Mengurai Sejarah Pemberantasan TBC di Hindia Belanda

Mengurai Sejarah Pemberantasan TBC di Hindia Belanda
info gambar utama

Beberapa abad silam, terkena tuberkulosis berarti telah menerima hukuman mati. Di benua biru misalnya, penyakit yang bisa menular melalui udara ini telah menjadi momok menakutkan sepanjang abad ke-19 hingga 20.

Kasus-kasus tuberkulosis pun rupanya banyak terjadi di Hindia Belanda. Pada 1921, Cornelis de Langen, seorang dokter School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), menghimpun informasi dari dokter djawa di seluruh negri terkait merebaknya kasus TBC.

Dari informasi yang didapatnya, Langen menyimpulkan bahwa tuberkulosis sangat mematikan bagi penduduk bumiputera. Diketahui bahwa TBC adalah penyakit yang telah menjangkiti penduduk di berbagai daerah.

Namun, penduduk saat itu tidak mengenalnya sebagai “tuberkulosis”. Mereka menyebut penyakit mematikan itu dengan nama “batoek kring” atau “batoek darah”.

Nama-nama ini menggambarkan gejala yang nampak kepada penderita. Memang umumnya mereka yang menderita TBC akan mengeluarkan bercak darah saat batuk dan makin hari kian kurus “kring”.

Ketahui Bagaimana Penularan, Gejala, dan Pencegahan dari Penyakit TBC Paru

TBC dan masalah kemiskinan di masa kolonial

Memasuki tahun 1930-an, angka kasus TBC kian mengkhawatirkan. Dokter-dokter mencatat bahwa banyak masyarakat pedesaan, pekerja kebun, guru dan anak-anak meninggal akibat TBC. Surat kabar Deli Courant terbitan 27 September misalnya mengabarkan bahwa 1 dari 10 pekerja meninggal kerena terserang TBC.

Banyak kasus tuberkulosis di kalangan bumiputera ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi kemiskinan yang terjadi selama periode kolonialisme. Moh. Djamil, seorang dokter yang bertugas di Fort de Kock. menggambarkan bagaimana penduduk tinggal di rumah yang tertutup, gelap dengan ventilasi buruk.

Bukan hanya masalah tempat tinggal, kondisi makanan pun disorot sebagai salah satu alasan lain tuberkulosis mudah hinggap di antara penduduk Hindia Belanda. Seorang dokter bernama Van Goor dalam bukunya “Batoek Kering atau Batoek Darah” terbitan 1934, menguraikan buruknya pola makan orang-orang di Hindia Belanda. Dia mengamati bagaimana umumnya orang-orang bumiputera tidak dapat makan teratur tiga kali sehari.

Bagi Van Goor, sedikitnya yang dikonsumsi membuat daya tahan tubuh menjadi lemah. “Dalam negeri jang keadaan makanan pendoedoeknja tidak tjokoep, maka ta’ dapat tiada TBC akan berdjangkit disana dengan hebatnya”, tulisnya dalam buku.

Mewaspadai TBC Laten, Ketika Seseorang Terinfeksi Tuberkulosis Tanpa Gejala

Perang melawan tuberkulosis

Salah satu klinik TBC yang terletak di Salatiga
info gambar

Merebaknya tuberkolusis di seluruh penjuru negri berdampak pada sektor ekonomi. Akibatnya, pemerintah kolonial merasa perlu mengambil langkah-langkah pemberantasan.

Pemerintah Hindia Belanda menggelontorkan sejumlah dana ke lembaga swasta yang fokus memerangi TBC bernama Stichting Centrale Vereeniging tot bestrijding der Tuberculose (SCVT).

Lembaga tersebut aktif melakukan kampanye kesehatan kepada penduduk Hindia Belanda. SCVT fokus untuk mensosialisasikan kebiasaan hidup sehat seperti tidak meludah dan batuk sembarangan. Pasalnya, TBC saat itu dianggap dapat tersebar mudah dari debu tanah terkena air ludah penderita TBC lalu tertiup angin.

Bukan hanya propaganda kesehatan, SCVT membangun rumah-rumah sakit sederhana khusus TBC yang disebut dengan sanatorium. Mulai tahun 1937, dibangun banyak klinik-klinik kecil di berbagai daerah agar penanganan pasien-pasien TBC lebih optimal.

Sayangnya, semua langkah tersebut belum cukup untuk menurunkan angka kematian TBC dengan signifikan. Hingga akhir periode pemerintahan Hindia Belanda pemberantasan TBC sepenuhnya belum bisa terwujud.

Di masa kini, tuberkulosis masih menjadi pekerjaan rumah serius yang harus dituntaskan. World Health Organization atau WHO mencatat bahwa TBC menjadi penyakit menular nomor dua yang paling mematikan setelah Covid-19.

Oleh karena itu, untuk menanggulanginya Indonesia sendiri kini tengah fokus dengan program eliminasi TBC pada 2030.

Heboh Tragedi Edelweis Rawa, Bagaimana Memang Sejarah Ranca Upas?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

OC
KO
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini