Sosok Iding Soemita, Orang Sunda yang Ikut Perjuangkan Kemerdekaan Suriname

Sosok Iding Soemita, Orang Sunda yang Ikut Perjuangkan Kemerdekaan Suriname
info gambar utama

Kehadiran warga Indonesia ke Suriname telah menjadi bagian dalam penjajahan masa kolonial Belanda. Ketika itu ribuan warga Indonesia diberangkatkan oleh Belanda untuk pekerjakan, salah satunya dari warga Sunda.

“Dari Priangan Timur khususnya dari Tasikmalaya juga banyak. Berdasarkan catatan sejarah dari arsip nasional Belanda ada 284 orang kuli kontrak asal Tasikmalaya yang berangkat ke Suriname,” kata Dudu Risana, pegiat sejarah yang dimuat Detik.

Walau eksistensi orang Sunda di Suriname tak terlalu terdengar gaungnya daripada dari Jawa. Ternyata ada beberapa orang Sunda yang karirnya malah moncer dalam pemerintahan Suriname.

sal-Usul Suriname, Negara Pengguna Bahasa Jawa di Benua Amerika

Sosok tersebut adalah Iding Soemita yang menjadi tokoh persatuan kuli tani Indonesia di Suriname. Dirinya lahir di Cikatomas, Tasikmalaya pada 3 April 1908 dan meninggal dunia di Suriname pada 18 November 2001, pada usia 93 tahun.

“Iding Soemita berangkat menjadi kuli kontrak di Suriname saat masa pemuda. Catatan sejarah menuliskan dia berangkat ke Suriname tahun 1925, berarti usianya masih 17 tahun,” jelasnya.

Motor penggerak

Iding Soemita yang bekerja menjadi seorang buruh tani di perkebunan Belanda ternyata tak membuatnya mau hidup di zona nyaman. Dirinya malah mempunyai pikiran revolusioner untuk menjadi motor penggerak melawan ketidakadilan.

“Iding Soemita menjadi tokoh perjuangan bagi masyarakat Indonesia di Suriname untuk mendapatkan hak-hak politiknya,” kata Dudu.

Perjuangan seorang Iding Soemita berawal dari keprihatinan atas nasib rekan sesama kuli tani Indonesia di Suriname. Karena keterbatasan membuat buruh yang meninggal dunia dikuburkan dengan tidak layak.

Karel Frederik Holle, Saudagar Belanda yang Terpikat Tanah Sunda

Atas hal itu, Iding menggagas perhimpunan dana pemakaman secara swadaya, sehingga saat ada buruh yang meninggal dunia bisa dimakamkan secara hormat. Iding saat itu menjadi frontman dan kerap kali tampil mengadvokasi perselisihan kaum buruh.

Sosoknya juga semakin disegani saat menyuarakan gerakan Moelih n Djawa sekitar tahun 1933. Gerakan dari buruh tani ini menuntut agar mereka dipulangkan ke tanah air. Tetapi saat itu Pemerintah Belanda tak bisa langsung memenuhi tuntutannya.

“Sejarah mencatat gerakan ini dengan sebutan politik Nagih Djangjie. Mereka menagih janji Belanda atas kesepakatan-kesepakatan kerja terhadap buruh asal Indonesia tersebut,” kata Dudu.

“Kesepakatan itu di antaranya gaji yang diterima pekerja laki-laki usia di atas 16 tahun sebesar 60 sen, pekerja wanita usia di atas sepuluh tahun sebesar 40 sen. Itu adalah upah harian,” imbuh Dudu.

Masuk parlemen

Karena momentum tersebut membuat karir politik Iding melejit di Suriname. Hal tersebut ditandai dengan dibentuknya sebuah organisasi pergerakan bernama Persatuan Indonesia pada tahun 1946.

“Dengan adanya Persatuan Indonesia ini, gerakan politik Nagih Djangjie semakin masif, semakin kuat dan semakin diperhitungkan,” kata Dudu.

Pada 1948, Iding kemudian mengubah nama Organisasi Persatuan Indonesia menjadi Kaoem Tani Persatoean Indonesia (KTPI). Berbeda dengan sebelumnya, KTPI dibentuk dan dideklarasikan sebagai partai politik.

Peristiwa Perang Bubat: Fakta atau Fiksi Sejarah?

Tahun 1949, KTPI kemudian ikut serta dalam Pemilu Suriname di distrik Commewijne. Pada Pemilu itu partai KTPI berhasil meraup 2.325 suara sehingga berhasil mendapatkan 2 kursi parlemen dari total 21 kursi.

“Sukses masuk parlemen, membuat Iding tak hanya sebatas berjuang untuk kaum buruh tani asal Indonesia saja. Tapi dia ikut aktif dalam upaya kemerdekaan Suriname,” kata Dudu.

Pada parlemen itu, dirinya terlibat dalam perundingan Belanda terkait kemerdekaan Suriname. Sebuah perjuangan panjang yang akhirnya menemukan titik terang saat pemerintah Belanda mengakhiri penjajahan pada 15 Desember 1954.

“Suriname tergolong negara yang terlambat merdeka, negara ini baru merdeka 25 November 1975,” jelasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini