Menggerakkan UMKM ASEAN untuk Mengadopsi Circular Economy

Menggerakkan UMKM ASEAN untuk Mengadopsi Circular Economy
info gambar utama

Oleh Dr. Kao Kim Hourn, Sekretaris Jenderal ASEAN

Mark Sultan Gersava adalah aktifis perdamaian dari Mindanao, Filipina, yang memutuskan untuk melakukan sesuatu atas tantangan kritis yang dilihatnya: mengubah produk-produknya menjadi ramah lingkungan untuk membantu mengurangi efek perubahan iklim sambil memberdayakan masyarakat lokal dengan mata pencaharian yang berkelanjutan dan jangka panjang. Usahanya, Bambuhay, memproduksi sedotan dan sikat gigi bambu untuk menggantikan produk berbahan plastik.

Hingga saat ini, ambisi Mark telah memberikan dampak positif nyata bagi 13.910 petani, memberikan mereka sumber pendapatan berkelanjutan yang meningkat dan mengangkat 68 keluarga dari kemiskinan. Karya mereka telah membantu menghilangkan sekitar 1.100 ton plastik dari lingkungan dan menanam hampir 40.000 pohon dan bambu.

Mark Sultan Gersava | Pendiri Bambuhay
info gambar

Produk-produknya disambut dengan antusias oleh konsumen dan diakui oleh perusahaan multinasional, dengan sedotan bambu yang dipasok ke Coffee Bean and Tea Leaf di Filipina.
Saat kita merayakan Hari UMKM PBB pada tanggal 27 Juni untuk mengakui kontribusi yang luar biasa dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (SDGs), kisah Bambuhay adalah contoh yang luar biasa tentang bagaimana UMKM dapat memainkan peran signifikan dalam mentransformasi ASEAN menuju ekonomi lingkaran dan mempersiapkan wilayah ini untuk masa depan yang berkelanjutan.

Berpindah ke Circular Economy

Upaya pemulihan dan pembangunan pasca COVID-19 telah membawa fokus pada ekonomi lingkaran dan pembangunan berkelanjutan. Mobilitas terbatas akibat pandemi mengganggu model bisnis tradisional, mendorong setiap perusahaan untuk beradaptasi dan mencari jaringan pasokan alternatif. Lonjakan ketergantungan konsumen terhadap belanja online dan pengiriman makanan telah menyebabkan peningkatan limbah kemasan, sehingga memperburuk krisis pengelolaan limbah yang mendesak di dunia. Bank Dunia memperkirakan bahwa generasi limbah global akan mengalami peningkatan sebesar 70% antara 2016 hingga 2050.

Forum Ekonomi Dunia melaporkan bahwa pada tahun 2030, ASEAN diperkirakan akan mempunyai 140 juta konsumen baru, yang mewakili 16% dari peningkatan global. Untungnya, perubahan signifikan telah terjadi dalam perilaku konsumen, menandakan penilaian ulang yang hati-hati terhadap pola konsumsi yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan. Permintaan telah beralih ke produk yang lebih berkelanjutan, yang konsumen bersedia membayar dengan harga premium.

Pandemi COVID-19 juga memicu rasa kebersamaan yang kuat dan preferensi untuk mendukung usaha yang bertanggung jawab secara sosial, terbukti dari intensifikasi kolaborasi dan upaya terkoordinasi untuk membeli dari bisnis lokal. Perubahan ini membuka jalan bagi inovasi yang mempromosikan pengurangan limbah, konservasi sumber daya, serta swasembada melalui barang-barang yang diperoleh dan diproduksi secara lokal.

UMKM dalam Circular Economy: Imperatif Ekonomi

Berakar sebagai bagian dari masyarakat lokal, UMKM sering dianggap sebagai penyedia kunci perkembangan sosial-ekonomi. Di ASEAN, UMKM menyumbang 85% dari lapangan kerja dan 44,8% PDB wilayah ini. Mereka memberikan sumber pendapatan utama dan mata pencaharian bagi sejumlah besar individu dan rumah tangga. Melalui kemitraan dengan bisnis lokal lainnya, UMKM menjadi bagian integral dari rantai nilai, memungkinkan akses ke berbagai produk bagi pelanggan mereka dan melayani masyarakat lokal.

Karena struktur yang ramping dan model bisnis yang fleksibel, UMKM memiliki kemampuan untuk mengadopsi perkembangan baru, seperti ekonomi lingkaran dan teknologi digital. Dalam tiga tahun terakhir, kita telah menyaksikan banyak bisnis, terutama UMKM, dengan cepat mengadopsi teknologi dan praktik inovatif untuk tetap relevan dan kompetitif. Seperti Bambuhay, banyak UMKM telah secara signifikan meningkatkan daya saing mereka dengan membedakan penawaran mereka dan memenuhi permintaan yang pesat dari konsumen yang sadar secara sosial.

Selain itu, dalam membangun ekosistem lingkaran, adopsi teknologi juga memainkan peran penting dalam memungkinkan pelacakan dan penelusuran yang lebih baik sambil mendukung model bisnis inovatif. Perkembangan ini menghasilkan pengurangan kebutuhan sumber daya fisik, penurunan emisi yang terkait dengan perjalanan, dan ekonomi berbagi yang diaktifkan melalui platform digital. Perkembangan tersebut menggambarkan bagaimana sebuah UMKM memulai perjalanan mereka menuju ekonomi lingkaran.

Namun, transformasi UMKM tidaklah tanpa tantangan. Beralih dalam pendekatan bisnis dan pola pikir UMKM dapat menjadi salah satu hambatan pertama dan terutama. Transformasi ini melibatkan investasi yang substansial dalam riset dan pengembangan untuk merancang ulang produk dan proses. Selain itu, mengadopsi model bisnis baru sering kali membutuhkan perubahan dalam rantai pasokan dan kemitraan dengan pemasok. Pada akhirnya, perubahan ini akan memiliki implikasi keuangan dan operasional. Kebanyakan UMKM seringkali berjuang dengan modal terbatas dan anggaran yang terbatas. Dengan keterbatasan sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini