Heboh Tragedi Edelweis Rawa, Bagaimana Memang Sejarah Ranca Upas?

Heboh Tragedi Edelweis Rawa, Bagaimana Memang Sejarah Ranca Upas?
info gambar utama

Kawasan dataran tinggi Ranca Upas di Kabupaten Bandung masih menjadi sorotan publik. Hal ini karena kegiatan komunitas motor trail yang menghancurkan penanaman tanaman bunga edelweis rawa pada Minggu (5/3/2023) tersebut.

Ranca Upas yang merupakan bagian dari Hutan Tambakruyun ini sangat terkenal dengan beragam lokasi wisata alam di sekitarnya. Namun masih sedikit yang mengetahui asal mula dari tempat wisata tersebut.

Dinukil dari travellerbandung, Ranca Upas awalnya merupakan tempat pelatihan Kopassus dan berupa hutan belantara dengan rawa yang luas. Setelah hutan tersebut bebas dari binatang buas, Ranca Upas dijadikan hutan lindung hingga kini jadi bumi perkemahan.

Desa Cihideung, Daerah Penghasil Kembang yang Memperindah Kota Bandung

Ranca Upas diambil dari bahasa Sunda yang artinya adalah rawa dan Upas yang merupakan petugas Perhutani. Sosok Upas tersebut dianggap melegenda di kawasan Gunung Patuha.

Diceritakan sosok Upas merupakan sosok petugas berbadan kekar setinggi 198 cm dan berkebangsaan Belanda. Dirinya meninggal saat melaksanakan tugas lapangan untuk menjelajahi rawa, hingga kini mayatnya belum pernah ditemukan.

Dari gunung api?

Namun, anggota Kelompok Riset Cekungan Bandung, T. Bachtiar menjelaskan ada beragam tafsir mengenai Ranca Upas. Dirinya malah meyakini bahwa Ranca memiliki arti lahan basah atau rawa, sedangkan upas adalah racun.

Diungkapkan bahwa pada masa lalu, lahan basah atau rawa di gunung itu kemungkinan mengandung gas beracun. “Seperti halnya Kawah Upas di Gunung Tangkuban Perahu yang mengeluarkan gas lemas mematikan.” ujarnya yang dimuat Tempo.

Bachtiar menjelaskan sumber gas tersebut berasal dari gunung api tua Patuha. Salah satu mata air panas di Ranca Upas mencirikan adanya keterhubungan kawasan tersebut dengan Gunung Patuha.

Wajah Seniman yang Berperan Menghidupkan Kembali Jalan Braga

Dia lantas melanjutkan bahwa Ranca Upas terbentuk sebagai daerah rawa karena lokasinya berupa cekungan yang dikelilingi oleh pegunungan. Di arah selatan ada Gunung Patuha, di utara terdapat rangkaian pegunungan seperti Gunung Tikukur sampai Gunung Cadaspanjang.

“Karena berada di antara gunung-gunung itu maka air dari arah selatan dan dari arah utara masuk ke cekungan itu, menjadi lahan basah.” ujarnya.

Terjaga sejak zaman kolonial

Dikatakan oleh Bachtiar, ketika melihat dari peta-peta yang terbit pada zaman kolonial Belanda (1886, 1925, dan tahun 1943). Ternyata keberadaan Ranca Upas masih tetap terjaga dengan luas yang sama.

“Ini dapat memberikan jawaban bahwa lingkungan hutan hujan tropis di sekeliling ranca itu masih terjaga dengan baik,” ucapnya yang dinukil dari Ayobandung.

Dia menilai pihak pemerintah kolonial tidak membuka lereng-lereng gunung menjadi perkebunan teh dan kini. Mereka hanya memanfaatkan pedataran dan hamparan perbukitan rendah yang dijadikannya perkebunan teh yang indah.

Dipati Ukur, Perjalanan Hidup Pemberontak yang Ditumpas oleh Mataram

Namun sejak berganti kepada Pemerintah Indonesia, perkebunan ini telah berganti menjadi kebun sayur dan destinasi wisata yang merusak kemegahannya. Karena itulah, bagi Bachtiar memberikan dampak kerusakan kepada alam sekitarnya.

“Karena bila lingkungan di sekeliling Ranca Upas itu rusak, sebagian hutannya sudah beralih fungsi, maka yang semula berupa daerah tangkapan hujan yang berfungsi sebagai tempat pengisian ulang air permukaan dan air tanah, maka mata airnya pun akan terus mengecil, bahkan menghilang,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini