Biografi Cipto Mangunkusumo, Perjuangan dan Dedikasinya untuk Indonesia

Biografi Cipto Mangunkusumo, Perjuangan dan Dedikasinya untuk Indonesia
info gambar utama

Sejarah Indonesia tidak pernah terlepas dari perjuangan tokoh-tokoh besar. Salah satunya adalah Dr. Cipto Mangunkusumo (Tjipto Mangoenkoesoemo). Cipto Mangunkusumo adalah tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia yang berkecimpung di bidang perpolitikan, ia termasuk 3 serangkai yang mendirikan Indische Partij bersama Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat. Berikut ini merupakan biografi Cipto Mangunkusumo.

Biografi Cipto Mangunkusumo

Cipto Mangunkusumo
info gambar

1. Merupakan keturunan priyayi Jawa

Cipto Mangunkusumo lahir di Desa Pecangan, Jepara, Karesidenan Semarang pada 4 Maret 1888. Ia adalah anak dari Mangunkusumo, yang merupakan seorang priyayi Jawa berkedudukan sebagai guru dan pembantu administrasi pada Dewan Kota Semarang. Sementara ibu dari Cipto yaitu R.A Suratmi, seorang wanita keturunan dari tuan tanah asal Jepara.

Sejak kecil, Cipto telah dikenal sebagai sosok yang rajin belajar, sebuah sifat yang didukung oleh ayahnya yang seorang guru. Pada usia 6 tahun, ia memulai pendidikan formalnya di Europeesche Lagere School, sebuah sekolah Belanda. Di lingkungan sekolah tersebut, Cipto Mangunkusumo menunjukkan bakat cerdasnya dan berhasil lulus dengan prestasi tertinggi di antara rekan-rekannya.

Cipto dan adik-adiknya juga memiliki kesempatan untuk bersekolah di School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA). Pada saat masih sekolah, ia merupakan pribadi yang dikenal jujur, berpikiran tajam, dan sekaligus rajin. Di sana, ia pun dikenal sebagai orang yang tegas untuk bertindak dan termasuk dalam orang yang berani melawan arus.

Dengan pendidikan kedokterannya, Cipto Mangunkusumo mempergunakan pengetahuannya untuk melayani masyarakat. Berkat dedikasinya tersebut, ia dijuluki sebagai "Dokter Rakyat".

Tak hanya fokus dalam dunia kedokteran, Cipto juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda. Ia menggunakan tulisannya untuk menggambarkan kondisi rakyat Indonesia dan memberikan suaranya dalam perlawanan terhadap penindasan Belanda. Selain itu, pada tahun 1908, Cipto Mangukusumo juga bergabung dengan organisasi pemuda Budi Utomo, menunjukkan kesetiannya dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsanya.

Baca juga: Goresan Pedas Pena Douwes Dekker: Pembakar Semangat Anti Kolonialisme

2. Perjuangan Cipto Mangunkusumo lewat Budi Utomo

Setelah membahas mengenai biografi Cipto Mangunkusumo, selanjutnya kita akan membahas mengenai perjuangan Cipto melalui Budi Utomo. Budi Utomo terbentuk pada 20 Mei 1908, Cipto menyambut baik berdirinya organisasi tersebut. Hal tersebut karena organisasi tersebut merupakan wujud kesadaran pribumi akan identitasnya sendiri. Meskipun demikian, pada kongres pertama di Yogyakarta, terjadi perpecahan antara Cipto dan Radjiman Wedyodiningrat.

Salah satu harapan Cipto adalah menjadikan Budi Utomo sebagai wadah mereka dalam berorganisasi politik yang berjuang secara demokratis dan terbuka bagi masyarakat Indonesia. Sedangkan Radjiman menginginkan organisasi Budi Utomo sebagai gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa sentris.

Meskipun ia diangkat menjadi pengurus Budi Utomo, Cipto Mangunkusumo akhirnya mengundurkan diri dari Budi Utomo. Ia beranggapan bahwa organisasi tersebut tidak mewakili aspirasinya. Cipto selalu ingin bahwa ada jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh rakyat di Hindia Belanda, tidak hanya fokus pada masyarakat Jawa.

Baca juga: Sejarah Singkat Budi Utomo: Organisasi Pertama di Indonesia

3. Mendirikan Indische Partij

biografi cipto mangunkusumo
info gambar

Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto Mangunkusumo kemudian melanjutkan kiprahnya sebagai dokter di Solo. Di sela-sela kesibukannya, ia pun mendirikan organisasi Raden Ajeng Kartini Klub. Organisasi ini bergerak di bidang sosial yang peduli dengan kesejahteraan nasib rakyat. Kemudian pada tahun 1912, ia mendirikan Indische Partij bersama dengan Ernest Douwes Dekker dan Soewardi Soerjaningrat.

Bagi Cipto, gerakan yang baru didirikan itu merupakan upaya mulia mewakili kepentingan-kepentingan semua penduduk Hindia Belanda yang tidak memandang suku, golongan, dan agama apapun. Indische Partij adalah gerakan politik untuk seluruh rakyat Hindia Belanda.

Cipto dan Douwes Dekker adalah sahabat karib yang sangat dekat. Bahkan pada tahun 1912, Cipto pindah ke Bandung agar lebih dekat dengan sahabatnya tersebut. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian de Express dan majalah het Tijdschrift.

Cipto mendirikan sebuah komite yang diberi nama Komite Bumi Putra dan ia menjadi ketuanya. Komite tersebut pernah menerbitkan sebuah artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Andaikan Saya Seorang Belanda”. Cipto juga menuliskan dukungannya terhadap Suwardi untuk memboikot perayaan kemerdekaan Belanda.

Tulisan Cipto dan Suwardi memukul pemerintah sehingga pada 30 Juli 1913, Cipto dan Suwardi dipenjarakan. Pada 18 1913, keluar surat keputusan untuk membuang Cipto bersama dengan Suwardi dan Douwes Dekker ke Belanda karena kegiatan propagandanya dalam Komite Bumi Putra.

Baca juga: Sejarah Indische Partij, Organisasi Pergerakan Pertama untuk Melawan Belanda

4. Akhir Perjuangan: Dibuang ke Banda, Maluku

Pada 1914, Cipto pulang ke Jawa dan kembali berjuang. Oleh karena itu, Cipto kemudian diasingkan pada 15 Oktober 1920 di daerah yang tidak berbahasa Jawa. Pada 19 Desember 1927 Cipto dibuang ke Banda, Maluku.

Dalam pembuangannya penyakit asmanya kambuh dan meskipun beberapa orang memintanya untuk pulang ke Jawa, Cipto menolak dan akhirnya ia dialihkan ke Bali, Makassar, dan pada tahun 940 ia dipindahkan ke Sukabumi. Cipto kemudian meninggal pada 8 Maret 1943 akibat penyakit asma yang dideritanya.

Penghargaan Cipto Mangunkusumo

Pada tahun 1910, Malang dilanda wabah pes yang meluas dan memicu situasi rasisme yang memecah belah masyarakat berdasarkan warna kulit dan asal-usul. Saat itu, para dokter Eropa di Batavia menolak pergi ke Malang untuk mengobati pasien pes yang kebanyakan adalah orang pribumi.

Cipto, seorang lulusan STOVIA, merasa terpanggil untuk membantu dalam situasi tersebut meskipun sedang jenuh dengan pekerjaannya di bawah pemerintahan kolonial. Ia rela menjadi relawan dokter dan pergi ke Malang.

Tanpa peralatan pelindung yang memadai, Cipto nekat menjangkau desa-desa terpencil di Malang untuk menangani wabah pes. Di salah satu desa, Cipto bahkan mengasuh seorang bayi perempuan yang ditinggalkan karena orangtuanya meninggal akibat pes.

Berkat aksi heroiknya itu, Cipto Mangunkusumo dianugrahi bintang penghargaan Ridder in de Orde van Oranje Nassau. Penghargaan tersebut diberikan oleh Ratu Wilhelmina atas jasa Cipto yang berhasil menaklukkan wabah pes.

Cipto Mangunkusumo dengan semangat dan dedikasinya, menjadi simbol perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia. Dari pendidikan dan pelayanan medisnya sebagai "Dokter Rakyat", perannya dalam melawan penjajah Belanda, hingga menjadi relawan saat wabah pes di Malang, Cipto menunjukkan kesetiaan dan komitmennya pada perjuangan nasional. Semoga biografi Cipto Mangunkusumo bisa menginspirasi generasi berikutnya untuk memperjuangkan cita-cita dan keadilan bagi Indonesia.

Baca juga: Kisah Tiga Serangkai yang Tetap Melawan Meski Terusir ke Belanda

Sumber:

https://id.wikipedia.org/wiki/Tjipto_Mangoenkoesoemo

https://bkpp.demakkab.go.id/2020/05/dr-tjipto-mangunkusumo-penakluk-wabah.html

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Farih Fanani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Farih Fanani. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

MF
RP
AS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini