Jalur Rel Bergigi Amabarawa Bedono: Saksi Kekayaan Alam Jawa Tengah

Jalur Rel Bergigi Amabarawa Bedono: Saksi Kekayaan Alam Jawa Tengah
info gambar utama

Jalur kereta api berpenampang gerigi, antara Stasiun Jambu dan Stasiun Bedono, di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah merupakan hal langka. Hal ini karena hanya dimiliki tiga negara yakni Indonesia, Swiss, dan India.

Rel itu juga jadi saksi sejarah perdagangan hasil bumi di perbukitan Kedu Utara. Kereta uap yang melintas di rel tersebut tak sekadar kereta wisata. Kereta ini puluhan tahun menopang urat nadi perekonomian warga yang sebagian bertani kopi dan coklat.

Wasriyanto. warga Desa Bedono bercerita sekitar 1960, kereta uap masih mengangkut hasil kopi dari perkebunan Banaran menuju Ambarawa, terus ke Semarang. Saat itu, jalan Magelang-Semarang belum sebagus sekarang.

IKN Bakal Punya Kereta Gantung Hingga KA Trans Kalimantan, Pembangunan Dimulai 2025

“Tadi dengar suara kereta uap dari jauh. Saya langsung lari, kepengin lihat. Sudah lama enggak lewat sini lagi,” katanya yang dimuat Kompas.

Dua lokomotif uap seri B2502 dan B2503 itu sejak 1990-an diberi nama Si Boni dan Si Bobo oleh Kepala Stasiun Ambarawa saat itu. Karena itulah, banyak masyarakat yang melambai ketika kereta itu lewat.

Distribusi kopi

Ketika mengikuti perjalanan kereta ini, tersaji kekayaan alam lereng Telomoyo. Selepas Stasiun Ambarawa, setelah menyusuri permukiman di Desa Ngampin, tersaji hamparan sawah hijau. Di kejauhan tampak puncak Gunung Ungaran dan Gunung Merbabu.

Manajer Museum, Unit Preservation dan Museum PT Kereta Api Indonesia (KAI) Eko Sri Mulyanto mengatakan awalnya jejak sejarah jalur kereta Ambarawa-Bedono tak lepas dari aktivitas militer kolonial.

Tetapi selain untuk militer, jalur rel perbukitan ini pada masanya menjadi prasarana distribusi kopi. Dalam buku Stasiun Kereta Api, Tapak Bisnis dan Militer Belanda, produksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Jateng menulis daerah ini penghasil kopi terbaik di Jawa Tengah.

Kisah Bung Hatta dalam Perjalanan Kereta Api dari Bukittinggi

Kopi robusta di perbukitan itu ditanam pada masa tanam paksa. Sebelum alat transportasi kereta api masuk ke Indonesia tahun 1864, kopi dikirim ke Semarang dengan gerobak yang ditarik lembu atau kerbau.

Namun melalui perusahaan kereta api swasta Nederlandsch Indisch Spoorweg Matschapij (NISM), pada 1902 Belanda kemudian merintis pembangunan rel Ambarawa-Secang (Magelang) tersebut.

Pembangunan menantang

Disebutkan dalam buku tersebut pembuatan jalur ini menantang karena harus membelah bukit hingga membuat jalur berkelok. Hal ini agar kereta lebih mudah menanjak. Sekitar 3.000 pekerja terlibat dengan dana 390.000 gulden.

Hal yang paling sulit karena Bedono berada di puncak bukit (711 mdpl), sedangkan stasiun Jambu 479 mdpl. Padahal kereta api umumnya tidak didesain berjalan menanjak. Karena itulah Stasiun Bedono dilengkapi rel bergerigi.

Pada buku Selayang Pandang Sejarah Perkeretaapian Indonesia, produksi PT KAI menyebutkan lokomotif beroda gerigi di ruas Ambarawa-Bedono didatangkan dari pabrikan Esslingen, Jerman.

Vlugge Vier, Kereta Api Ekspres Jakarta-Bandung pada Zaman Kolonial

“Dengan lokomotif ini, tingkat kecuraman 65 persen bisa dilalui meski kecepatan terbatas 10 kilometer per jam,” paparnya.

Setelah tidak beroperasi sejak 2012, akhir Oktober 2016, jalur bergerigi itu dioperasikan kembali sebagai pengungkit ekonomi yaitu pariwisata. Wisata sejarah dan alam menelusuri lereng Gunung Telomoyo sangat menarik wisatawan domestik dan mancanegara.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini