Pengalaman Kematian dari Merayakan Fana

Muhammad Bakhru Thohir

Kimiawan dan Fasilitator. Meminati dan menikmati topik seputar kimia, musik, dan film.

Pengalaman Kematian dari Merayakan Fana
info gambar utama

Aneh juga ketika ada sebuah lagu yang memberikan pengalaman kematian pada pendengarnya. Tapi itulah yang dihadirkan Barasuara pada "Merayakan Fana" yang dirilis tanggal 15 Februari 2023 lalu.

Barasuara yang dikenal sebagai band rock alternatif dengan liriknya yang kadang-kadang multitafsir, kali ini hadir dengan lirik yang cukup eksplisit. Apalagi dilihat dari judul juga lumayan terlihat kalau ini adalah lagu tentang batas antara hidup dan kehidupan setelah hidup.

Hal-hal yang membuat lagu ini begitu menarik menurut saya kurang lebih ada 2 hal, yakni komposisi musik dan nuansa serta lirik yang dihadirkan. Bagian terakhir entah kenapa sampai tulisan ini dibuat saya masih tetap nangis pada salah satu part-nya. Mari kita bicarakan satu per satu.

Bicara Tradisi Musik Batak Toba, Viky Sianipar: Media yang Diyakini Sampai ke Surga

Komposisi musik dan nuansa

Pada awalnya saya kaget, karena lagu ini tidak begitu “Barasuara”. Biasanya mereka memulai lagu dengan riff gitar yang tegas tetapi kali ini begitu rame dan malah lebih didominasi dari suara alat musik gesek. Sebagai catatan, memang saya tidak menyimak kalau ternyata lagu ini digarap bersama Erwin Gutawa.

Cara saya menikmati lagu adalah dengan menikmati nadanya. Kadang saya tidak begitu peduli pada lirik. Asal nadanya enak saya terima dan ini yang membuat saya lumayan bosan pada bagian first lagu ini. Buat saya terdapat nada yang tidak tegas dan kurang melodik, sehingga tidak memberikan kesan yang memorable. Sehingga kesan yang muncul adalah lagu ini dimulai dengan kehambaran.

Pun saat saya menunggu part setelah first entah itu bridge atau pre-chorus yang mungkin nadanya akan memikat karena berubah. Tapi hasilnya juga tidak begitu positif.

Namun, pelan-pelan saya mulai sadar bahwa nuansa yang dihadirkan atas kolaborasi Barasuara dengan Erwin Gutawa menghasilkan rasa yang seperti mengawang-ngawang. Terdapat rasa kosong, tidak jelas, di persimpangan, dan ketakutan. Dan kalau saya memejamkan mata, lagu ini terasa gelap.

Mungkin, ini adalah cara Barasuara menggambarkan kematian. Dan benar saja bahwa kematian memang sesuatu yang penuh dengan tanda tanya. Kematian pasti akan terjadi tetapi kapan pelaksanaanya adalah rahasia. Dan itu yang kadang membuat kita sampai ketakutan atas peristiwa kematian.

Setelah melewati part yang buat saya membosankan, tibalah saat terbaik muncul. Akan datang masa di mana lagu ini sampai pada lirik yang diawali dengan kata "yang menciptakan hidup dan kematian" atau tepatnya di menit ke 2 detik ke 58, tentang makna kata akan saya sampaikan lebih detail di bagian lirik nanti.

Kalau soal nuansa, yang muncul saat lirik ini datang adalah sebuah rasa kepastian. Seolah-olah nyawa sudah sampai di tenggorokan dan kita sudah bisa mengintip apa yang akan terjadi setelahnya.

Dan benar saja, setelah melewati ketidakpastian itu, part terbaik dari lagu ini datang di bagian paling ujung. Petikan gitar nilon dari Gerald Situmorang di akhir lagu. Entah kenapa nuansa yang hadir dari part petikan gitar nilon itu seperti kita tiba-tiba melihat cahaya keabadian setelah gelap kematian.

Barasuara memang terbilang cukup berani dalam melakukan eksperimen lagu, dan saya kira hasilnya adalah positif untuk ukuran secara keseluruhan. Karena saya kok jadinya merasa bahwa awal lagu yang membosankan itu dibuat sengaja dan seperti ingin membuat pendengar merasakan ketakutan dan kebingungan.

Barulah di ujung ditutup dengan cahaya keabadian. Mungkin begini rasanya "bertemu surga". Ada kesegaran, kesejukan dan ketenangan di akhir. Saya bisa beristirahat dengan tenang.

VoB Masuk Daftar 100 ‘Penakluk’ Tahun 2023 dalam Majalah Musik Populer NME Inggris

Lirik

Dalam urusan merangkai kata, barasuara memang sudah terlabeli tidak diragukan. Mereka adalah band yang mengusung lirik-lirik yang tidak melulu masalah cinta. Mereka terkenal dengan lirik yang puitis, bertema sosial, dan kritis.

Di awal saya sudah menyampaikan bahwa saya tidak begitu peduli lirik. Tapi kadang-kadang untuk makna yang lebih dalam saya perlu tahu dengan jelas dia maunya mengirimkan pesan apa.

Ini ternyata senada dengan apa yang disampaikan Gerald Situmorang, bassis Barasuara, dalam sebuah wawancara di channel YouTube Froyonian akhir 2020 lalu, bahwa lagu ya mulanya tanpa lirik, dia sudah bisa berbicara dan menyampaikan pesan dari suara-suara alat musik yang disajikan.

Tapi kalau ada lirik di sebuah lagu, ya sudah seharusnya itu dibuat dengan sangat bagus dan membuat makna lagu lebih tajam.

Sehingga, tidak hanya soal komposisi dan nuansa yang membuat lagu ini penuh eksperimen, tetapi pesan yang ingin disampaikan juga. Bagaimana ceritanya sebuah band kepikiran membuat lagu dengan topik kematian. Kadang-kadang "asbabun nuzul" sebuah lagu juga menarik untuk disimak.

Kita tahu bahwa kematian bukan sesuatu yang sederhana. Kita tentu masih ingat saat badai kematian datang saat pandemi atau peristiwa kanjuruhan lalu. Kita marah ketika nyawa hanya dihargai sebatas hitungan angka.

Padahal dalam angka-angka tersebut terdapat keluarga yang entah berapa jam, hari, atau bulan yang mereka berusaha bertahan, merasa terpukul, dan berlatih menerima keadaan.

Terdapat satu pengal lirik yang buat saya ini bagusnya kelewatan, lirik yang di muka saya bilang selalu berhasil membuat saya menangis. Begini:

"yang menciptakan hidup dan kematian, tempat di mana kita dikembalikan, dalam penghakiman dan kesendirian, semua kesaksian, kebenaran, bukti ribuan penyesalan".

Saya mencoba memahami kenapa diri saya begitu bergetar ketika lirik ini muncul. Rasa-rasanya ini karena sepenggal lirik ini adalah sama dengan sebuah hikmah yang akan kita dapat setiap datang ke kuburan.

Dalam tradisi Islam, dikenal ziarah kubur dan salah satu hikmahnya adalah kita diingatkan bahwa dunia ini sementara dan pada masanya kita akan menyusul untuk meninggalkan dunia.

Kita bisa memilih meninggalkan dunia yang penuh kefanaan ini dengan tersenyum sembari yang melihat kita meregang nyawa menangis, atau kita memilih menangis sembari yang melihat kita tertawa bahagia. Sungguh kita sama-sama bisa mengusahakan situasi itu.

"Bukti ribuan penyesalan" Kita tahu bahwa hanya ada satu keinginan yang dimiliki oleh siapa saja yang sudah tiada: ingin hidup kembali.

Terakhir, selamat Barasuara, dengan merayakan fana kalian menuju keabadian.

Bicara Industri Musik Nasional Masa Kini, Puji Adi: Anak Muda dan Musisi Sekarang Hebat

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Bakhru Thohir lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Bakhru Thohir.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

MT
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini