Sorgum, Pangan Lokal Penjaga Ketahanan Pangan Masyarakat NTT Di Tengah Krisis Iklim

Sorgum, Pangan Lokal Penjaga Ketahanan Pangan Masyarakat NTT Di Tengah Krisis Iklim
info gambar utama

"Urusan pangan adalah urusan hidup dan matinya suatu bangsa."

Begitu kiranya yang dikatakan Soekarno, proklamator kemerdekaan Indonesia mengenai pangan. Pangan menjadi kebutuhan pokok manusia yang menentukan kualitas hidup, kualitas generasi penerus hingga bisa dikatakan pangan merupakan sebuah identitas.

Di tengah berbagai tantangan budidaya yang ada, padi masih menjadi bahan pangan utama yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Sumber bahan pangan sendiri masih tergantung pada berbagai kondisi alam termasuk iklim. Krisis iklim yang kian memburuk dari hari ke hari dapat menjadi ancaman nyata bagi ketahanan pangan. Cuaca yang tidak menentu kerap kali membuat petani sulit menyesuaikan waktu tanam yang berdampak pada peningkatan hama dan penyakit hingga terjadinya gagal panen.

Krisis Iklim yang kian Memburuk

Foto: Evelin de Bruin/Pixabay
info gambar

Dikutip dari buku Sorgum, Benih Leluhur untuk Masa Depan karya Ahmad Arif, kajian mengenai iklim dilakukan oleh Supari dan beberapa peneliti lainnya dari berbagai negara menunjukkan bahwa pada 2031 sampai 2051 akan terjadi perubahan pola cuaca. Penurunan curah hujan secara signifikan akan melanda sebagian besar wilayah Indonesia.

Daerah Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara Timur termasuk ke dalam daerah yang paling parah mengalami penurunan curah hujan. Daerah-daerah itu akan mengalami sederetan hari tanpa hujan yang panjang sehingga wilayah tersebut akan lebih kering. Diketahui, daerah yang terancam menjadi lebih kering tersebut merupakan daerah lumbung padi di Indonesia. Hal ini membuat potensi kerawanan pangan harus diantisipasi.

Nusa Tenggara Timur mejadi salah satu wilayah yang terancam perubahan iklim dengan semakin keringnya daerah tersebut. Bahkan sejak tahun 1981, curah hujan di Flores Timur semakin menurun. Namun, masyarakat NTT punya cara tersendiri untuk mengantisipasi dampak buruk dari krisis iklim yang menyasar ketahanan pangan tersebut.

Baca juga: Menanti Indonesia Lepas dari Ketergantungan Impor Gandum Lewat Tanaman Sorgum

Di Dusun Likotuden, tepatnya di Flores Timur, musim kemarau yang dulunya menjadi momok megerikan karena ketersediaan beras yang tidak mencukupi, kini tidak mereka khawatirkan lagi semenjak masyarakat menjadikan sorgum sebagai sumber bahan pangan pokok mereka.

Foto: https://kehati.or.id/sorgumdilikotuden/
info gambar

Dikuitip dari Yayasan Kehati, Desa Likotuden yang terkenal gersang dan menjadi daerah rawan pangan kini menjadi salah satu sentra produksi sorgum. Uniknya, dalam proses produksi sorgum ini juga dilibatkan perempuan untuk berdaya sebagai upaya adaptasi perubahan iklim. Sorgum dikenal dengan nama ilmiah Shorgum bicolor (L) moench merupakan salah satu jenis tanaman pangan. Sorgum dipilih sebagai pangan lokal andalan pengganti padi karena beberapa alasan, terutama berkaitan dengan tantangan krisis iklim yang ada.

Ketahanan terhadap kekeringan.

Krisis iklim yang berdampak pada cuaca ekstrem hinggga kekeringan menyebabkan tidak semua tanaman pangan mampu beradaptasi terhadap keadaan yang tidak ideal tersebut. Istimewanya, menurut data dari FAO (Food and Agriculture Organization), kebutuhan air tanaman untuk sorgum cenderung rendah jika dibandingkan dengan padi, jagung, atau kentang sehingga mampu beradaptasi di daerah yang kering sekalipun termasuk di daerah NTT.

Dikutip dari Yayasan Kehati, di tengah panasnya Likotuden, ketika padi bahkan jagung tidak mampu bertahan, sorgum tetap tumbuh hijau dan subur di tanah kering tersebut. Selain kebutuhan air tanaman yang relatif rendah, sorgum juga memiliki sistem perakaran yang lebat dan panjang. Keberadaan lapisan lilin pada daun yang mengurangi laju transpirasi juga mendukung sorgum untuk bertahan di tanah yang kering.

Kandungan Nutrisi

Biji sorgum adalah bagian tanaman sorgum yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Biji sorgum memiliki tekstur yang kenyal juga aroma yang hampir mirip dengan kacang-kacangan. Biji Sorgum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti karbohidrat, protein, serat, lemak, dan lain-lain. Kandungan protein hingga serat sorgum bahkan lebih tinggi dibandingkan padi. Pengolahan sorgum sebagai bahan pangan bisa langsung dimasak menjadi nasi. Selain itu, sorgum juga bisa menjadi bahan baku pembuatan olahan pangan dalam bentuk tepung dengan menggiling biji sorgum telebih dahulu.

Baca juga: Gula Sorgum indonesia yang Bagus bagi Penderita Diabetes

Aman konsumsi

Mampu beradaptasi di iklim yang kering hingga kandungan nutrisi yang tinggi, keistimewaan sorgum lainnya dalah bebas gluten sehingga aman dikonsumsi orang dengan penyakit celiac atau gangguan pencernaan lainnya. Kandungan istimewa lainnya adalah tanin yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah sehingga sorgum baik dikonsumsi oleh penderita diabetes.

Penanaman sorgum di Flores Timur merupakan upaya mengembalikan kembali sorgum yang telah puluhan tahun ditinggalkan. Dikutip dari Yayasan Kehati, penanaman sorgum tidak hanya di Flores Timur dan Lembata, tetapi juga mulai bergerak ke barat seperti Maumere, Ende, Ngada, Manggarai Raya hingga ke Pulau Sumba. Kini, Sorgum tidak hanya menjadi jawaban dari kekhawatiran masyarakat NTT akan kerawanan pangan karena buntut dari krisis iklim, tetapi juga menjadi sumber ekonomi. Sorgum kini menjadi pangan lokal idaman yang turut menjaga ketahanan pangan dan upaya adaptasi dari perubahan iklim.

Referensi:

Yayasan Kehati, https://kehati.or.id/sorgumdilikotuden/

Arif, Ahmad. 2020. Sorgum Benih Leluhr untuk Masa Depan. Jakarta, Kepustakaan Populer Gramedia (KPG).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini