Kain Tenun Tedunan: Kearifan Budaya Lokal Khas Kota Wali

Kain Tenun Tedunan: Kearifan Budaya Lokal Khas Kota Wali
info gambar utama

Desa Tedunan merupakan daerah yang terletak di dekat perbatasan Jepara. Mayoritas masyarakat Desa Tedunan bekerja sebagai pengrajin kain tenun. Setiap hari mereka menerima pesanan pembuatan kain tenun dari berbagai daerah, kain tenun yang dihasilkan pun telah dipasarkan ke seluruh penjuru nusantara seperti Bali, NTT, Jepara, Jogja, dan Solo.

Kain tenun produksi para pengrajin dari Desa Tedunan memiliki keunikan tersendiri karena dalam pembuatannya masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM). Keberadaan para pengrajin kain tenun di Desa Tedunan juga tak lepas dari sejarah persebaran Islam di tanah Jawa. Demak dikenal sebagai Kota Wali, dahulu Demak dijadikan pusat perkembangan Islam pertama di tanah Jawa.

Menurut cerita yang beredar dari masyarakat setempat menyebutkan, bahwa salah satu tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim atau dikenal dengan sebutan Sunan Gresik. Beliau merupakan seorang ulama yang berasal dari Gujarat, India. Pada pertengahan abad ke-14, Syekh Maulana Malik Ibrahim datang ke Jawa untuk menyebarkan ajaran Islam.

Beliau mendirikan pesantren di daerah Demak, Jawa Tengah, yang kemudian menjadi pusat penyebaran agama Islam di Jawa. Kedatangan para pedagang dari Gujarat, India ini kemudian mempengaruhi perkembangan peradaban masyarakat Jawa saat itu. Adanya perbedaan budaya antara Gujarat dan Jawa menyebabkan terjadinya akulturasi budaya baru di tanah Jawa, akulturasi budaya inilah yang melatarbelakangi berkembangnya para pengrajin kain tenun di Tedunan, Demak.

Pada awal kedatangannya di tanah Jawa, para pedagang Gujarat membawa komoditas berupa benang dan kain. Salah seorang pengrajin di Desa Tedunan, Bapak Muhtadi, mengatakan bahwa bahan baku pembuatan tenun biasanya didatangkan dari India, namun sekarang juga sudah ada yang berasal dari Indonesia. Keberadaan bangsa Gujarat saat itu sangat berpengaruh besar terutama dalam memasok bahan baku benang untuk produksi kain tenun.

Mahasiswa UGM Ciptakan Jaket Penyelamat Otomatis, Naik Motor Makin Aman

Mayoritas produksi kain tenun di Tedunan masih menggunakan cara tradisional dengan menggunakan ATBM. Menurut pengakuan dari salah seorang pengrajin tenun, Bapak Muhtadi, beliau telah bekerja sebagai pengrajin tenun sejak tahun 1975. Rata-rata produksi kain tenun yang dihasilkan per harinya yaitu antara 10–15 meter dengan harga per meternya berkisar Rp4.000 tergantung pada motif yang dibuat.

Para pengrajin tenun di Tedunan biasanya bermitra dengan pengrajin tenun di Jepara untuk mendapatkan bahan baku benangnya, kemudian mereka akan memproses benang tersebut menjadi kain tenun sesuai pesanan yang diinginkan. Proses menenun kain ini melewati tahapan-tahapan yang cukup panjang, para pengrajin terlebih dahulu harus memasukkan benang ke alat tenun, proses ini dinamakan proses nyucuk.

Proses pemasukan benang ke alat tenun ini tidak boleh dilakukan oleh sembarang orang, hanya mereka yang memiliki keterampilan khusus yang biasanya melakukan proses ini. Proses nyucuk ini biasanya memakan waktu 2-3 jam bergantung pada jumlah sisir yang ada pada alat tenun. Sisir pada alat tenun juga mempengaruhi kualitas kain yang dihasilkan, semakin banyak jumlah sisir maka semakin baik kualitas kain tenun yang dihasilkan.

Pada proses ini, sangat diperlukan ketelitian dan ketelatenan agar benang yang dimasukkan ke alat tenun bisa menghasilkan motif yang diinginkan, jika salah memasukkan benang saja akan mempengaruhi kualitas kain yang dihasilkan. Setelah melalui proses nyucuk proses selanjutnya yaitu penyetelan.

Pada proses ini pengrajin harus mengatur posisi gun dengan injakan tenun agar memudahkan dalam proses penenunan. Dalam memenuhi pesanan para pengepul, para pengrajin ini memerlukan waktu sekitar 1,5–2 bulan untuk bisa menghasilkan 200 meter kain tenun. Beberapa motif kain tenun yang diproduksi antara lain motif blanket, motif jangkar, motif lurik, dan polosan.

Kain tenun motif hanya bisa diproduksi dengan alat tenun manual, sedangkan alat tenun mesin hanya bisa menghasilkan kain tenun tanpa motif atau polos. Meskipun dalam proses pembuatannya lebih lama, hasil produksi ATBM ini memiliki harga jual yang tinggi karena bisa menghasilkan corak yang unik.

Mulai dari Kendaraan hingga Taman, Inilah Fasilitas yang UGM Miliki

Hingga saat ini tercatat ada sekitar 288 pekerja asal Tedunan yang masih aktif memproduksi kain tenun. Kegiatan menenun telah menjadi nafas kehidupan masyarakat Desa Tedunan, sehari-hari mereka hidup dari hasil menenun kain. Potensi ini merupakan kearifan budaya yang perlu dilestarikan. Kain tenun banyak mengandung filosofi sejarah akulturasi budaya antara bangsa Gujarat dengan masyarakat Jawa terutama Demak.

Bantuan dari pemerintah sangat diharapkan untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan keberlanjutan potensi kain tenun ini menjadi komoditas ekspor yang berdaya saing. Pasalnya, banyak pengrajin tenun yang mengeluh kesulitan dalam mengembangkan usaha mereka, selain karena kurangnya modal, masyarakat juga mengaku bahwa mereka membutuhkan bantuan dari pemerintah berupa sosialisasi dan pelatihan agar mereka bisa mengembangkan usaha mereka hingga bisa dipasarkan ke berbagai penjuru nusantara bahkan luar negeri.

Keberadaan para pengrajin kain tenun di Desa Tedunan ini telah menyokong perekonomian desa, meskipun terkadang permintaan kain tenun naik turun akibat tren permintaan pasar, tetapi terbukti bahwa usaha menenun kain ini masih tetap bertahan puluhan tahun hingga saat ini. Masyarakat berharap ada dukungan dari pemerintah agar kain tenun ini tetap lestari di tengah maraknya tren pakaian impor yang ada di Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KW
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini