Sejarah Kota Jakarta: Dari Sunda Kelapa sampai Ibukota

Sejarah Kota Jakarta: Dari Sunda Kelapa sampai Ibukota
info gambar utama

Jakarta, ibu kota Indonesia, merayakan hari jadinya setiap tahun pada tanggal 22 Juni. Tanggal ini ditetapkan sebagai hari ulang tahun Jakarta untuk memperingati berdirinya kota ini sebagai ibu kota negara pada tanggal 22 Juni 1527.

Pada tanggal tersebut, Jayakarta, yang merupakan kota pelabuhan kecil di pesisir barat laut Pulau Jawa, direbut oleh pasukan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah. Setelah penaklukan tersebut, Fatahillah mengubah nama kota tersebut menjadi Jayakarta, yang kemudian menjadi cikal bakal dari kota Jakarta yang kita kenal sekarang. Mulai dari Sunda Kelapa hingga menjadi Ibukota negara, yuk, intip sejarah kota Jakarta!

baca juga: Menuju Jakarta ke-496: Kilas Balik Wajah Jakarta

Jakarta Saat Masih Sunda Kelapa

Sebelum dikenal sebagai Jakarta, wilayah yang sekarang menjadi ibu kota Indonesia adalah sebuah pelabuhan kecil yang bernama Sunda Kelapa. Sunda Kelapa merupakan pelabuhan penting pada masa itu dan merupakan pusat perdagangan dan aktivitas maritim di wilayah sekitarnya.

Sunda Kelapa telah ada sejak zaman Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5 Masehi. Namun, pada abad ke-12, pelabuhan ini menjadi lebih penting saat Kerajaan Sunda memindahkan ibu kotanya dari Pakuan Pajajaran ke Dayeuh Pakuan (sekarang Bogor) yang lebih dalam ke pedalaman. Sunda Kelapa kemudian menjadi pelabuhan utama Kerajaan Sunda dan mengalami perkembangan pesat sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, kayu, dan barang-barang lainnya.

Pada abad ke-16, Sunda Kelapa menjadi target ekspansi dari Kerajaan Pajajaran dan akhirnya jatuh ke tangan pasukan dari Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527. Setelah penaklukan tersebut, Fatahillah mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.

Sunda Kelapa | Foto: Triberita
info gambar

Jakarta Saat Sudah Berubah Menjadi Jayakarta

Dilansir dari cnnindonesia.com, Jayakarta adalah nama yang diberikan oleh Fatahillah setelah merebut Sunda Kelapa pada tahun 1527. Jayakarta merupakan benteng dan kota pelabuhan yang terletak di pesisir barat laut Pulau Jawa. Kota ini menjadi pusat perdagangan yang penting di wilayah tersebut.

Setelah Fatahillah merebut Sunda Kelapa, ia mengubah nama kota tersebut menjadi Jayakarta, yang secara harfiah berarti "kemenangan yang agung" atau "kota yang agung". Jayakarta menjadi pusat kekuasaan Kesultanan Banten yang baru didirikan oleh Fatahillah. Sebagai pusat perdagangan, Jayakarta memiliki aktivitas perdagangan yang ramai dengan pedagang dari berbagai wilayah, termasuk pedagang dari Eropa, Asia, dan Timur Tengah.

baca juga: Tahukah Kamu, Ternyata Bandung Pernah Jadi Ibukota Hindia Belanda

Pembangunan Jakarta Menjadi Batavia

Namun, keberadaan Jayakarta sebagai pusat perdagangan dan kekuasaan tidak berlangsung lama. Pada tahun 1619, Belanda datang dan merebut Jayakarta dari Kesultanan Banten. Belanda kemudian membangun Batavia di tempat yang sama dan menjadikannya pusat administratif dan perdagangan kolonial Belanda di Hindia Belanda. Perkembangan sejarah Jayakarta menjadi Batavia dan kemudian menjadi Jakarta adalah cerminan dari perubahan yang signifikan dalam wilayah tersebut, baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

DKI Jakarta

Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda. Setelah kemerdekaan, Jakarta tetap menjadi ibu kota negara baru yang bernama Republik Indonesia. Namun, status dan pengaturan administratif kota ini mengalami perubahan seiring berjalannya waktu.

Dilansir dari cnnindonesia.com, pada awalnya, Jakarta berfungsi sebagai ibu kota negara, tetapi tidak memiliki status otonomi yang jelas. Pada tahun 1949, Indonesia mengadopsi sistem pemerintahan desentralisasi dan membentuk Daerah Istimewa (DI) Jakarta sebagai wilayah administratif terpisah. DI Jakarta terdiri dari Kota Jakarta dan sejumlah kabupaten di sekitarnya.

Barulah pada ada tahun 1960, DI Jakarta diubah menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan Jakarta status khusus sebagai ibu kota negara yang memiliki otonomi lebih besar dalam mengatur urusan pemerintahannya sendiri.

DKI Jakarta memiliki kekuasaan otonom dalam pengelolaan pemerintahan, termasuk pengaturan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan di wilayahnya. Gubernur DKI Jakarta merupakan pemimpin eksekutif utama yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SC
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini