Menelusuri Riwaq Jawi, Bukti Pertukaran Ilmu Indonesia dengan Kairo

Menelusuri Riwaq Jawi, Bukti Pertukaran Ilmu Indonesia dengan Kairo
info gambar utama

Pada bangunan Masjid Al-Azhar, Kairo, Mesir yakni di pojok kanan depan di area Zhullah Fathimiyyah, terdapat sebuah kenangan bagi para pelajar Indonesia. Pasalnya di sana ada tempat yang dikhususkan bagi warga Asia Tenggara, bernama riwaq.

Dinukil dari JIB, Riwaq yang disebut dengan nama Riwaq al-Jawah ini termasuk beberapa riwaq yang didirika oleh Utsman Qozdulgi Katkhuda. Riwaq ini terbilang kecil jika dibandingkan dengan yang lainnya karena penghuninya tidak terlalu banyak.

Kian Diminati di Mesir, Permintaan Jahe Gajah Tembus Rp2,28 Miliar

Keberadaan riwaq ini terlacak mulai eksis pada abad 19, misalnya dalam Al Khithat at Taiufiqiyyah li Mishri Al-Qahirah yang ditulis Ali Mubarak, sejarawan Mesir terkemuka. Riwaq al-Jawah juga mempunyai perpusatakaan sendiri dengan 46 jilid kitab.

Riwaq Al-Jawah ini juga mempunyai syaikh riwaq sebagai ketua dan penanggung jawab mujawirin Jawi yang waktu itu dijabat oleh Syaikh Ismail Muhammad Al-Jawi. Sosok ini disebut sangat aktif menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyyah pada akhir abad 19.

Hubungan Kairo dengan Melayu

Masjid Al-Azhar/Shutterstock
info gambar

Azyumardi Azra menjelaskan bahwa hubungan antara Kairo dengan intelektualisme Islam di Kepulauan Melayu sebenarnya sudah mulai sejak abad ke 17. Saat itu murid-murid dari Jawa seperti Abdurrauf as-Sinkili mengadakan kontak dengan ulama-ulama Al-Azhar.

Kontrak ini semakin mengikat pada abad ke 18 saat murid-murid Jawa lainnya seperti Abdussomad al-Falimbani dan Muhammad Arsyad al-Banjari juga belajar kepada ulama-ulama yang ada di Al-Azhar.

“Bahkan ulama abad 19 seperti Ahmad Rifai Kalisalak yang belajar di Makkah selama dua dasawarsa juga menyebutkan gurunya dari kalangan ulama Al-Azhar,” jelasnya.

Indonesia Jual Kopi ke Mesir, Dibayarnya Bukan Pakai Uang tapi Kurma

Dari catatan sendiri, ulama Indonesia pertama yang datang ke Al-Azhar adalah Kyai Abdul Manan Dipomenggolo pada tahun 1850-an. Adapun Wan Ahmad bin Muhammad Zayn al-Fatani yang dijuluki bapak penerbitan kitab Jawi tiba di Kairo pada 1880.

“Maka tak heran jika kita menemukan banyak kitab-kitab karya murid Jawi di Kairo,” paparnya.

Tinggal kenangan

Masjid Al Azhar/Shutterstock
info gambar

Pada 1954, sistem tempat tinggal seperti riwaq ini mulai ditiadakan. Hunian para mujawirin ini mulai dipindahkan ke tempat di daerah khusus yang sekarang dinamakan Madinatul Bu’uts al-Islamiyyah.

Adapun riwaq al-jawah masih sempat bertahan meski posisinya sedikit berubah dan namanya berubah menjadi ar-Riwaq al-Indunisiy meski tetap tidak dikhususkan untuk orang Indonesia saja.

Hingga saat ini, riwaq yang masih tersisa hanya beberapa antara lain Riwaq al-Atrak, Riwaq al-Magharibah, Riwaq al-Abbasiy. Itu pun tidak lagi menjadi tempat tinggal namun hanya dijadikan tempat kajian atau talaqqi yang fleksibel.

Berkah Ramadan, Puluhan Ton Bubuk Kakao Asal Indonesia Berhasil Masuk Pasar Mesir

Walau begitu adanya Riwaq al-Jawah ini menunjukkan bahwa para murid Jawa ini sudah eksis di Al-Azhar sejak dahulu. Ditambah dengan kisah rihlah mereka di Mesir yang terekam dalam catatan sejarah.

“Seolah membukakan mata para pelajar zaman sekarang dan mengingatkan akan hakikat serta tujuan rihlah mereka yang sama seperti pendahulu mereka,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini