Jejak Cut Nyak Dhien Menjadi Pengajar Ngaji ketika Diasingkan di Sumedang

Jejak Cut Nyak Dhien Menjadi Pengajar Ngaji ketika Diasingkan di Sumedang
info gambar utama

Cut Nyak Dhien, pahlawan nasional dari Aceh harus diasingkan dari keluarga dan tanah kelahirannya ke pulau lain yang berjarak sekitar 2.685 kilometer di tahun 1906. Dirinya yang telah menginjak usia tua harus diangkut menggunakan kapal laut.

Dinukil dari Detik, dibuang pada usia yang genap 58 tahun dari Lampadang Aceh ke Pulau Jawa ke Sumedang, Jawa Barat. Ketika itu warga Sumedang tidak mengetahui bahwa sosok wanita paruh baya itu adalah pejuang terkenal dari Aceh.

Menengok Desa Lamno di Aceh, Kampung Bule yang Warganya Punya Mata Biru

Rahasia ini merupakan rencana Gubernur Militer Belanda, Joannes Benedictus van Heutz yang khawatir dengan kehadiran Cut Nyak Dhien bisa membawa semangat perlawanan ke masyarakat Sumedang.

Tetapi fakta tersebut akhirnya diketahui oleh Bupati Sumedang saa itu, Pangeran Suriaatmaja. Sebagai pemimpin tertinggi, sosok yang biasa disebut Pangeran Mekkah yang sadar bahwa Cut Nyak Dhien merupakan figur berpengaruh.

“Kedatangan Dhien (Cut Nyak Dhien) di Sumedang dengan pakaian lusuh dan ditemani para tapol Aceh lainnya tentunya saja menarik perhatian Bupati Suriaatmaja,” tulis Sai dan kawan-kawan dalam Ensiklopedi Pahlawan Nasional, Jakarta: Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional dinukil Wikipedia.

Mengajarkan mengaji

Sebagai seorang pemimpin, Pangeran Suria Atmadja dikenal sebagai pribadi yang sederhana berpengaruh dan dikenal akan kesalehannya. Dengan pengaruhnya, dia mengambil alih perawatan dan perlindungan untuk Cut Nyak Dhien.

Hal itu dilakukan karena tidak tega melihat Cut Nyak Dhien sebagai sosok yang sangat dihormati dan disegani di tanah Aceh, harus berakhir di dalam jeruji penjara bersama tahanan politik lainnya.

Cut Nyak Dhien menghabiskan sisa hidupnya di Sumedang selama dua tahun. Selama pengasingan, Cut Nyak Dhien ditempatkan di sebuah rumah milik tokoh agama setempat bernama Haji Ilyas atas perintah Bupati Suriaatmaja.

Ketika Para Kerbau Selamat dari Terjangan Tsunami yang Menerjang Aceh

Selama masa pengasingannya, Cut Nyak Dhien melakukan aktivitas dengan mengajarkan Al-Quran kepada penduduk setempat. Dia pun dikenal warga dengan nama panggilan yakni Ibu Suci, Ibu Perbu dan Ibu Ratu.

“Dalam keadaan matanya kurang melihat Cut Nyak Dhien mengajarkan Al-Quran kepada warga sekitar di tanah pengasingannya, termasuk mengajar Pak Bulkini sebagai saksi sejarah bahwa rumah ini menjadi rumah yang ditinggali Cut Nyak Dhien di Sumedang,” terang Nanden Dewi.

Sisa peninggalan

Rumah yang jadi tempat tinggal Cut Nyak Dhien berada di Kampung Kaum, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang. Rumah tersebut diwariskan secara turun temurun.

Rumah itu kini bukan hanya menjadi tempat tinggal tetapi juga sudah menjadi cagar budaya. Sesuai perkembangan zaman, rumah tempat tinggal Cut Nyak Dhien sempat mengalami perubahan tetapi pada 2009 kembali ke bentuk semula.

Agar bisa mengenang masa-masa pengasingan Cut Nyak Dhien di Sumedang, beberapa material bangunan rumah masih mempertahankan material aslinya kala itu. Di antaranya yakni 8 tiang yang berada di dalam rumah.

Artefak Prasejarah di Loyang Mendale, Jejak Peneguh Kebhinekaan

“Dulu rumah ini itu ada tepasnya, namun tepas itu sekarang menjadi ruang tamu seperti sekarang ini namun untuk bentuk rumah saat ini tidak jauh dari bentuk rumah saat ini tidak jauh dari bentuk rumah kala itu,” ujar Nenden.

Rumah tinggal Cut Nyak Dhien di Sumedang menjadi salah satu bukti sejarah untuk menggambarkan keberanian pahlawan asal Aceh dalam mempertahankan tanah kelahiran dari penjajah Belanda hingga harus menerima pengasingan ke Sumedang, Jabar.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini