Cukur Rambut Gimbal, Budaya Ruwat yang Masih Lestari di Dataran Dieng

Cukur Rambut Gimbal, Budaya Ruwat yang Masih Lestari di Dataran Dieng
info gambar utama

Dieng, Sub Unit Sembungan --Dieng negerinya para dewa..

Ungkapan ini tidaklah berlebihan karena pada nyatanya Dieng selalu menyajikan suasana majestic setiap kali Anda menginjakkan kaki di tanah ini. Keindahan alam yang membentang dan sangat beragam senantiasa menyambut kedatangan para pelancong dari seluruh penjuru nusantara. Bukan hanya itu, kehangatan masyarakat setempat juga menjadi hal yang cukup langka dirasakan bagi penduduk metropolitan saat ini.

Tak lupa dengan latar belakang masyarakat dengan basis islam yang sangat kental, tetapi tetap menjunjung dan melestarikan budaya dari leluhur setempat. Budaya yang terdapat di tanah ini sulit untuk dapat ditemui di daerah lain, diantaranya adalah lenggeran, kirab, dan tentunya ritual cukuran rambut gimbal.

Cukur rambut gimbal pada dasarnya merupakan ritual ruwat yang dilakukan pada anak kecil berambut gimbal dengan cara memotong rambut gimbal anak tersebut. Cukup sederhana bukan? Eh, jangan salah, banyak sekali tata cara dan persyaratan yang perlu dipenuhi untuk melakukan ritual ruwat satu ini. Di antaranya adalah sang anak perlu mengutarakan keinginannya berupa barang kepada pihak keluarga sebelum ritual dilaksanakan.

Konon katanya, apabila keinginan dari sang anak tidak merupakan keinginan yang paling diinginkannya maka rambut yang tumbuh akan tetap gimbal walaupun telah dipotong dan akan mengakibatkan sang anak sakit untuk beberapa waktu. Selain memenuhi keinginan dari sang anak, pihak keluarga juga mengadakan kenduren bagi masyarakat.

Berwisata di Kawah Sikidang Dieng

Tata urutan upacara cukur rambut gimbal ini terkhusus di Desa Sembungan dimulai dengan pembacaan tahlil yang dipimpin oleh pemuka agama setempat serta diikuti oleh seluruh masyarakat yang datang. Kemudian dilangsungkan prosesi ritual cukurnya dengan diiringi berbagai macam doa dan shalawat yang dipanjatkan bersama seluruh masyarakat.

Setelah itu akan terdapat beberapa orang yang akan mengumpulkan uang untuk hadiah anak rambut gimbal yang telah dipotong rambutnya. Kemudian setelah ritual berakhir, seluruh masyarakat diperbolehkan untuk menikmati segala macam sajian makanan terutama berbagai tumpeng yang telah disiapkan oleh keluarga anak berambut gimbal yang telah dipotong dalam rangkaian ritual sebelumnya.

Makanan yang disajikan berupa nasi tumpeng, ayam ingkung, dan jajanan pasar.
info gambar

Makanan yang disiapkan sangat bervariasi dan unik berupa nasi tumpeng, ayam ingkung, dan jajanan pasar. Nasi tumpeng yang lebih dikenal sebagai ”buju” di daerah Dieng. Buju yang disiapkan ada lima jenis yang terdiri dari buju kalung, buju lumpang, buju rosulan, buju beras, dan buju robyong.

Dari kelima buju terseut yang sangat ikonik adalah buju robyong dimana tumpeng satu ini terlihat paling meriah dengan hiasan makanan yang ditusuk seperti sate lalu ditancapkan mengelilingi tumpeng nasi secara memutar. Makanan yang ditusukkan juga berbeda-beda yang dipengaruhi oleh budaya masing-masing desa.

Kemudian tusukan tersebut tidak lantas dipasang secara teratur, tetapi dipasang dengan posisi acak yang mengibaratkan manusia yang harus selalu waspada terhadap cobaan. Tumpeng inilah yang merupakan simbol dari rambut gimbal itu sendiri.

Sosok Sunan Prapen, Ulama Penjaga Tahta Kesunanan Giri Kedaton

Anak berambut gimbal yang ditemui di dataran Dieng tidak banyak jumlahnya. Dimana sebenarnya asal muasal anak rambut gimbal di dataran Dieng ini juga masih menjadi misteri yang selalu diperbincangkan di kalangan masyarakat lokal. Banyak versi cerita mengenai asal muasal anak berambut gimbal yang mungkin akan penulis bahas di tulisan selanjutnya.

Oleh karena itu, ritual cukur rambut gimbal ini cukup jarang ditemukan di rentang waktu yang berdekatan. Jadi jika Anda berkunjung ke Dieng dan mengetahui ada ritual ini dari masyarakat lokal, maka sempatkanlah untuk melihatnya sejenak utamanya ketika diadakan secara lokal di desa-desa sekitar bukan pada event besar yang diadakan di daerah Dieng. Karena akan terlihat perbedaannya dimana tingkat orisinalitasnya terlihat lebih menarik walaupun dalam satu waktu juga terlihat sederhana.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KK
KO
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini