Selamat Datang Bulan “Pertapaan” Ruhani

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Selamat Datang Bulan “Pertapaan” Ruhani
info gambar utama

Penulis senior GNFI

Pertama, perkenankan saya mengucapkan selamat melaksanakan ibadah puasa kepada semua pembaca GNFI yang beragama Islam dengan iringan doa, semoga diberikan kekuatan dan kesehatan oleh Allah SWT agar dapat mampu melaksanakan ibdah puasa itu.

Kedua, di bulan suci Ramadan ini semua umat Islam seluruh dunia tak terkecuali Indonesia akan melaksanakan ibadah puasa. Suatu ibadah yang sangat penting karena bulan puasa itu milik Allah dan Allah lah yang akan memberikan pahala kepada ummat yang menjalankan ibadah puasa.

Bulan puasa ini menurut cendekiawan Muslim almarhum Prof. Dr. Nurcholis Madjid, MA merupakan olahraga ruhani dimana seseorang harus menahan diri dari makan minum. Dalam olahraga ruhani ini, seluruh pancaindera, tidak diperbolehkan ‘negative emotional’ nya terlampiaskan. Harus mampu menahan diri dari hal-hal negatif.

Mehr Panjwani, MSc, seorang peneliti lulusan the London School of Economics untuk bidang Hak Azasi Manusia dan lulusan the King’s College London untuk bidang psikologi, menjelaskan bahwa:

Ramadan is not just about food: while it is commonly known that Muslims are obligated to abstain from eating and drinking from sunrise to sunset, it is a lesser-known fact that Muslims are also required to fast from sexual acts and certain social acts like getting angry and gossiping during these hours. This practice helps Muslims to get closer to God, and is intended not only to create solidarity with the oppressed and hungry across the world, but also to teach believers self–control, discipline and delayed gratification.”

(Ramadan bukan hanya tentang makanan: meskipun umumnya diketahui bahwa umat Islam wajib menjauhkan diri dari makan dan minum dari matahari terbit hingga terbenam, itu adalah fakta yang kurang diketahui bahwa Muslim juga diharuskan untuk berpuasa dari tindakan seksual dan tindakan sosial tertentu seperti marah dan bergosip selama jam-jam ini. Praktik ini membantu umat Islam untuk lebih dekat dengan Tuhan, dan dimaksudkan tidak hanya untuk menciptakan solidaritas dengan yang tertindas dan lapar di seluruh dunia, tetapi juga untuk mengajarkan orang percaya pengendalian diri, disiplin, dan kepuasan yang tertunda.)

Bagi almarhum Prof. (Cak) Nurcholis Madjid, puasa itu ibarat seperti pertapaan (rahbaniyyah) seseorang pada suatu tempat yang jauh dari hiruk pikuk manusia, ini suatu sikap hidup yang mengingkari kemestian-kemestian duniawi seperti makan, minum untuk mencapai kesucian yang lebih tinggi.

Puasa sebagai olahraga ruhani memang tidak menyenangkan. Maka itu, pahala seorang yang berpuasa, bukan terletak pada kesanggupannya tidak makan dan minum. Cak Nur menegaskan bahwa pahala seorang berpuasa terletak pada kesanggupannya memenuhi perintah Allah, yaitu menahan diri dan keikhlasan melakukan itu semua.

“Bukan semakin lapar dan haus, semakin besar pahalanya,” kata Cak Nur.

Bulan Ramadan merupakan bulan keagamaan dengan intensitas yang tinggi, yang bakal meninggalkan kesan mendalam pada mereka yang terlibat. Kekhasan suasana Ramadan pada bangsa kita tercermin juga dalam suasana Hari Raya Lebaran atau 'Idul-Fitri’ yang khas Indonesia.

"Maka sudah tentu akan baik sekali jika kita memahami berbagai hikmah ibadah puasa yang kita jalankan selama bulan itu," begitu kata Prof Dr Nurcholish Madjid MA.

Bali Damai dan Toleran, Nyepi dan Awal Ramadan Jatuh Bersamaan Bukan Masalah

Bukan penghalang produktivitas

Ilustrasi | Tirta Sujata/Shutterstock
info gambar

Meskipun di bulan suci orang Muslim tidak makan dan minum pada waktu dan dengan jam yang bisa dibilang produktif, tapi hal itu tidak mengurangi tingkat produktivitas masyarakat di negara-negara Islam.

Sebuah survei yang dilakukan oleh agen tenaga kerja Rekrute menemukan bahwa 52 persen orang Maroko percaya bahwa Ramadan tidak berdampak pada kehidupan profesional mereka.

"Seperti apa kehidupan kerja sehari-hari Anda selama Ramadan?" dan "Bagaimana Ramadan memengaruhi produktivitas Anda di tempat kerja?" adalah beberapa pertanyaan yang diajukan kepada 1.945 orang Maroko yang mengambil bagian dalam survei.

Jawaban mengungkapkan bahwa 57 persen dari mereka yang disurvei tidak melihat penurunan produktivitas di kantor selama Ramadan, sedangkan 43 persen mengakui bahwa puasa memang memengaruhi produktivitas mereka.

Bahkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibaca oleh Ir. Soekarno itu dilakukan pada bulan Ramadan, tepatnya di hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945.

Ketersediaan Bahan Pangan Jelang Ramadan Dipastikan Aman

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

AH
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini