Sang Pengubah Peradaban dari Kaki Gunung Bawakaraeng

Sang Pengubah Peradaban dari Kaki Gunung Bawakaraeng
info gambar utama

“Saat tentara berjuang melawan penjajah, negeri ini belum terbentuk. Indonesia belum memiliki anggaran, belum ada dewan perwakilan. Siapa yang memberi makan para pejuang itu? Siapa yang mendukung para pejuang kemerdekaan bangsa itu? Ya, petani,” – Prabowo Subianto

Tidak ada seorang pun di negeri ini yang ingin hidup sebagai orang yang tak berpendidikan. Hanya saja ketidakmerataannya pembangunan nasional, membuat banyak anak-anak bangsa harus rela putus sekolah. Sebagian dari mereka yang harus berhenti menempuh pendidikan memilih untuk menjalani roda nasib. Namun ada juga yang justru tumbuh sebagai bibit unggul, yang akhirnya mampu menyemai peradaban baru.

Kondisi kedua itulah yang dialami oleh Jamaluddin Daeng Abu.

Jamal sebagaimana pria itu disapa, mungkin tidaklah seberuntung rekan-rekan milenial-nya yang hidup di kota-kota besar. 20 Agustus pada 35 tahun lalu, dia terlahir di Kanreapia, sebuah desa yang berlokasi di Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Berada pada ketinggian 2.051 meter di atas permukaan laut, Kanreapia adalah salah satu desa yang berdiam di kaki gunung Bawakaraeng.

Dianugerahi panorama yang luar biasa indahnya, penduduk Kanreapia memang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan alam seperti halnya Jamal. Hasil bumi yang melimpah dengan tanah-tanah nan subur membuat masyarakat Kanreapia memang sudah terbiasa menjalani profesi sebagai petani, serta memiliki tingkat perekonomian yang cukup baik.

Sayang, tingkat perekonomian itu justru berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan.

Dengan jumlah populasi Kanreapia sekitar 4.733 penduduk, diketahui 252 di antaranya justru mengalami buta huruf. Bahkan Jamal pun tak luput dari kurang pahamnya warga soal pendidikan, karena dirinya pernah putus sekolah. Hanya saja Jamal si anak desa menolak menerima nasib dan semakin gigih mengejar pendidikan.

Tekadnya yang sekeras baja untuk meraih pendidikan tertinggi, terjawab lewat gelar sarjana S1 Pendidikan Bahasa Indonesia dari Universitas Bosowa Makassar. Bahkan Jamal tak menghentikan semangatnya untuk sekolah karena dia langsung melanjutkan akademiknya ke S2 Manajemen SDM di Universitas Muslim Indonesia. Dua gelar sarjana itu menjadi modal kuat Jamal untuk mengubah peradaban tanah kelahirannya, Kanreapia.

Rumah Koran, Keajaiban yang Lahir dari Kandang Bebek

Jamaludin di dalam Rumah Koran | Foto: Jamaluddin/Mongabay Indonesia
info gambar

“Jadi waktu itu saya baru saja dapat gelar sarjana S2 sekitar tahun 2014 dan pulang kampung. Saya ingin berbuat sesuatu untuk Kanreapia. Hanya saja masalah utama di desa saya ini adalah tingkat pendidikan yang rendah serta angka pernikahan dini cukup tinggi. Padahal perekonomian masyarakat berkecukupan sebagai petani, tetapi mereka tidak mau menyekolahkan anak-anaknya,” ungkap Jamal.

Keresahan itu terus menguasai Jamal. Apalagi ketika dia juga tahu kalau banyak penduduk yang membuang sampahnya begitu saja di sepanjang aliran sungai, yang dijadikan sumber pengairan sawah-sawah. Kala itu Jamal merasa sudah waktunya penduduk Kanreapia berubah, jika memang ingin tetap menjalani hidup sejahtera.

Literasi adalah kunci utama yang dipilih Jamal untuk menyalakan mesin perubahan.

Sebuah kandang bebek dengan ukuran 4x5 meter kemudian disulap Jamal menjadi Rumah Koran. Seperti namanya, bangunan itu memang dipenuhi oleh tempelan koran pada dinding-dindingnya. Namun koran-koran itu jika diamati, memiliki potongan berita yang penting bagi kehidupan para petani.

“Saya dibantu dengan teman-teman memang punya rutinitas menyortir informasi berita dari koran-koran. Lalu kemudian jika ada artikel yang menarik, terutama punya pengaruh pada sektor pertanian, pasti akan kami pilih dan kemudian tempel di dinding Rumah Koran. Tujuannya nanti informasi-informasi itu bisa menjadi bahan diskusi saat para petani berkumpul,” cerita Jamal dalam sebuah kegiatan online pertengahan Agustus 2023 silam.

Ide awal yang terbilang sederhana itu pun akhirnya menggelinding bak bola salju.

Rumah Koran pun tak hanya menjadi tempat berkumpulnya para petani saja, tapi lebih lanjut akhirnya dipenuhi oleh anak-anak para petani dan kalangan muda Kanreapia lainnya. Generasi-generasi muda itulah yang akhirnya menjadi generator dalam mesin perubahan yang sudah dinyalakan Jamal, lewat program bernama Gerakan Cerdas Anak Petani.

Melalui Gerakan Cerdas Anak Petani, Jamal memang berniat meningkatkan minat baca pada anak-anak Kanreapia sekaligus belajar berorganisasi. Di mana nantinya anak-anak petani ini akan bisa memanfaatkan media sosial secara lebih baik, serta akhirnya mampu membangun kesadaran para petani tua untuk menyekolahkan anak-anak mereka setinggi mungkin.

“Setiap hari Minggu biasanya anak-anak petani dan para pemuda desa lainnya berkumpul di Rumah Koran. Kita bersama-sama mencari berita terkait lingkungan dan berbagai hal yang mampu memotivasi diri lewat kisah-kisah inspiratif. Perlahan mereka jadi lebih paham soal lingkungan dan alam. Kami pun bersama naik pick up pergi ke sungai untuk melakukan aksi bersih sungai,” tambah Jamal bangga.

Jamaludin dan anak-anak melakukan observasi lapangan | Foto: Jamaluddin/Mongabay Indonesia
info gambar

Tidak cuma sekadar aksi bersih-bersih lingkungan, anak-anak petani juga dilatih untuk melakukan observasi alam. Mulai dari mengumpulkan batu di sungai lalu mencatat lokasi pengambilan, serta mengenal tumbuhan di sekitar. Sedangkan untuk para pemuda desa, Rumah Koran memiliki kegiatan pembelajaran kelembagaan desa sehingga bisa menciptakan kelompok tani yang berdaya.

Dengan potensi pertanian hortikultura yang sangat tinggi, para petani Kanreapia pun perlahan meningkatkan kualitas sumber daya mereka. Berkat adanya pengenalan literasi media sosial, para petani yang biasanya menjual hasil panen ke tengkulak memilih memasarkan lewat media sosial sehingga keuntungan yang didapat lebih memuaskan. Tak hanya itu saja, Jamal juga mengajak para petani Kanreapia lebih memperhatikan lingkungan demi meningkatkan kualitas panen.

“Ada lahan-lahan percontohan yang kami siapkan untuk jadi area penghijauan. Ini adalah bukti bagaimana kami mampu menjaga mata air sehingga saat musim kemarau datang, debit air terjaga yang membuat petani tetap bisa bercocok tanam dan melakukan pengairan. Karena dari sumber mata air itu, kami tampung yang kemudian dialirkan ke seluruh kebun warga Kanreapia,” beber Jamal.

Bersama Astra, Rumah Koran Ubah Wajah Kanreapia

Jamaludin bersama mahasiwa di lahan pertanian organik Kanreapia | Foto: Berita Kota Makassar
info gambar

Perubahan kecil yang diawali oleh Jamal dan komunitasnya itupun berbuah manis. Jamal berhasil membuat dirinya meraih penghargaan SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Awards (SIA) 2017, serta tentunya uang puluhan juta Rupiah.

Namun dilansir dari Mongabay, hadiah yang diperoleh Jamal dari SIA itu tidaklah dia nikmati sendiri. Pria yang memang menjual pupuk organik demi mimpinya menyulap pertanian Kanreapia menjadi pertanian organik ini justru menggunakan uang hadiah untuk modal usaha komunitasnya dalam membangun lahan pertanian organik.

Perjuangan Jamal yang dimulai di tahun 2011 hingga akhirnya mewujudkan Rumah Koran di 2016 itupun berbuah dengan manis. Di mana pada tahun 2020, Desa Kanreapia meraih penghargaan Kampung Iklim Utama dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Lima tahun setelah memperoleh SIA, Jamal pun berhasil menjadikan Kanreapia sebagai KBA (Kampung Berseri Astra). Keempat pilar utama yakni pilar pendidikan, pilar kesehatan, pilar lingkungan dan pilar kewirausahaan yang dikelola dengan profesional oleh Jamal, komunitas dan seluruh warga desa, turut berperan membuat Kanreapia meraih penghargaan tertinggi dari KLHK yakni Kampung Iklim Lestari.

Kini Jamal sepertinya enggan berhenti untuk membuat perubahan pada peradaban.

Bukan hanya di Kanreapia saja, Jamal dan komunitasnya juga memberikan berkah pada lingkungan sekitarnya. Seperti pembagian 1.000 pupuk organik Bio Teratai secara gratis kepada para petani sayur Kanreapia bersama Satbrimob Polda Sulawesi Selatan. Lalu juga sedekah sayur kepada 100 panti asuhan di Sulawesi Selatan.

“Saat ini sudah semakin banyak orang-orang kota datang ke Kanreapia. Mereka belajar bertani sekaligus menikmati alam yang indah. Dari sisi petani, untung juga makin bertambah sembari tetap berbagi. Ini memperkuat kebanggaan sebagai masyarakat desa bahwa sekalipun tinggal di kaki gunung, di pelosok kampung, tetap bisa produktif. Jadi jangan pernah minder,” tutup Jamal.

Seperti apakah Jamal bersama teman-teman komunitasnya melaju? Yang pasti Rumah Koran akan tetap jadi sebuah gerakan pemberdayaan yang akhirnya mampu mengubah sebuah peradaban jadi lebih baik, sekalipun itu ada di kaki gunung.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AJ
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini