Ngadas, Desa di Bromo dengan Serba-Serbi Ritual Adat dan Sejarahnya

Ngadas, Desa di Bromo dengan Serba-Serbi Ritual Adat dan Sejarahnya
info gambar utama

Masyarakat Desa Ngadas memiliki kebudayaan lokal yang menarik dengan ciri khas dan keunikannya sendiri. Desa yang terletak di kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru ini memiliki kekhasannya yaitu Roro Anteng dan Joko Seger.

Dengan ditetapkannya Ngadas sebagai desa adat, maka pelestarian budaya di desa ini masih sangat kental dan tidak hilang tergerus perubahan zaman.

Dengan banyak prosesi ritual dan upacara yang dilakukan oleh masyarakat di sana terutama pada hari tertentu. Desa ini memiliki banyak upacara yang bernama karo, kapat, kapitu, kawolu, kasangan, dan kasada.

Upacara karo yang berarti dua atau keduanya, merupakan salah satu peringatan hari raya masyarakat Tengger pada tanggal 15 kalender saka Tengger.

Upacara Karo memiliki sejarah tentang abdi kanjeng Nabi yang bernama Setya dan Abdi dari Aji Saka yang bernama Setuhu. Keduanya saling berselisih, tetapi tidak ada yang menang dan sama-sama gugur sehingga upacara ini digelar sebagai peringatan agar menghindari musibah karena salah paham.

Menengok Desa Lamno di Aceh, Kampung Bule yang Warganya Punya Mata Biru

Dalam pelaksanaan upacara karo terdapat prosesi ritual-ritual yang harus dilakukan secara berurutan mulai pembukaan upacara sampai penutupan. Upacara dimulai dengan tari Sodoran yang dilakukan oleh penari sodor dari sesepuh yang berfungsi sebagai mblara’i (mengawali) acara pada pukul 4 pagi.

Kemudian, kegiatan kirab Manten Sodor (Penari Sodor). Sebelum tari Sodor dilakukan terlebih dahulu, ada mekakat kemudian pembacaan Kerti Joyo (Pembacaan mantra Karo & memberi sesajen). Tari Sodor dilakukan oleh Manten Sodor (putra-putri) berjumlah 12 orang.

Setelah usai prosesi masyarakat Tengger melakukan acara santi (melakukan kirim doa kepada para Sidi Derma, selametan Banyu dan Gaga atau tegal atau juga ladang). Selanjutnya, acara Dederek yaitu saling mengunjungi rumah ke rumah.

Kemudian, pada puncak acara dari karo yaitu sadranan atau nyadran yaitu nyekar ke makam leluhur dengan membawa sesembahan dan melakukan ojong sebagai tarian penutupan.

Desa Kalumpang, Tanah yang Menyimpan Jejak Leluhur Nusantara
Masyarakat Desa Ngadas melakukan upacara sadranan
info gambar

Pada tahap ini, setelah melakukan semua prosesi upacara), yaitu kegiatan makan bersama para arwah nenek moyang dengan bekal yang sudah dibawa dari rumah di pemakaman umum desa Ngadas.

Sebelumnya, makam tersebut telah didoakan di rumah ketua adat (sedekah panggonan) dan juga didoakan di depan makam mbah Sedek yang dipercayai sebagai Sang Babad Alas di Desa Ngadas.

Terdapat perbedaan untuk makanan yang dibawa untuk dimakan di makam leluhur berupa sesaji yang nantinya akan ditaruh di atas atap rumah. Adapun kalau dari isian sesaji, yaitu 3 nyiru berisi 9 buah tumpeng kecil beserta lauk pauk, sate isi perut bewan, sayur kara, jadah ketan putih dan ketan hitam conthong berisi apem, pisang seikat pisang gubahan.

Sedangkan untuk menu makanan yang nantinya akan dimakan dimakam leluhur sangatlah bervariasi tetapi terdapat satu makanan yang selalu ada dan dibawa pada saat nyadran, yaitu telur.

Jika dikaitkan dengan adanya telur di atas makam leluhur pada hari-hari biasa sebelum hari raya atau upacara karo, maka dapat diasumsikan bahwa telur tersebut tadi digunakan sebagai media ritual atau sesaji untuk leluhur yang dikuburkan di makam tersebut. Di sisi lain pada saat sebelum nyadran ke makam leluhur, masyarakat selalu memakai baju-baju baru saat melakukan nyadran.

Pada prosesi nyadran dipimpin oleh dukun desa sebagai pemimpin jalannya ritual sekaligus juga sebagai pemimpin doa.

Setelah sampai di makam umum Desa Ngadas, dukun kemudian membuka upacara kemudian membaca mantra-mantra yang isinya secara garis besar ialah meminta keselamatan dan bersyukur akan panen yang melimpah dan berharap panen yang akan datang juga diharapkan akan lebih baik lagi serta pembacaan doa untuk leluhur yang telah tiada.

Kemudian ritual nyadran di tutup dengan memakan makanan yang sudah didoakan oleh dukun di rumahnya dan di makam Mbah Sedek, secara bersama sama di pemakaman leluhur.

Referensi: Jabbar, Abdul. 2010. Makna Teologis Upacara Karo Masyarakat Suku Tengger.Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Desa Wisata Onje, Berwisata Sekaligus Menapaki Sejarah Kabupaten Purbalingga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

JB
KO
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini