Politik Uang: Penyakit Kronis dalam Tubuh Demokrasi Indonesia

Politik Uang: Penyakit Kronis dalam Tubuh Demokrasi Indonesia
info gambar utama

Politik uang menjadi cara instan bagi para calon untuk mengumpulkan suara pemilih pada pemilu. Politik uang memang selalu menjadi perbincangan menarik saat pemilu. Isu ini menjadi penting karena banyak pihak yang menganggap politik uang sebagai bagian dari kampanye hitam yang membahayakan demokrasi bangsa. Lalu bagaimana politik uang ini bekerja?

Dinamika Politik Uang di Indonesia

Menurut Buku yang berjudul Politik Uang di Indonesia: Patronase dan Klientelisme Pada Pemilu Legislatif 2014, politik uang menurut Aspinall dan Mada Sukmajati adalah suatu upaya mempengaruhi keputusan pemilih untuk memilih dengan upaya menyuap baik dengan uang ataupun jasa. Hampir sama dengan Aspinall dan Mada Sukmajati, menurut M. Abdul Kholiq politik uang diartikan sebagai tindakan membagikan uang atau materi (pribadi/partai) untuk mempengaruhi pemilih atas suara dalam pemilu.

Politik uang diketahui muncul di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda pada strata pemilihan kepala desa. Dilansir dari Jawa Pos, kepala desa pada zaman itu seharusnya dipilih bersama-sama oleh masyarakat. Tetapi, Belanda yang licik secara diam-diam melakukan intervensi dan memainkan proses pemilihan untuk mendapatkan kepala desa yang patuh terhadap aturan Belanda.

Di situlah pemilihan yang seharusnya rasional berubah menjadi transaksional. “Di satu sisi, kebijakan itu mengakui adanya pemerintahan desa. Tapi, disisi lain cara itu sebenarnya tidak lepas dari kepentingan pihak kolonial sendiri,” ujar sejarawan Mojokerto Ayuhanafiq.

Berbeda dengan zaman ini. Menurut Mahfud MD dalam acara Asosiasi Dewan Perwakilan Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), mengatakan kalau pada masa orde baru politik uang sangat gencar terjadi di lingkungan DPRD. Hal tersebut sekarang merembet bahkan ke kelas legislatif.

Politik Uang dan Proporsional Terbuka

Pada Kamis, 15 Juni 2023 Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan penolakan gugatan atas sistem pemilu proporsional tertutup dan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Tentu gugatan tersebut menjadi isu cukup krusial mengingat dampak dari proporsional terbuka berupa politik uang yang jumlah pelanggarnya meningkat tiap tahun.

Sejak penerapan sistem proporsional terbuka pada tahun 2009, terjadi peningkatan signifikan dalam kasus politik uang. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) praktek politik uang selalu berlangsung dalam setiap pemilu Indonesia. Pada pemilu 1999 terjadi 62 kasus, pemilu 2004 meningkat tajam menjadi 113 kasus, pemilu 2009 naik menjadi 150 kasus dan pemilu 2014 sebanyak 313 kasus.

Beberapa ahli menganggap proporsional terbuka dianggap menjadi penyumbang besar politik uang untuk tumbuh menjadi penyakit kronis dalam tubuh demokrasi di Indonesia. Sistem proporsional terbuka memberi kesempatan luas bagi para calon untuk bersaing. Rendahnya kontrol partai terhadap kader menjadi penyebab utama maraknya politik uang dalam sistem ini.

Tidak Selalu Tentang Uang

Banyak orang beranggapan politik uang sebagai perilaku mempengaruhi pemilih menggunakan uang. Perlu diketahui bahwa politik uang tidak selalu tentang uang. Menurut Aspinall dan Mada Sukmajati, proses pelanggaran politik uang bisa melalui beberapa cara. Pertama, vote buying atau pembelian suara. Pembelian suara ini berarti pembayaran berupa uang tunai atau barang yang secara sistematis disusun beberapa hari menjelang pemilu. “Serangan Fajar” menjadi salah satu istilah yang sering dipergunakan untuk menggambarkan pembelian suara.

Kedua, individual gifts atau pemberian-pemberian pribadi, seperti sembako, benda-benda kecil (kalender, kaos, dll) sebagai suatu bentuk perekat hubungan sosial atau social lubricant. Ketiga, Pelayanan dan aktivitas, bisa dalam bentuk pembiayaan pelayanan aktivitas seperti cek kesehatan gratis, dan lainnya.

Keempat, Club Goods atau barang-barang kelompok, biasa dalam bentuk donasi pada asosiasi-asosiasi atau komunitas tempat tinggal tertentu. Terakhir ada Proyek Gentong Babi atau pork barrel project. Istilah ini merujuk pada sebuah peningkatan citra melalui pembangunan yang didanai publik dengan harapan publik akan memberikan suaranya pada calon untuk pemilu selanjutnya.

Politik Uang Menjadi Kelumrahan

Dengan bentuk-bentuk politik uang yang sudah dijelaskan di atas, politik uang terbukti ampuh dalam menarik suara pemilih. Cara ini memungkinkan calon untuk menerima suara secara instan, karena pemilih hanya memandang besaran uang atau barang tanpa tahu visi misi dari calon tersebut. Banyak alasan mengapa pemilih mau menerima politik uang, pertama karena kebutuhan ekonomi. Ekonomi selalu menjadi alasan utama untuk mendapatkan sesuatu. Memang tidak semua masyarakat dapat terpengaruh oleh ekonomi, tetapi rakyat bawah akan menjadi sasaran empuk para calon untuk mendapatkan suara.

Kedua, rasa khawatir akan pembalasan apabila menolak tawaran dan rasa tidak enak. Hal ini sangat wajar karena banyak broker atau perantara politik uang merupakan teman dekat atau bahkan saudara yang terkadang sulit bagi kita untuk menolaknya. Ketiga, anggapan politik uang sebagai sesuatu hal yang wajar.

Menurut penelitian yang dilakukan KPK pada 2013, 71,72% responden menganggap politik uang sebagai suatu kelumrahan. Politik uang yang sudah dimaklumi ini akan membahayakan karena menyangkut demokrasi negara dan dapat mengurangi penerapan prinsip keadilan dalam pemilihan. Alasan ini cukup sulit diatasi jika tidak adanya pendidikan politik yang konkrit di masyarakat.

Apabila politik uang ini terus terjadi, akan melahirkan suatu demokrasi semu. Menurut Larry Diamond demokrasi semu atau pseudo democracy merupakan mekanisme demokrasi yang tidak menjamin demokrasi sebenarnya. Intinya, di dalam demokrasi terdapat pelanggaran-pelanggaran yang merusak arti demokrasi itu sendiri.

Perlu adanya peran berbagai pihak untuk memberantas politik uang. Memang bukanlah hal yang mudah karena politik uang merupakan pelanggaran yang cukup sulit untuk dideteksi, tetapi pasti terdapat peluang bagi politik uang untuk diredam.

Bagi pemerintah, perlu adanya penguatan hukum bagi pelanggar politik uang. Selain itu, penguatan integritas bagi petugas dan pengawas pemilu juga diperlukan untuk menghindari dan mengindikasi politik uang pada tingkat rendah. Peran dari partai politik juga sangat dibutuhkan dalam kontrolisasi kader dalam kampanye serta penguatan agent of change untuk memberantas politik uang. Masyarakat juga perlu diperkuat lagi mengenai pendidikan politik serta pemahaman mereka sebagai seorang watchdog bagi pemerintah maupun penyelenggaraan pemilu itu sendiri.

Politik uang memang menjadi masalah besar dalam sistem demokrasi kita saat ini. Politik uang mengancam prinsip keadilan dan integrasi dalam sistem pemilihan umum. Tentunya semua orang berharap politik uang ini mampu diredam atau bahkan diberantas. Perlu adanya peran dan kolaborasi dari berbagai pihak untuk menyukseskannya. Dengan kerjasama yang baik kita dapat melindungi demokrasi dari ancaman politik uang demi kemajuan bangsa Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LH
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini