV’, Begini Sekelumit Drama Nikel Indonesia di Mata Dunia
info gambar utama

Memang pantas kalau keberadaan nikel yang berlimpah di Indonesia dikatakan sebagai keberadaan harta karun. Apalagi melihat kebutuhannya di era modern yang akan dicanangkan kendaraan serba listrik.

Kondisi tersebut buat Indonesia percaya diri untuk memaksimalkan dan mengupayakan sumber daya yang bisa jadi rebutan dunia. Sebelumnya kekayaan nikel ini memang sudah diprediksikan akan menggeser pamor batu bara Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh lembaga riset bank investasi dan keuangan asal Amerika Serikat, Morgan Stanley.

Benar saja.. Melihat potensi yang sangat besar Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memutuskan untuk melarang ekspor nikel dan bercita-cita ingin menjadikan Indonesia sebagai “raja baterai” kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) di dunia.

Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia kini punya tambang nikel hingga mencapai 520,87 ribu hektar. Harta karun seluas itu diketahui tersebar di tujuh provinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Papua Barat, Papua, Sulawesi Selatan, dan Maluku.

Dari tujuh wilayah tersebut, Indonesia dinilai memiliki kandungan nikel mencapai 11,7 miliar ton dan cadangan 4,5 miliar ton yang sudah termasuk nikel kadar rendah (limonite nickel) dan nikel adar tinggi (saprolite nickel).

Ternyata tak hanya dari sisi persediaan bahan baku, Indonesia juga ternyata menduduki juara pertama dari sisi produksi. Hal ini teruji dari data US Geological Survey (USGS) pada 2021 silam yang menyebutkan Indonesia jadi negara dengan produksi nikel terbesar dunia. Sedikitnya pada tahun 2021 saja produksinya meningkat hingga 30 persen.

5 Lokasi Harta Karun Nikel di Indonesia, Masa Depan Pasokan Baterai Mobil Listrik Dunia

Dilarang ekspor, Indonesia diadukan ke WTO, “Kok Kayak Masa VOC?”

Kebijakan pelarangan ekspor nikel pada tahun 2020 silam nampaknya buat seluruh dunia ketar-ketir. Hingga Desember 2022 diketahui Indonesia saat ini sedang bersengketa hukum dengan Uni Eropa atas gugatannya ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Pengaduan ini bahkan sempat disebut-sebut mirip seperti yang dilakukan VOC pada zaman penjajahan. Negara-negara Eropa dinilai hanya ingin menguasai hasil sumber daya alam dari Indonesia tanpa ingin memberikan nilai tambah. Hanya karena larangan ekspor, Uni Eropa justru menggugat Indonesia ke WTO.

Waktu VOC, mereka datang ke sini tujuannya berdagang. Setelah berdagang banyak untungnya memaksakan untuk menyerahkan hasil bumi kita ke Eropa karena mereka membutuhkan rempah-rempah dari Indonesia,” ungkap Anggota Pokja Hilirisasi Mineral dan BatuBara Kadin, Djoko Widajanto kepada CNBC Indonesia (21/12/2022).

November 2022 silam, Indonesia memang dinyatakan kalah dalam gugatan Uni Eropa di badan Penyelesaian Sengketa atau Dispute Settlement Body (DSB) WTO terkait larangan ekspor nikel sejak awal 2020.

Namun Indonesia juga telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO yang menganggap Indonesia melanggar peraturan perdagangan internasional.

Meski kalah, nampaknya negeri ini tak akan menyerah. Pasalnya Jokowi pun menanggapi santai situasi ini. Apalagi Jokowi pun resmi melarang ekspor bauksit mulai Juni 2023 mendatang.

“Nikel digugat. Nanti ini (bauksit) diumumkan digugat lagi tidak apa-apa. Nanti kedua kita umumkan digugat lagi tidak apa-apa,” kata Jokowi dikutip CNBC Indonesia (21/12/2022).

Jajaran Perusahaan Kunci di Balik Pabrik Baterai Mobil Listrik Pertama RI

Dilarang ekspor, apa karena cadangan nikel akan habis?

Pantas saja jika Uni Eropa mengambil langkah akan kebijakan larangan ekspor Indonesia. Diketahui Indonesia mengekspor 98% nikelnya ke China dan sisanya ke Uni Eropa, yang mengartikan ekonomi Benua Biru itu merasa dirugikan dan sangat bergantung terhadap nickel Indonesia.

Timbul pertanyaan dan kekhawatiran, apakah dengan pelarangan ekspor nikel cadangan yang dimiliki di Indonesia akan semakin menipis dan tak sanggup penuhi permintaan dunia?

Berdasarkan analisis International Energy Agency (IEA) pada risetnya dengan judul “Total Nickel Demand by Sector and Scenario 2020-2040” pada 24 Januari 2022, negara tetangga Indonesia, yaitu Filipina diprediksi akan kehabisan nikel pada awal 2030.

Sementara itu, permintaan nikel sebagai bahan baku baterai mobil listrik akan terus bertambah. Di Eropa saja pada 2030 mendatang jumlah permintaannya akan menyamai total permintaan seluruh dunia pada 2021 silam. Belum lagi ada target transformasi hijau melalui “Net Zero Emissions” pada 2050. Angka permintaan meningkat hingga 170% dari permintaan 2020.

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin menjelaskan, cadangan bijih dengan kandungan nikel yang lebih besar dari 1,7% memang akan habis pada 2031.

Itu bisa terjadi apabila tidak ada penambahan cadangan dan konsumsi biji yang bisa mencapai tingkatan di mana semua smelter yang direncanakan telah terbangun dan seluruhnya beroperasi dengan kapasitas produksi 210 juta ton bijih basah per tahun.

Sedangkan untuk bijih dengan kandungan nikel lebih besar dari 1,5% diperkirakan akan habis pada 2036. Pelarangan ekspor nikel inilah yang akhirnya diputuskan karena meski Indonesia dapat meraih untung yang sangat luar biasa dari produksi dan ekspor olahan nikel, tapi para pelaku industri dan pemerintah harus tetap memperhatikan persediaan nikel dalam negeri.

Memastikan persediaan mencukupi di tengah permintaan yang meningkat dengan cara ini juga adalah wujud agar harga nikel dunia tidak melambung terlalu tinggi yang nantinya sangat mungkin bisa mengganggu perwujudan transformasi energi hijau yang lebih ramah lingkungan.

Sumber: CNBC Indonesia, CNN Indonesia, Bisnis Indonesia

Kegemilangan Luwu: Dari Pamor Besi Berkualitas hingga Kilau Nikel

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dini Nurhadi Yasyi lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dini Nurhadi Yasyi.

DY
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini